Breaking News

Proyek ERP: Upaya Atasi Kemacetan atau Upaya Oligarki “Palak” Warga?


Pemerintah daerah (Pemda) Jakarta berencana menerapkan ERP dalam waktu dekat. Sebenarnya wacana ERP sudah didengar jauh sebelum ini. Apakah ini merupakan “proyek” yang tertunda?

Kawasan yang masuk ERP cukup luas, sekitar 25 ruas jalan, mungkin bisa diperluas lagi. Tarif ERP juga termasuk mahal, antara Rp5.000 sampai Rp19.000 setiap kali masuk kawasan. Mungkin lebih mahal dari tarif per km jalan tol. Bahkan ada yang bilang tarif ERP bisa dinaikkan lagi, kalau perlu sampai Rp75.000. Luar biasa.

Jam operasional ERP juga sangat panjang, tidak tanggung-tanggung, dari jam 05.00 hingga jam 22.00, setiap hari. Apakah benar jam operasional yang panjang ini hanya bertujuan untuk mengatasi kemacetan? Apa ada kemacetan jam 05.00 pagi?

Menurut Pemda Jakarta, tujuan penerapan sistem ERP untuk mengatasi kemacetan Jakarta. Padahal Pemda Jakarta sudah menjalankan sistem ganjil-genap sejak 2016, untuk mengatasi kemacetan Jakarta tersebut. Lalu, kenapa sekarang mau diganti dengan sistem berbayar ERP?

Apa motif sebenarnya penerapan sistem ERP ini? Apakah hanya untuk pengadaan proyek semata? Untuk siapa?

Warga Jakarta menuntut Pemda Jakarta menjelaskan secara transparan apa dasar  penerapan sistem ERP.

Pertama, Pemda Jakarta harus menjelaskan bagaimana hasil pelaksanaan sistem ganjil-genap selama ini, apakah sudah ada evaluasi dan kajiannya? Kalau sistem ganjil-genap ternyata gagal mengatasi kemacetan, sehingga mau diganti dengan sistem ERP, Pemda Jakarta harus menyatakan secara terbuka kepada publik bahwa sistem ganjil-genap, yang sudah menyusahkan warga Jakarta, sebagai kebijakan gagal.

Selama tidak ada evaluasi dan pernyataan bahwa sistem ganjil-genap gagal, Pemda Jakarta tidak berhak menerapkan sistem berbayar ERP, karena dasar diberlakukannya kebijakan publik ini tidak jelas dan tidak kuat. Terkesan hanya untuk pengadaan proyek saja untuk “memeras” warga.

Kedua, Pemda Jakarta harus menjelaskan siapa investor sistem ERP, apakah Pemda langsung atau ada investor pihak ketiga.

Kalau ada investor pihak ketiga, Pemda Jakarta harus menjelaskan bagaimana cara pengadaan sistem ERP tersebut, apakah beli putus atau bagi hasil? Pemda Jakarta juga harus mengumumkan siapa investor pihak ketiga tersebut.

Kalau bagi hasil, berapa untuk investor dan berapa untuk Pemda Jakarta? Kalau bagi hasil, pemberlakuan jam operasional ERP yang sangat panjang tersebut (jam 05.00 hingga 22.00) patut diduga untuk menguntungkan investor?

Ketiga, sistem ERP hanya diterapkan di negara maju dengan sistem transportasi sangat baik dan pendapatan (per kapita) sangat besar.

Sistem ERP sejauh ini hanya diterapkan di Singapore, Jerman, Swedia, Inggris, dengan pendapatan per kapita pada 2021 masing-masing 72.794 dolar AS, 51.204 dolar AS, 61.029 dolar AS dan 46.510 dolar AS. Sedangkan pendapatan per kapita Indonesia pada 2021 hanya 4.333 dolar AS.

Artinya, Indonesia masuk negara berpendapatan menengah (antara bawah dan atas), sehingga tidak layak menerapkan sistem ERP. Selain juga, sistem transportasi publik Jakarta masih belum baik, masih buruk.

Jangan sampai ketidakmampuan pejabat Pemda Jakarta dalam mengatasi kemacetan Jakarta, dan kegagalan membangun transportasi publik, dibebankan kepada warga Jakarta dengan cara menerapkan sistem berbayar ERP. Kebijakan publik seperti ini, untuk menutupi kegagalan Pemda Jakarta, tidak boleh terjadi.

Maka itu, warga Jakarta wajib menolak solusi mengatasi kemacetan dengan cara berbayar.

OLEH: ANTHONY BUDIAWAN
(Penulis adalah Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Proyek ERP: Upaya Atasi Kemacetan atau Upaya Oligarki “Palak” Warga? Proyek ERP: Upaya Atasi Kemacetan atau Upaya Oligarki “Palak” Warga? Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar