Breaking News

Mendorong Koalisi Masyarakat Sipil Lapor ke Pengadilan Kejahatan Internasional


KOMNAS HAM sudah final menyatakan kasus penembakan 6 anggota Laskar FPI adalah "pelanggaran HAM" dan proses pengadilan adalah tindak lanjut.

Presiden RI Joko Widodo tinggal memerintahkan kepada Jaksa Agung untuk mulai penyidikan. Mudah untuk menetapkan tersangka baik pelaku maupun penyerta termasuk kemungkinan atasan dari pelaku kejahatan.

Entah bentuk perlawanan atau pengaburan kasus, serangan kepada HRS terasa semakin membabi buta. Setelah kasus baru ditimpakan seperti soal test swab RS UMMI yang menyeret juga menantu HRS dan Direksi RS, kini soal pemblokiran rekening merajalela.

Di samping 59 rekening terkait FPI diblokir oleh PPATK juga tujuh rekening milik putera HRS pun diblokir. Ditambah informasi bahwa rekening pribadi Munarman yang konon sebagai biaya ibunya yang sakit juga turut diblokir.

Pemblokiran yang sebenarnya secara hukum tidak beralasan ini dapat digugat. Akan tetapi persoalannya adalah kuatnya kemauan politik yang tidak peduli akan hukum dan bermisi brutal untuk "menghabisi HRS, keluarga, FPI, dan segala keterkaitannya". Hal ini sesungguhnya masuk dalam ruang kesewenang-wenangan kekuasaan yang sekaligus menjadi lanjutan pelanggaran HAM secara terang-terangan.

Dalam kasus pembunuhan 6 anggota Laskar FPI terus digemakan suara pentingnya pembentukan TPF Independen di samping semangat menarik keterlibatan Mahkamah Internasional untuk obyektivitas dan keterbukaan proses peradilan.

Banyak pihak mencari solusi untuk mekanisme atau prosedurnya. Komnas HAM sendiri yang melapor kepada Presiden, semakin terlihat tidak dapat dipercaya.

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari banyak organisasi kepedulian HAM telah membuat buku saku tentang "International Criminal Court" sebagai lembaga peradilan kejahatan internasional yang siap mengadili kejahatan kemanusiaan dalam hal negara pelanggar HAM itu tidak ada kemauan (unwilling) dan tidak ada kemampuan (unability) memproses pelanggaran HAM.

Tampaknya perlu kebersamaan semua pihak untuk menguak pelanggaran HAM yang terjadi di negeri ini. Baik kasus 6 laskar FPI, kasus 21-22 Mei 2019, atau pun kasus tewasnya kurang lebih 700 petugas Pemilu pada Pilpres yang lalu. Menjadi terasa mutlak keterlibatan Pengadilan Kriminal Internasional mengingat ketidakmauan dan ketidakmampuan pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut.

Keluarga korban, tokoh dan aktivis, para pengacara, bersama-sama dengan Koalisi Masyarakat Sipil kiranya perlu mencari solusi. Pelaporan atau pengaduan kepada lembaga seperti International Criminal Court (ICC) menjadi salah satu upaya yang dinilai strategis dalam memperjuangkan dan menegakkan kebenaran dan keadilan.

Andaikata pemerintah mau "mundur sedikit" melangkah bersama rakyat, maka mungkin solusi bersama mengatasi problema dapat digalang. Akan tetapi bila "maju terus pantang mundur" maka posisi berhadap-hadapan pasti akan terjadi. Iklim politik yang tidak sehat seperti ini selalu berprinsip "menang dan kalah". Lalu negara (baca: pemerintah) tidak boleh kalah?

Jika demikian berlaku hukum:

"Fa idza jaa-a ajaluhum la yasta'khiruun saa'atan walaa yastaqdimuun" (QS Al A'raf 34).

Jika saat ajal telah tiba, maka tidak ada kekuatan apapun yang bisa mempercepat atau memundurkan. Itulah momen dari perubahan. Bisa 2024 bisa pula 2021. Wallahu a'lam.

Penulis: M. Rizal Fadillah

Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Makam Laskar FPI/Net

Disclaimer : Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Mendorong Koalisi Masyarakat Sipil Lapor ke Pengadilan Kejahatan Internasional Mendorong Koalisi Masyarakat Sipil Lapor ke Pengadilan Kejahatan Internasional Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar