Breaking News

Sniper dan Kekalahan Ahok di Pilkada DKI dalam Kasus Km 50


Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 anggota Laskar FPI di tol Cikampek, Km 50 tengah menyusun buku putih yang berisi berbagai bukti terjadinya pelanggaran HAM berat dalam kasus tersebut. Salah satu yang akan dipaparkan adalah bukti pemenuhan tiga unsur (terstruktur, sistematis, dan massif) pelanggaran HAM berat seperti diminta Menko Polhukam Prof Mahfud Md.
 
"Saya bisa paham bila Komnas HAM menyatakan hanya pelanggaran HAM biasa karena rujukannya tanggal 7 Desember 2020. Tapi kami tidak melihat peristiwa itu ujug-ujug tanggal 7," kata Ketua TP3 Abdullah Hehamahua dalam video Blak-blakan yang tayang di detikcom, Jumat (11/3/2021).

Tim, dia melanjutkan, menarik peristiwa itu jauh ke belakang dan ke depan. Alasannya, target utama dari terjadinya perisitwa itu adalah pentolan Front Pembelas Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS). Juga ormas-ormas Islam seperti Hizbut Tahrir Indonesia dan FPI. "Kami tarik ke peristiwa Pilkada DKI 2017 sebagai sumber pertama," kata Abdullah.

Kala itu Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) sebagai calon gubernur petahana yang didukung Presiden (Jokowi), kabinet, parpol-parpol, dan beberapa pengusaha besar ternyata kalah. Penyebabnya antara lain gerakan 212 di bawah komando HRS. Akibatnya HRS dipersekusi dan dikriminalisasi hingga akhirnya menetap di Arab Saudi selama tiga tahun.

Saat HRS ditemui di Saudi, Abdullah Hehamahua melanjutkan, dirinya diperlihatkan surat dari imigrasi Saudi. Isinya pernyataan adanya permintaan dari Indonesia agar menghalangi HRS kembali ke tanah air. Anehnya, ketika kembali ke tanah air dan melakukan sejumlah aktivitas terbuka seperti sengaja tak ada antisipasi memadai dari aparat keamanan. Hingga kemudian HRS dinyatakan melanggar protokol kesehatan.

Hal itu berlanjut hingga penguntitan HRS dan rombongan dari Sentul menuju arah Karawang. Dalam perjalanan terjadi saling salip sampai enam anggota Laskar FPI tewas. Di situlah, menurut Abdullah Hehamahua, terpenuhi unsur terstruktur dan sistematis.

Untuk unsur massif juga terpenuhi karena jumlah korban tewas lebih dari satu orang. "Lalu diikuti oleh pembubaran FPI dan penurunan baliho-baliho dan papan nama FPI yang melibatkan tentara," kata Master Pendidikan dari Institut Teknologi Megatec, Kuala Lumpur itu.

Hal lain yang luput dari perhatian Komnas HAM, kata Abdullah Hehamahua, adalah kehadiran seseorang berpakaian hitam dengan senjata laras panjang pada 6 Desember sore hari. Hal ini didapat berdasarkan keterangan sejumlah saksi mata di sekitar lokasi.

Dia merujuk pengalamannya saat menjadi penasihat KPK, 2005-2013. Pada 2009, Ketua KPK Antasari Azhar menjadi tersangka kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjara Nasrudin Zulkarnain.

Ternyata di persidangan terungkap tersangka eksekutor yang disewa gagal menunaikan tugas karena pistol macet. Tapi Nasrudin tetap tewas dengan peluru di bagian kepala.

"Jadi peluru yang mengenai korban adalah dari sniper, jarak jauh. Kalau bukan ahlinya tak mungkin tertembak karena mobil sedang bergerak. Jadi, kenapa Komnas HAM tidak mengambil pelajaran dari kasus tersebut, bahwa peluru itu bisa punya polisi, FPI, tapi juga bisa punya kelompok lain,?" papar Abdullah Hehamahua.

Abdullah juga menilai ada kejanggalan dari polisi di lapangan yang tidak memborgol empat anggota laskar. Akibatnya mereka disebut merampas senjata dan polisi lalu menghabisinya sebagai pembelaan diri.

Keanehan lain, polisi melakukan pembongkaran dan pembersihan lokasi kejadian. Padahal di situ ada banyak barang bukti yang semestinya dijaga hingga kasus benar-benar berkekuatan hukum tetap.

"Kenapa dibongkar habis? Itu barang bukti yang menurut KUHAP harus dijaga. Terus orang-orang di sekitar lokasi diambil hp-nya lalu dihapus rekaman (foto/video) di dalamnya," kata Abdullah Hehamahua.

Abdullah Hehamahua optimistis buku putih yang disebutnya tengah disusun oleh berpengalaman menulis biogafi para tokoh itu akan selesai sebelum akhir Maret ini. "Äkan kami serahkan ke para pihak terkait di pemerintah," katanya.

Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Abdullah Hehamahua/Net
Sniper dan Kekalahan Ahok di Pilkada DKI dalam Kasus Km 50 Sniper dan Kekalahan Ahok di Pilkada DKI dalam Kasus Km 50 Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar