Breaking News

Mantan KSAU Sempat Heran Harus Minta Izin Singapura untuk Terbang dari Tanjungpinang ke Natuna


Polemik muncul di tengah masyarakat sejak perjanjian kesepakatan Re-alignment Flight Information Region (FIR) atau Penyesuaian Area Layanan Navigasi Penerbangan antara Indonesia dengan Singapura yang ditandatangani pada 25 Januari 2022 lalu.

Dalam polemik tersebut, muncul juga kedaulatan negara sebagai sebuah isu yang kerap didiskusikan.

Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim menceritakan pengalamannya terkait dengan FIR yang hari-hari ini masih diperbincangkan oleh masyarakat.

Chappy mengungkapkan dirinya baru mengetahui tentang FIR tersebut pada tahun 1974 ketika ia bertugas sebagai perwira Skadron Udara II Halim Perdanakusuma mulai terbang operasional setelah lulus dari Sekolah Penerbang pada 1973.

Saat bertugas menerbangkan pesawat Dakota untuk mengirimkan dukungan logistik ke pasukan perbatasan, Chappy heran karena harus meminta clearence atau izin dari otoritas penerbangan Singapura saat akan terbang dari Tanjung Pinang menuju Natuna.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk "Quo Vadis Perjanjian FIR (Flight Information Region) Indonesia-Singapura" yang disiarkan di kanal Youtube Forum Insan Cita pada Minggu (13/2/2022).

"Pada saat saya ingin berangkat dari Tanjung Pinang menuju Natuna saya baru terperanjat ternyata harus mendapatkan clearence dari otoritas penerbangan Singapura. Sesuatu yang sangat aneh bagi saya," kata Chappy.

Ketika itu, Chappy telah menyampaikan mengenai persoalan tersebut di jajaran Skadron dan satuan-satuan di atasnya.

Namun demikian diakui Chappy, ketika itu tidak ada yang peduli.

Pergulatannya dengan isu FIR kemudian berlanjut saat ia menjabat sebagai Direktur Operasi dan Latihan (Diropslat) TNI AU sekira tahun 1997.

Ketika itu, Chappy berhadapan dengan banyak persoalan terkait wilayah udara kedaulatan.

Hingga akhirnya pada tahun 2003, ketika menjabat sebagai KSAU ia mengusulkan untuk menghentikan sementara Defence Cooperation Agreement (DCA) terkait area latihan militer karena banyak persoalan yang harus diselesaikan.

"Dan pada saat itulah masalah FIR mulai mencuat karena saya membawa itu ke Komisi I dan saya melaporkan langsung ke Panglima TNI, juga kepada Presiden dan Pak Menlu (Hassan) Wirajuda mengetahui. Pada saat itulah masalah FIR mulai diangkat ke tingkat strategis," kata dia.

Pada tahun 2015, lanjut Chappy, ia mendapat kesempatan untuk menjelaskan sendiri kepada Presiden tentang masalah FIR tersebut.

Tidak lama setelah itu, kata dia, Presiden kemudian mengeluarkan perintah untuk mengambil alih FIR Singapura pada 2015.

"Dan gongnya sendiri pada 25 Januari 2022 Presiden sendiri mengatakan bahwa sekarang FIR Jakarta telah mencakup seluruh wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia. Itu pernyataan Presiden pada pidato tanggal 25 Januari," kata Chappy.

Namun demikian, sampai saat ini ia tidak mengetahui betul apa yang sebenarnya terjadi di balik pernyataan Presiden tersebut.

Padahal menurutnya, hal tersebut adalah hal yang penting untuk memahami FIR yang saat ini tengah menjadi perbincangan di masyarakat.

"Sekali lagi saya ingin menggarisbawahi bahwa penjelasan-penjelasan yang mengikutinya itu kita memang belum menerima. Seperti juga Pak Hasan tadi mengatakan keterbatasan kita dalam menganalisis ini adalah kita tidak mengetahui betul apa sebenarnya yang terjadi dari pernyataan presiden itu," kata dia.

Sumber: tribunnews
Foto: Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim dalam diskusi bertajuk "Quo Vadis Perjanjian FIR (Flight Information Region) Indonesia-Singapura yang disiarkan di kanal Youtube Forum Insan Cita pada Minggu (13/2/2022)./Tangkapan Layar: Kanal Youtube Forum Insan Cita
Mantan KSAU Sempat Heran Harus Minta Izin Singapura untuk Terbang dari Tanjungpinang ke Natuna Mantan KSAU Sempat Heran Harus Minta Izin Singapura untuk Terbang dari Tanjungpinang ke Natuna Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar