Breaking News

Kisah Nuraeni, Pejuang Perempuan Pesisir Mengentaskan Kemiskinan dan KDRT


Hidup kami itu seperti di lautan. Kadang ombaknya besar, kadang pula ombaknya kecil. Masalah selalu ada, tinggal bagaimana mengatasinya agar menjadi lebih baik,” kata Ketua Koperasi Wanita Nelayan (KWN) Fatimah Azzahra, Nuraeni (53), menggambarkan kerasnya kehidupan perempuan pesisir di Kampung Nelayan Paotere, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).

Berlokasi tidak jauh dari jantung Kota Daeng, kehidupan di kampung nelayan memang masih memprihatinkan. Permasalahan sosial di sana sangat kompleks. Mulai dari lingkaran kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan, hingga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ironisnya, mereka yang menjadi korban rata-rata merupakan perempuan dan anak-anak.

Nuraeni tergerak untuk mengakhiri atau setidaknya menekan lingkaran problematika tersebut. Ibu tiga anak ini hadir memberikan solusi lewat wirausaha sosial dan sekolah non-formal untuk perempuan pesisir dan anak-anak kampung nelayan. Perlahan tapi pasti, usahanya mulai membuahkan hasil, bahkan disokong pemerintah dan swasta.

Di rumahnya yang terletak di Jalan Barukang III, Kecamatan Ujung Tanah, Nuraeni membuka Sekolah Perempuan Pesisir dan Sekolah Anak Percaya Diri. Para peserta didiknya rata-rata merupakan korban KDRT. Untuk perempuan, mereka dilatih keterampilan bisnis pengolahan ikan sehingga kelak diharap bisa mandiri. Sedang untuk anak, mereka diajari etika dan diberi kepercayaan diri.

Tidak ada persyaratan khusus untuk masuk ke sekolah non-formal binaan Nuraeni. Biayanya pun gratis. Niat perempuan kelahiran 6 Agustus 1969 itu sangat mulia. Semata ingin melihat perempuan pesisir yang didominasi istri nelayan menjadi berdaya dan mandiri, sehingga mampu membantu sang suami dalam menopang ekonomi rumah tangganya.

Sudah menjadi rahasia umum, banyak nelayan yang terjerat utang oleh tengkulak. Praktik ini membuat kehidupan keluarga nelayan sulit keluar dari lingkaran kemiskinan. Kondisi ekonomi yang serba sulit itu pula yang pada akhirnya menjadi pemicu beragam permasalahan sosial di pesisir, mulai dari eksploitasi anak hingga KDRT.

Nuraeni bercerita beratnya perjuangan untuk mengawali sekolah non-formal bagi perempuan pesisir dan anak-anak di kampung nelayan. Sama halnya saat memulai wirausaha sosial bisnis pengolahan ikan. Mereka yang menentang adalah para suami yang rata-rata adalah nelayan dan juga tengkulak.

Resistensi muncul karena dampak positif kegiatan itu tidak instan. Semisal saat mengajak istri nelayan untuk mengikuti pelatihan keterampilan pengolahan ikan, sang suami terkadang tidak setuju. Mereka berpikir pelatihan itu merupakan kegiatan sia-sia karena tidak langsung menghasilkan uang.

Begitu pula, kala anak-anak sekitar diajak untuk mengenyam pendidikan karakter, orang tuanya tidak jarang menolak karena menganggap sang anak akan lebih berguna jika membantu bekerja di pelabuhan. Belakangan, tatkala usaha itu sudah menuai cuan dan sekolah non-formal itu mengubah perilaku anak lebih baik, barulah mereka akhirnya mendukung.

“Sekarang ini peserta didik untuk sekolah anak sudah sekitar 70 orang. Kalau untuk sekolah perempuan sekitar 40 orang dari 4 RW,” ucap alumnus Universitas Hasanuddin angkatan 1987 itu.

Nuraeni mengaku senang dengan perubahan nasib dan perilaku anak dan perempuan pesisir berkat sekolah non-formal tersebut. Paling tidak, saat ini konflik dalam rumah tangga semakin berkurang karena ekonomi mereka perlahan membaik. Kasus anak putus sekolah pun semakin minim.

“Jelas sekarang kan ada perubahan. Tingkat kesejahteraan mereka (perempuan pesisir) kan sekarang lebih baik, karena ada nilai tambah ekonomi. Mereka punya penghasilan tambahan untuk membantu suaminya. Jadinya tingkat konflik kan berkurang, lalu anaknya pun mulai bersekolah, karena mereka sudah biasa membiayai,” jelasnya.

Salah seorang perempuan pesisir di Ujung Tanah, Ita Purnamasari, bercerita besarnya dampak sekolah non-formal dan KWN Fatimah Azzahra bagi kehidupan keluarganya. Mulanya, ia sebatas mengikuti pelatihan keterampilan dan membantu mengurus lansia yang menjadi salah satu program wirausaha sosial dari Nuraeni.

Setelah itu, Ita semakin aktif dan akhirnya menjadi member KWN Fatimah Azzahra. Semuanya dilakukan demi membantu menopang ekonomi keluarga, apalagi pendapatan suaminya sebagai nelayan tidak menentu. Saat cuaca buruk atau pelelangan ikan sepi, terkadang sama sekali tidak ada pemasukan.

“Saya melihat di KWN Fatimah Azzahra itu ada peluang untuk bekerja tanpa meninggalkan keluarga. Saya tetap bisa mengurus suami dan anak. Ya, setelah bekerja, kondisi rumah tangga saya menjadi lebih baik dan ekonomi juga bagus. Jadi, walau suami tidak memberi secukupnya, saya punya penghasilan sendiri,” tuturnya.

Zero to Hero

Nuraeni tidak pernah menyangka mampu mengubah musibah menjadi anugerah berupa keberhasilan dalam dunia usaha dan sosial. Dahulu, ia mengenang sempat terpuruk setelah setelah suaminya, Ambo Rusdi, meninggal dunia pada 2004.

Kala itu, Nuraeni galau memikirkan nasibnya karena sama sekali tidak memiliki pekerjaan dan ada tiga anak yang harus dihidupi. Bermodal kegigihan, ia sukses membalikkan nasibnya lewat kesuksesan pada bisnis pengolahan ikan dengan memberdayakan perempuan pesisir. Produknya pun kian beragam, mulai dari abon ikan, bandeng tanpa tulang hingga bakso dan nugget.

“Bisa dibilang mungkin itulah yang disebut the power of kepepet. Tapi, usaha ini juga dibangun atas keprihatinan terhadap kehidupan perempuan pesisir. Kalau suaminya tidak melaut, mereka kan terpaksa mengutang ke tengkulak. Perekonomian mereka rapuh dan itulah yang membuat rawan terjadinya KDRT dan anak putus sekolah,” tuturnya.

Setelah sukses, hari-hari Nuraeni kini disibukkan dengan berbagai kegiatan bermanfaat. Tidak melulu mengurus soal bisnis pengolahan ikan yang jangkauannya sudah ke luar provinsi, semisal Jakarta, Papua, Surabaya dan Palembang. Nuraeni juga aktif tampil menjadi pembicara yang dapat menginsipirasi perempuan maupun pelaku UMKM.

Selain itu, beragam kegiatan sosial masih rutin dilaksanakan oleh KWN Fatimah Azzahra. Di samping sekolah non-formal untuk perempuan pesisir dan anak-anak di kampung nelayan, pihaknya juga rutin memfasilitasi untuk memberi makanan gratis beserta paket pengobatan dasar untuk lansia. Juga setiap pekan dilaksanakan pengajian.

“Kan tiap produk, saya selalu sisihkan dari keuntungan. Jadi, orang yang membelinya secara tidak langsung sudah beramal. Intinya, jangan menunggu menjadi kaya baru mau membantu orang yang membutuhkan di sekitar Anda. Saya percaya, perbuatan baik pasti akan berbuah manis,” jelas pelaku wirausaha sosial dengan ratusan penghargaan itu.

Selaras Program KPPPA

Beragam program sosial yang dijalankan Nuraeni lewat KWN Fatimah Azzahra ternyata selaras dengan program dan kebijakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Di antaranya perihal komitmen untuk melawan dan menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan serta eksploitasi anak.

Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, mengajak seluruh pihak untuk melawan hal tersebut. Terlebih, dalam momentum memperingati 16 Hari Tanpa Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) yang dilaksanakan setiap 25 November sampai 10 Desember mendatang.

“Melalui peringatan 16 HKTP tahun 2022, kami mengajak seluruh pemangku kepentingan agar bersatu dalam upaya memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, yang saat ini masih menjadi fenomena gunung es. Kepada seluruh perempuan Indonesia, ayo berani bicara untuk mengungkapkan kasus kekerasan ini mulai dari sekarang,” kata Menteri Bintang, dalam siaran persnya.

Ia juga mendorong agar anak di Indonesia untuk senantiasa percaya diri dan semangat dalam mewujudkan impiannya. Tidak lupa diingatkan agar anak di negeri untuk selalu menghindari perilaku negatif. Adapun untuk orang tua, diingatkan agar memenuhi pemenuhan kebutuhan anak, serta menghindari tindak kekerasan dan eksploitasi.

“Meskipun anak-anak turut aktif membantu orang tuanya secara ekonomi, tidak boleh dilupakan bahwa hak-hak dasar mereka sebagai seorang anak harus terpenuhi,” tegasnya.

Sumber: pojoksatu
Foto: Pejuang Perempuan Pesisir Nuraeni/Net
Kisah Nuraeni, Pejuang Perempuan Pesisir Mengentaskan Kemiskinan dan KDRT Kisah Nuraeni, Pejuang Perempuan Pesisir Mengentaskan Kemiskinan dan KDRT Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar