Kisah Djuwari, Satu-satunya Pemikul Tandu Jenderal Sudirman yang Masih Hidup
Jenderal Sudirman terkenal dengan taktik gerilyanya dalam menghadapi Belanda di masa pertempuran mempertahankan kemerdekaan. Dikawal sekelompok tentara kecil dan dokter pribadinya, Sudirman harus ditandu menembus belantara di Jawa Tengah hingga Jawa Timur sejauh 100 km selama sekitar tujuh bulan.
Dari kisah itu kita bisa membayangkan bagaimana beratnya perjuangan Sudirman beserta prajuritnya itu, termasuk empat orang yang menandunya. Satu-satunya pemikul tandu Jenderal Sudirman yang masih hidup hingga kini diketahui bernama Djuwari.
Djuwari dan tiga pemikul tandu lainnya diketahui berasal dari Dusun Goliman, Desa Parang, Kecamatan Banyakan, Kediri, Jawa Timur.
Melihat sosok Djuwari tak nampak kegagahan seperti saat memanggul tandu Panglima Besar Jenderal Sudirman. Namun dipandang lebih dekat, baru tampak sisa-sisa kepahlawanan pemuda Djuwari. Sorot mata kakek 13 cucu itu masih menyala, menunjukkan semangat perjuangan periode awal kemerdekaan.
Sang pemanggul tandu Panglima Besar itu mengenakan baju putih teramat lusuh yang tidak dikancingkan. Sehingga angin pegunungan serta mata manusia bebas memandang perut keriputnya yang kurus.
Sedangkan celana pendek yang dipakai juga tak kalah lusuh dibanding baju atasan.
Rumah-rumah di Dusun Goliman termasuk area kediaman Djuwari tak begitu jauh dari kehidupan miskin. Beberapa rumah masih berdinding anyaman bambu, jika ada yang bertembok pastilah belum dipermak semen.
Sama halnya dengan kediaman Djuwari yang amat sederhana dan belum dilengkapi lantai.
“Yang penting sudah tahu manggul Jenderal, Pak Dirman. Aku manggul dari Goliman hingga Bajulan, itu masuk Nganjuk,” ujar Djuwari.
Dia bercerita, memanggul tandu Pak Dirman (panggilannya kepada sang Jenderal) merupakan kebanggaan luar biasa. Kakek yang memiliki tiga cicit itu mengaku memanggul tandu jenderal merupakan pengabdian. Semua itu dilakukan dengan rasa ikhlas tanpa berharap imbalan apapun.
Sepanjang hidupnya menjadi eks pemanggul tandu Sudirman, keluarga Djuwari beberapa kali didatangi cucu Panglima Besar. Pernah suatu kali diberi uang Rp500.000, setelah itu belum ada yang datang membantu.
“Dulu gotong tandunya gantian mas, kira-kira ada orang tujuh, yang ikut manggul dari Goliman adalah Warso Dauri (kakak kandungnya), Martoredjo (kakak kandung lain ibu), dan Djoyo dari (warga Goliman),” ujarnya.
Perjalanan mengantar gerilya Jenderal Sudirman seingatnya dimulai pukul 08.00 WIB dengan dikawal banyak pria berseragam. Rute yang ditempuh teramat berat karena melewati medan berbukit-bukit dan hutan yang amat lebat.
Seringkali perjalanan berhenti untuk beristirahat sekaligus memakan perbekalan yang dibawa.
“Dari Bajulan (Nganjuk), saya dan pemikul lain terus balik ke Goliman. Waktu itu dikasih kain dan sarung,” tuturnya.
Ayah dari empat putra dan empat putri itu menambahkan, waktu itu, istrinya (almarhumah) amat senang menerima kain pemberian Sang Jenderal. Saking seringnya dipakai, kain itu pun akhirnya rusak, sehingga kini Djuwari hanya tinggal mewariskan cerita kisahnya mengikuti gerilya.
“Pak Dirman pesan, hidup itu harus rukun, sama tetangga saling sapa, satu desa harus rukun semua,” katanya.
Sumber: inews
Foto: Djuwari, satu-satunya pemikul tandu Jenderal Sudirman yang masih hidup. (Foto: Istimewa)
Kisah Djuwari, Satu-satunya Pemikul Tandu Jenderal Sudirman yang Masih Hidup
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar