Breaking News

Pakar Hukum Tata Negara Ilham Hermawan: Tidak Mudah Memberhentikan Presiden Jika Proses Seleksi Hakim MK dan MA dikuasai oleh Presiden


Pakar Hukum Tata Negara, Ilham Hermawan, menjelaskan mekanisme pemberhentian presiden berdasarkan pasal 7B UUD NRI 1945.

“UUD itu menggunakan frasa pemberhentian, bukan pemakzulan atau pun impeachment,” Kata Ilham dalam diskus ‘Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19’, Senin (1/6).

Berikut Mekanisme Pemberhentian Presiden berdasarkan Pasal 7B UUD NRI 1945:

1. Usul pemberhentian dapat diajukan oleh DPR kepada MPR dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan ke Mahkamah Konstitusi (MK)

2. Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekarsng-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam Sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.

3. Apabila MK memutuskan bahwa presiden terbukti melalukan pelanggaran hukum DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan agau wakil presiden ke MPR.

4. Keputusan DPR atas usul pemberhentian presiden harus diambil dalam Rapat Paripurna MPR hang dihadiri oleh sekurang kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang kurangnya 2/3 dari jumlah anggota hang hadir. Setelah presiden dan atau wakil presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam Rapat Paripurna MPR.

Ilham juga menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi kemungkinan upaya pemberhentian dilakukan dan menentukan seberapa hasilnya. Faktor-faktor itu ia kutip dsri Jody C. Baumgartner ‘Cheking Executive Power Presidential Impeachment in Comparative Perpective.

Faktor pertama yakni keseimbangan kekuasaan antara berbagai cabang lembaga negara yang terlibat dalam pemberhentian. Jika presiden cukup lemah, memiliki kekuasaan lebih lemah dari kekuasan legislasi, ketika berhadap hadapan dengan badan legislatif. Kemungkinan besar terjadinya dan berhasilnya pemberhentian.

“Jika proses seleksi hakim, Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, dikuasai oleh presiden, dan jika salah satu atau keduanya terlibat dalam persidangan untuk memberhentikan presiden, upaya pemberhentian secara teoritis memiliki peluang yang sangat kecil,” ucap dia.

Kedua, ketentuan konstitusi mengatur pemberhentian. Ilham menjelaska, lebih banyak institusi yang terlibat dalam proses pemberhentian, menjadikannya secara teoritis lebih sulit upaya pemberhentian presiden.

Ketiga, struktur partai politik. Dalam hal ini bentuk partai politik di masing masing negara sangat penting untuk memahami pemberhentian presiden. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yakni apakah sistem kepartaian dua atau banyak partai, agaimana melembagakan sistem kepartaian dalam pemilihan presiden, tingkat kedisiplinan parta, dan hubungannya yang dimiliki presiden dengan partai seberapa kuat.

Keempat, popularitas presiden sebelum dakwaan melalukan kesalahan. Sederhananya, kata dia, lebih sulit untuk memberhentikan presiden yang populer dari pada presiden yang tidak populer. Tentu saja popularitas presiden tidak dengan sendirinya menentukan jalannya upaya pemberhentian.

“Faktor-faktor lain seperti kondisi ekonomi, dan tekanan internasional,” ucap dia.

Partner Sindikasi Konten: indonesiainside
Diterbikan: oposisicerdas.com
Editor: Cici Farida
Foto: Pakar Hukum Tata Negara, Ilham Hermawan
Pakar Hukum Tata Negara Ilham Hermawan: Tidak Mudah Memberhentikan Presiden Jika Proses Seleksi Hakim MK dan MA dikuasai oleh Presiden Pakar Hukum Tata Negara Ilham Hermawan: Tidak Mudah Memberhentikan Presiden Jika Proses Seleksi Hakim MK dan MA dikuasai oleh Presiden Reviewed by Admin on Rating: 5

Tidak ada komentar