Kenapa Sri Mulyani Harus Mundur Sebagai Menkeu?
Mungkin ada sebagian orang, yang masih tidak membaca pentingnya seorang Sri Mulyani mundur sebagai Menkeu. Soalnya, selalu dikaitkan dengan apa kesalahan yang telah diperbuat Sri Mulyani?
Karena itu, perlu ada pemikiran yang mendalam, yang disatu sisi tidak menyalahkan Sri Mulyani, tetapi disisi lain juga tidak membahayakan masa depan bangsa ini.
Masalahnya, ini terkait dengan Menkeu, Bendahara Negara, terkait pajak yang menjadi soko guru pemerintahan.
Transaksi dana gelap Rp 300 Triliun di Kemenkeu yang oleh Mahfud MD disebut sebagai dana pencucian uang, jelas bukan salah Sri Mulyani.
Karena, tidak ada satupun putusan pengadilan yang menyatakan Sri Mulyani bersalah, atau setidaknya turut bertanggungjawab atas adanya cuci uang di lembaga Kemenkeu yang dipimpinnya.
Sri Mulyani rangkap 30 jabatan, suaminya punya Moge senilai Rp 150 juta, dia punya rumah di Amerika, semua itu bukan kesalahan.
Apa salahnya Sri rangkap jabatan, sepanjang dia mampu dan punya kualifikasi? apa salahnya, suami Sri punya moge, dan moge itu untuk dikendarai bukan sekedar untuk koleksi. Apa salah pula, WNI punya aset di Amrik? bukankah, itu justru membanggakan?
Yang salah itu ya Rafael Alun Trisambodo, yang tidak dapat mempertanggungjawabkan harta kekayaannya yang mencapai Rp 56 miliar, transaksi rekening keluarganya Rp 500 miliar dan dana cash US$ di Savety Box yang nilainya mencapai Rp 37 miliar.
Masalahnya, Sri adalah pemimpin. Kalau Sri tidak mundur, Sri bisa selamat. Tapi apakah Kemenkeu bisa selamat? Lebih memilih mana, menyelamatkan Kemenkeu atau Sri Mulyani?
Anda mungkin membaca tulisan ini egois, seolah telah mempertentangkan Pejabat dengan Institusinya. Tapi, coba anda perhatikan penalaran sebagai berikut.
Kemenkeu akan berbenah, masyarakat butuh komitmen. Upaya berbenah Kemenkeu pasti didukung masyarakat, tapi melanjutkan kepemimpinan yang bagian dari masalah, itu meruntuhkan insenstif kepercayaan masyarakat.
Kalau dulu, orang pajak begitu bangga dengan pakaian dinasnya, ada ditengah masyarakat. Sekarang, boleh jadi pakaian itu segera dilepas saat berinteraksi diluar kantor pajak, karena pakaian itu berpotensi menimbulkan omongan “Oh ini toh, yang cuci uang 300 T”. Dan itu, membuat runtuh mental pegawai pajak.
Kalau Sri tetap ngotot tidak mau mundur, masyarakat akan menilai komitmen berbenah Kemenkeu hanya pencitraan. Akan putus resonansi kesadaran bersama membayar pajak.
Masyarakat, boleh jadi dalam diam akan melakukan pembangkangan. Menolak taat membayar pajak, karena merasa dikhianati oleh pegawai pajak.
Nah, agar itu tidak terjadi, Sri Mulyani harus mundur kan? Untuk memberikan keyakinan pembenahan di Kemenkeu serius, bukan sekedar pencitraan. Kita tentu saja, lebih memilih menyelamatkan institusi ketimbang menyelamatkan seorang Sri Mulyani.
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Kenapa Sri Mulyani Harus Mundur Sebagai Menkeu?
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar