Cerita Rumah Dinamit Peninggalan Belanda di Puncak Bukit Klaten
Sebuah bangunan menyerupai rumah berdiri di puncak bukit kapur Dusun Mojo Pereng, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten. Posisinya terpencil di pucuk bukit dan tak ada akses jalan, listrik, air dan jauh dari permukiman.
Jika dilihat dari kejauhan, sepintas rumah tersebut seperti kepala kura-kura atau siput. Sebab di sebelah selatan masih ada bukit kapur cukup luas yang membentuk seperti cangkang. Kalau dilihat lebih dekat, bukit setinggi sekitar 100 meter itu lebih mirip karang laut. Batu kapur tempat rumah berdiri tampak berlumut.
Ternyata, rumah itu dijuluki rumah dinamit atau untuk menyimpan bahan peledak untuk pertambangan kapur.
"Dulu rumah itu untuk menyimpan bahan peledak dan buktinya dinamakan Bukit Patrum, Patrum kan artinya peledak. Bukitnya itu dulu ditambang dengan peledak," ungkap tokoh masyarakat Desa Krakitan, Sunu (72) Hardiyanto, saat ditemui detikcom di rumahnya, Sabtu (10/4/2021).
Sunu menceritakan, pertambangan batu kapur di desanya itu menurut cerita turun-temurun sudah berlangsung sejak zaman Belanda. Batu kapur dari lokasi digunakan untuk proses pembuatan gula di PG Gondang Baru yang didirikan sekitar tahun 1860.
"Batu kapur digunakan untuk membuat gula pasir di PG Gondang. Karena dulu untuk menggali manual sulit digunakanlah bahan peledak atau Patrum dan kapurnya dibawa ke pabrik," tutur Sunu.
Rumah dinamit di puncak bukit Patrum, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten, Sabtu (10/4/2021). Foto: Achmad Syauqi/detikcom |
Sunu mengungkapkan, saat dirinya masih kecil, jumlah rumah penyimpanan bahan peledak di atas bukit itu ada dua. Bahkan dulu di atas bukit itu tanahnya lapang.
"Dulu di atas bukit itu bisa buat bermain bola karena lapang. Dulu ada dua rumah tapi sekitar tahun 1966-an mulai ditambang manual dengan linggis sehingga bukit terus berkurang dan rumah satunya ikut hilang," papar Sunu.
Menurut Sunu, penambangan manual yang tidak terkontrol menyebabkan penambangan tidak teratur sehingga menyisakan rumah di atas bukit tapi terpisah dari bukit lain. Lokasi pun jadi curam dan cekungan.
"Jadi bukitnya cekung terpisah. Rumah itu bukan rumah hantu tapi penyimpan bahan peledak, ukurannya 2x2 meter, bangunannya tembok dan dibangun zaman Belanda," kata Sunu.
Belanda, lanjut Sunu, juga membangun jalur rel kereta kecil (lori) di sekitar bukit. Jalur rel itu sampai ke PG Gondang untuk mengangkut batu kapur.
"Dulu ada rel lori, sekitar tahun 1980-an rel sudah tidak digunakan dan sekarang hilang. Jadi ada sejarahnya tapi mulai ditambang tahun berapa tidak ada catatan," imbuhnya.
Warga setempat lainnya, Oktora Fitriawan (15), mengaku pernah naik ke rumah tersebut beberapa tahun lalu. Isinya bekas peralatan tambang.
"Saya pernah naik ke rumah itu, isinya tiga besi mirip pedang. Saya naik melalui pohon di dekatnya sebab tidak ada jalan," kata Oktora.
Sementara itu, Kades Krakitan, Kecamatan Bayat, Nurdin, mengatakan rumah di pucuk bukit tersebut adalah bekas lokasi penyimpanan dinamit.
"Itu rumah dinamit untuk tambang kapur dulunya, bukan rumah hantu. Untuk menghilangkan kesan seram maka kita jadikan tempat wisata," kata Nurdin kepada detikcom.
Destinasi wisata Bukit Patrum itu dirintis sejak tahun 2018 lalu. Karena keunikannya, kunjungan wisatawan terbilang cukup ramai.
"Kunjungan lumayan sebab sehari libur bisa 500 orang pengunjung. Tapi setelah pandemi COVID untuk sementara ditutup menunggu kondisi membaik," papar Nurdin.
Wisata Bukit Patrum, lanjutnya, baru menghasilkan pendapatan sekitar Rp 18 juta tahun lalu dan langsung dikembalikan untuk perbaikan sarana.
"Kita buatkan tangga bordes untuk naik ke bukit di sebelah rumah itu. Sebab untuk membuat tangga batu biaya mahal," imbuh Nurdin.
Source: Silahkan Klik Link Ini
Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Rumah dinamit di puncak bukit Patrum, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten, Sabtu (10/4/2021). Foto: Achmad Syauqi/detikcom
Cerita Rumah Dinamit Peninggalan Belanda di Puncak Bukit Klaten
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar