Doktrin “Petugas Partai” Melanggar Konstitusi untuk Merusak Bangsa
MENURUT Undang-Undang Dasar hasil amandemen sebanyak empat kali sepanjang 1999-2002, pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh satu atau gabungan partai politik.
Artinya, pencalonan presiden harus dilihat sebagai kewajiban bagi partai politik. Dan kewajiban ini merupakan beban yang diamanatkan konstitusi kepada partai politik. Kenapa beban? Karena kemajuan bangsa ini ada di tangan partai politik, melalui pemilihan presiden, yang pencalonannya hanya bisa dari partai politik.
Maka dari itu, partai politik mempunyai tanggung jawab besar terhadap bangsa ini. Presiden dan wakil presiden yang dicalonkan harus mampu membawa bangsa ini menjadi lebih maju, sejahtera, dan adil.
Untuk memastikan hal ini, maka partai politik harus mengawasi dengan ketat semua kegiatan presiden dan wakil presiden terpilih, agar menjalankan roda pemerintahan sesuai perintah konstitusi.
Dengan demikian, partai politik mempunyai kewajiban dan tanggung jawab memilih anak bangsa yang terbaik, dengan rekam jejak prestasi dan akhlak yang sangat jelas, untuk menjadi pemimpin nasional.
Kalau presiden tidak menjalankan roda pemerintahan sesuai konstitusi, maka partai politik wajib koreksi melalui parlemen, dan jika perlu memberhentikan presiden dalam hal pelanggaran cukup berat, antara lain pelanggaran konstitusi.
Artinya, partai politik wajib mengawasi aktivitas presiden agar selalu taat hukum dan konstitusi. Artinya, partai politik tidak boleh mendikte atau mengendalikan presiden.
Karena, kalau partai politik mengendalikan presiden, maka partai politik menjadi bagian dari presiden (eksekutif), sehingga menjadi tidak independen, dan tidak bisa mengawasi presiden dan dirinya sendiri. Semua ini melanggar perintah konstitusi, yang mewajibkan partai politik mengawasi eksekutif.
Sebagai konsekuensi, dalam menjalankan kewajibannya, partai politik tidak boleh mempunyai pamrih untuk menjadikan presiden sebagai “petugas partai”, yang mempunyai makna dikendalikan partai, yang berarti melanggar konstitusi seperti dijelaskan di atas.
Kalau partai politik gagal menjalankan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan konstitusi, atau gagal menjalankan fungsi pengawasan terhadap presiden, maka partai politik tersebut wajib didiskualifikasi serta diberi sanksi berat karena melanggar konstitusi.
Setidak-tidaknya, rakyat wajib memberi sanksi kepada partai politik pelanggar konstitusi, dengan tidak memilih lagi partai politik perusak bangsa tersebut.
Artinya, rakyat harus menolak partai politik yang akan menjadikan presiden sebagai “petugas partai” dan rakyat harus menolak presiden yang pasrah dijadikan “petugas partai”. (*)
Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Sumber: fnn
Foto: Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan empat dengan Ketua Umum PDI Perjungan Megawati Soekarnoputri di Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat/Ist
Foto: Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan empat dengan Ketua Umum PDI Perjungan Megawati Soekarnoputri di Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat/Ist
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Doktrin “Petugas Partai” Melanggar Konstitusi untuk Merusak Bangsa
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar