Konflik Keluarga Keraton Solo, Dipicu Berebut Gelar Putra Mahkota?
Konflik keluarga Keraton Kasunanan Surakarta belum juga usai. Hal itu tentu menghambat pembangunan atau revitalisasi peninggalan kerajaan mataram itu.
Diketahui, konflik Keraton Surakarta yang kembali memanas pada penetapan putra mahkota yang sudah diputuskan oleh Paku Buwono XIII.
Kericuhan untuk kesekian kalinya diduga dipicu konflik internal keluarga pada Jumat (23/12/2022) petang sehingga sejumlah orang terluka.
Bentrokan diduga terjadi antara pihak Paku Buwono XIII (Hangabehi) dengan kubu Lembaga Dewan Adat (LDA) pimpinan GKR Koes Moertiyah atau akrab disapa Gusti Moeng.
Kapolresta Surakarta Kombes Pol Iwan Saktiadi, mengatakan tengah menyelidiki kasus bentrokan tersebut. Ia mengatakan kepolisian akan menindaklanjuti jika ada bukti yang mengarah ke tindak pidana.
"Kalau ada unsur yang mengarah ke pidana akan kami tindak lanjuti," kata Kapolres di Solo, Sabtu (24/12/2022).
Meski demikian, pihaknya tetap berharap kedua pihak yang berseteru tersebut dapat mengambil langkah damai.
"Kami akan mediasi," katanya.
Sebelumnya, konflik internal Keraton Surakarta kembali memanas menyusul munculnya isu pencurian dan penganiayaan yang melibatkan pihak dalam keraton.
Mengenai dugaan penganiayaan, Sentono Ndalem Keraton Kasunanan Surakarta, KRA Christophorus Aditiyas Suryo Admojonegoro mengaku telah dianiaya oleh putri Keraton Solo berinisial GKR TRKD.
Terkait kericuhan semalam, kuasa hukum KRA Christophorus Aditiyas Suryo Admojonegoro, Agung Susilo, melalui pesan tertulisnya mengatakan ada empat orang di pihaknya yang terluka.
"Dari satgas 4 orang luka di kepala," tulisnya.
Di pihak lain, Wakil Ketua LDA KP Eddy Wirabhumi mengatakan ada seorang di pihaknya yang mengalami luka. Beberapa korban luka telah dibawa ke Rumah Sakit Islam Kustati, Pasar Kliwon.
Dewan Adat
Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta yang diwakili oleh GKR Koes Moertiyah mengatakan keputusan penetapan putra mahkota bisa batal demi hukum, baik hukum adat maupun hukum negara.
PB XIII telah menetapkan putra tunggalnya hasil pernikahan dengan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu PB XIII Hangabehi, Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Purbaya sebagai putra mahkota.
Padahal, menurut GKR Koes Moertiyah atau biasa disapa Gusti Moeng tersebut, PB XIII memiliki putra tertua dari pernikahan sebelumnya, yakni KGPH Mangkubumi.
"Ini adiknya (Purboyo) dipaksa oleh ibunya (permaisuri). Dari ibunya saja gagal, (salah satunya) tidak memenuhi kriteria perawan," katanya Wunita yang sering dipanggil Gusti Moeng dikutip dari ANTARA di Solo, Sabtu (24/12/2022),
Oleh karena itu, ia menilai KGPH Mangkubumi lebih tepat ditetapkan sebagai putra mahkota, mengingat yang bersangkutan merupakan putra tertua PB XIII.
"Dia anak laki-laki tertua dari sinuwun (PB XIII), kan harus urut tua. (Penetapan putra mahkota sebelumnya) bisa batal demi hukum, hukum adat dan hukum nasional. (Mangkubumi) sudah dipilih abdi dalem dan sentono dalem," katanya lagi.
Terkait hal itu, hari ini usai kirab budaya pihaknya sekaligus melakukan alih asma (alih nama) Mangkubumi menjadi Hangabehi.
"Sejak dapat (nama) Mangkubumi, sentono dan abdi dalem tidak sreg, Keraton Surakarta tidak pakai Hangabehi untuk anak-anak tertua. Dari kesepakatan abdi dalem dan sentono (kerabat keraton), hari ini alih asma dari KGPH Mangkubumi ke KGPH Hangabehi. Hangabehi itu maksudnya menyeluruh, sebetulnya (nama tersebut) sama dengan yang sekarang jadi raja (PB XIII)," katanya.
Pemerintah Diminta Turun Tangan
Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo KRA Dani Nur Adiningrat mengatakan terkait dengan konflik yang terjadi pada Jumat (23/12) petang tersebut perlu adanya keterlibatan pemerintah.
"Kejadian ini adalah kejadian kekerasan yang terjadi beruntun, bukan cuma antara orang dan orang. Ini lebih saya sikapi adalah penyerangan terhadap para pelaku-pelaku budaya, tokoh budaya, masyarakat yang peduli budaya," ujar KRA Dani Nur Adiningrat di Solo, Sabtu (25/12/2022).
Ia mengatakan keraton sebagai salah satu pilar penyangga budaya sehingga perlu dijaga kelestariannya termasuk keamanannya.
"Mau dibawa ke mana, keraton kan merupakan kediaman raja, abdi dalem (pelaksana operasional) diminta menjaga kalau diserang oknum manapun artinya menyerang fisik dan kehormatan. Harapannya pemerintah turun tangan untuk mengamankan situasi, menjaga kondusivitas sinuwun (raja) dan keluarganya yang selama ini menjaga pilar kebudayaan bangsa dan diakui oleh pemerintah," katanya.
Termasuk mengenai penyerangan, ia meminta agar diusut tuntas siapa dalang dibaliknya.
"Dibalik penyerangan ini ada apa sehingga jelas. Ini kan bermula dari dugaan pencurian dan pengancaman pada salah satu pembantu yang menjaga di keputren, (bagian istana tempat tinggal para putri raja). Kok larinya ke penguasaan keraton," katanya.
Mengenai keberadaan LDA, dikatakannya, tidak ada lembaga apapun yang kewenangannya di atas raja.
"Keraton itu di zaman PB XII hingga XIII ini tidak ada lembaga apapun, atas nama apapun yang lebih tinggi daripada raja. Kawasan adat ini adalah taat, patuh, dan tunduk pada pemimpinnya, tanpa terkecuali," katanya.
Sumber: suara
Foto: Putra Mahkota Keraton Kasunanan Surakarta. ([Dok Suara Surakarta])
Konflik Keluarga Keraton Solo, Dipicu Berebut Gelar Putra Mahkota?
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar