Pengakuan Jokowi Bias Makna, Jika Tak Akui Pembantaian Laskar FPI Sebagai Pelanggaran HAM
Pengakuan Presiden Joko Widodo terhadap beberapa peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, patut diapresiasi.
Dikatakan Presiden Jokowi, setidaknya ada 12 peristiwa pelanggaran HAM berat, yakni peristiwa 1965-1966, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari, Lampung 1989; Rumoh Geudong dan Pos Sattis, di Aceh 1989; penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998; peristiwa kerusuhan Mei 1998; peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II 1998-1999.
"Statemen Jokowi bahwa terjadi berbagai pelanggaran HAM berat di masa lalu, perlu diapresiasi," ujar Ketua Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan kepada redaksi, Rabu (11/1).
Hanya saja, kata Syahganda, pengakuan Jokowi itu bisa menjadi kehilangan makna karena dia tidak mengakui hilangnya nyawa Laskar FPI yang dikenal sebagai Peristiwa KM15 sebagai pelanggaran HAM.
"Namun, pernyataan Jokowi ini menjadi bias dan kehilangan makna jika tidak mengakui pembantaian laskar FPI KM50 juga sebagai pelanggaran HAM berat," terangnya.
"Ini seperti pepatah 'gajah di depan mata tidak terlihat, semut dikejauhan tampak besar'," tandasnya.
Sumber: rmol
Foto: Ketua Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan/Net
Pengakuan Jokowi Bias Makna, Jika Tak Akui Pembantaian Laskar FPI Sebagai Pelanggaran HAM
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar