Viral Debat Bambang Pacul vs Aktivis di Rapat DPR Jadi Sorotan YLBHI
Debat antara anggota DPR dan aktivis hukum di ruang rapat menuai sorotan di
Twitter. Anggota DPR Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) menyatakan aktivis di
depannya tidak berhak menuntut penjelasan DPR soal aspirasinya. Begini debat
lengkapnya.
Sorotan diunggah oleh akun Twitter bercentang biru dari Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), diakses detikcom pada Jumat (18/11/2022).
YLBHI mengulas rapat yang membahas soal Revisi KUHP pada Senin (14/11) lalu.
Saat itu, Komisi III DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan
Aliansi Reformasi KUHP.
YLBHI mengunggah suara Bambang Pacul dalam rapat tersebut. Sebagai pimpinan
rapat, dia menghentikan kalimat lawan bicaranya, yakni perwakilan Aliansi
Reformasi KUHP dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Antoni
Putra.
"Sudah, sudah. Stop! Stop! Anda pelajari dulu mekanisme yang ada di DPR.
Anda ini seolah-olah menuntut kami. Anda nggak punya hak. Jangan-jangan Anda
pun ketika pemilu nggak nyoblos, kemudian Anda menuntut. Ngaco aja kamu.
Nggak boleh! Ini sudah kebaikan DPR mendengarkan dikau. Stop hadirin! Udah,"
kata Bambang Wuryanto.
YLBHI mengkritik Bambang Pacul, yang merupakan anggota DPR dari Fraksi PDIP.
YLBHI tidak setuju dengan sikap Bambang Pacul yang menempatkan Aliansi
Reformasi KUHP sebagai subordinat (pihak yang berposisi lebih rendah) dari
anggota DPR. DPR harus menghormati Aliansi yang datang di rapat sebagai
penyampai aspirasi.
YLBHI juga tidak setuju dengan Bambang Pacul perihal rapat dengar pendapat
tersebut merupakan kebaikan DPR. Rapat dengar pendapat itu bukanlah kebaikan
DPR melainkan sudah diatur di undang-undang.
"Pemberian masukan oleh Aliansi bukan karena kebaikan dari DPR RI
sebagaimana pernyataan Pimpinan RDPU, melainkan dijamin oleh Pasal 96 ayat
(1) UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," kata YLBHI.
Kita cuman nanya, pasca pembahasan RKUHP antara rakyat dengan DPR, langkah konkrit apa yang akan mereka lakukan?
— YayasanLBHIndonesia (@YLBHI) November 15, 2022
Eh, malah dijawab begini :(#SemuaBisaKena pic.twitter.com/gTSgtV2hax
YLBHI juga mengkritik, Bambang Pacul tidak pantas membeda-bedakan penyampai
aspirasi atas dasar sikapnya pada pemilu, yakni apakah si penyampai aspirasi
ini mencoblos di pemilu atau tidak.
Sebenarnya bagaimana debat itu berlangsung? Simak petikan percakapan lengkap
dalam momen yang disorot YLBHI tersebut:
Debat lengkap
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), 14 November 2022
Lokasi: Ruang Rapat Komisi III DPR
Pimpinan rapat: Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto (Bambang Pacul)
Pihak yang diundang rapat: Aliansi Nasional Reformasi KUHP
Isu yang dibahas: RUU KUHP
Dua pihak yang berdebat:
1. Pimpinan rapat
- Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto
2. Aliansi Nasional Reformasi KUHP
- Peneliti PSHK dari Aliansi Nasional, Antoni Putra
- Ketua Persatuan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani
Percakapan:
Antoni Putra:
Bila rekan-rekan tadi sudah menjelaskan panjang lebar mengenai substansi
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini, kami di sini justru
menyoroti dari proses yang dijalankan.
Kami bukan ingin mengkritisi dan sebagainya tapi lebih kepada mendukung
transparansi dan akuntabilitas yang dijalankan oleh DPR.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Pimpinan tadi bahwa pembahasan RKUHP ini
sudah terbuka, drafnya sudah bisa diakses di mana-mana sehingga tidak ada
lagi tudingan DPR melakukan pembahasan secara diam-diam.
Namun di sisi lain, kami juga menyadari bahwa sebelum ini pemerintah bersama
DPR sudah melakukan banyak RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) dalam rangka
menjaring masukan masyarakat.
Concern kami di sini bukan soal itunya, tapi mempertanyakan sejauh mana
aspirasi masyarakat ini diakomodir dalam RUU yang dibentuk.
Concern-nya bukan kami menekankan bahwa setiap masukan harus selalu
diakomodir, tapi kami lebih mempertanyakan, kami lebih kepada menginginkan
penjelasan apabila masukan itu tidak diakomodir maka apa alasannya. Ini
muncul, karena dalam beberapa hal posisi kami justru tidak jelas.
Misalnya, belajar dari proses pembentukan undang-undang sebelumnya,
keikutsertaan koalisi atau salah satu lembaga yang tergabung dalam koalisi
justru hanya dijadikan sebagai justifikasi bahwa partisipasi publik sudah
dilakukan, sementara posisi lembaga yang bersangkutan tidak dijelaskan
apakah dia menerima atau menolak, kemudian pada tahap mana lembaga-lembaga
itu diikutsertakan juga tidak dijelaskan.
Misalnya saya memberikan contoh dalam pembentukan Revisi Undang-undang P3,
kemudian dalam pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja, nah ...
Bambang Pacul:
Begini, adinda. Dikau tadi kan sudah kita sepakati (bahwa) ini proses
(pembahasan RUU KUHP) sudah berlangsung lama, dikau kalau belum cocok di
pasal yang sudah di-upload, dikau ngomong itunya. Kalau ini ngomong
perjalanan historinya, panjang.
Antoni Putra:
Nah ini perlu kami tegaskan, karena dalam beberapa keterangan misalnya dalam
pengujian Undang-Undang P3 sekarang yang dilakukan di MK, tiba-tiba posisi
PSHK di situ ikut terlibat dalam partisipasi. Sementara PSHK saat ini ikut
mendorong pengujian Undang-Undang tersebut. Nah, kami di internal sendiri
kebingungan, ini partisipasi kami di tingkat mana apakah di sini kami
menolak atau menerima
Nah, di sini kami lebih mendorong supaya pemerintah dan DPR lebih
menjelaskan, apabila nanti masukan ini tidak diterima, kami ingin
mendapatkan penjelasan apa alasannya. Mungkin sekian dulu.
Bambang Pacul:
Yo wis, oke, paham. Hadirin sekalian, karena masih muda-muda nih. Perlu saya
sampaikan, yang dikau sampaikan sebagai aspirasi itu pun tidak tunggal.
Antara pemberi aspirasi saja beda pendapat, kan begitu. Di kita (Komisi III
DPR), ini Pak Arsul Sani mewakili PPP, Pak Teri mewakili PDI Perjuangan, itu
nanti juga beda pendapat.
Jadi, adinda, kami tidak punya kewajiban menjelaskan kenapa aspirasimu tidak
masuk, tetapi kamu boleh berusaha dalam rapat-rapat kami aspirasimu
dibicarakan apa tidak, penolakannya seperti apa. Gitu bisa. Kewajiban kami
tidak.
Begitu ya. Opo meneh?
Antoni Putra:
Dengan adanya RDPU ini, apa langkah yang akan dilakukan oleh Komisi III DPR,
apakah akan bentuk tim lagi atau bagaimana?
Bambang Pacul:
Aduh, sudah-sudah, stop! Stop! Stop! Anda pelajari dulu mekanisme yang ada
di DPR!
Anda ini seolah-olah menuntut kami. Anda nggak punya hak!
Jangan-jangan Anda pun ketika pemilu nggak nyoblos, kemudian Anda menuntut?
Ngaco aja kamu. Nggak boleh!
Ini sudah kebaikan DPR (untuk) mendengarkan dikau.
Saya stop, tadi udah. Jadi Anda udah bicara, ini sudah satu setengah jam,
bos.
Julius Ibrani:
Pimpinan, kalau boleh diizinkan, saya meluruskan, izin Pimpinan. Teman-teman
bukan dalam posisi subordinatif untuk menuntut. Ini supaya diskusi juga
tidak kemudian jadi ada satu anggapan bahwa ini tekanan tuntutan, nggak,
seperti itu.
Bambang Pacul:
Begini, sudahlah, sudahlah, Mas. Yang hari ini dikau juga mendengarkan
sendiri, dia mengatakan, "Kalau aspirasi saya tidak diterima, alasannya apa
(suara berteriak memekik)!"
Julius Ibrani:
Majelis, satu, tidak menggunakan intonasi yang demikian, kalau itu saya
tidak.
Bambang Pacul:
Ya pasti nggak. Gayaku beda sama dia. Intinya sama, Mas. Ya. Sudah lah, tadi
aspirasi sudah kita dengerin. Yang belum bicara siapa? Silakan, Mbak,
langsung lihat pasalnya, Mbak.
(Pembicara selanjutnya, Marsya M Handayani dari Indonesian Center for
Environmental Law)
Demikianlah debat anggota DPR versus aktivis hukum dari Aliansi Nasional
Reformasi KUHP. Bagaimana menurut Anda, pembaca yang budiman? Apakah menurut
Anda pihak Aliansi Nasional tidak berhak menuntut penjelasan DPR atas
aspirasinya yang ditolak? Anda lebih setuju aktivis atau Bambang Pacul yang
merupakan anggota DPR?
Sumber:
detik
Foto: Dua pihak yang debat dalam rapat: Bambang Wuryanto anggota DPR versus
Antoni Putra dari PSHK. (Repro detikcom dan foto dari PSHK)
Viral Debat Bambang Pacul vs Aktivis di Rapat DPR Jadi Sorotan YLBHI
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar