7 Horor Mudik "Bak Neraka" RI, Era SBY vs Jokowi Parah Mana?
Mudik merupakan fenomena yang ditunggu-tunggu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Istilah mudik diartikan sebagai bepergian jarak jauh bagi orang perantauan yang ingin kembali ke kampung halaman.
Mudik pun seakan menjadi tradisi wajib setiap setahun sekali, meski istilah mudik sekarang tak hanya sebatas pada menjelang Idul Fitri, tetapi juga bisa terjadi di libur-libur besar lainnya seperti Natal dan Tahun Baru.
Namun, mudik sudah melekat cukup kental di masyarakat sebagai tradisi yang wajib dilakukan menjelang Hari Raya, sehingga momentum mudik selain waktu tersebut tidak terlalu besar.
Meski begitu, setiap tahunnya, banyak cerita yang cukup memilukan saat mudik berlangsung, mulai dari kemacetan yang luar biasa, angka kecelakaan yang cukup tinggi, dan cerita memilukan lainnya.
Alhasil, jangan sampai momen tersebut rusak karena macet berkepanjangan khususnya pada Mudik Lebaran 2023 ini.
Pemerintah sebenarnya terus memperbaiki infrastruktur untuk melancarkan mudi. Berbagai kebijakan untuk melancarkan mudik juga sudah dilakukan bertahun-tahun tidak perduli siapa presiden nya.
Namun, ada beberapa cerita mudik "horor' yang masih lekat di ingatan kita yang terjadi dalam 10 tahun terakhir yang melintasi era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Joko Widodo (Jokowi).
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi mengingatkan ada dua potensi titik kemacetan utama dalam musim mudik Lebaran tahun ini. Kedua titik itu adalah Jalan Tol Cikampek-Palimanan dan Merak.
"Saya hanya ingin memberikan penekanan beberapa titik-titik kemacetan yang mungkin terjadi paling tinggi itu adalah Cipali. Oleh karenanya, rekan-rekan yang akan mudik ke Jawa Tengah itu kami anjurkan untuk mudik lebih awal," ujar Budi Karya di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, dikutip Jumat (7/4/2023).
"Kedua di Merak. Tapi di Merak memang sudah ada tambahan Ciwandan (Kota Cilegon, Provinsi Banten), 5 pelabuhan, sehingga memungkinkan lebih baik. Tapi juga tetap mudik lebih awal," lanjutnya.
Terlepas dari momok macet parah yang pasti terjadi di mudik tiap tahunnya, sebenarnya ada kejadian memilukan yang pernah terjadi dan hingga kini masih menjadi tragedi mudik paling parah.
Adapun tragedi tersebut yakni tragedi Brexit. Selain Brexit, mudik parah juga pernah dialami masyarakat Indonesia. Berikut daftarmya:
1. Brexit (Gerbang Tol Brebes Timur, Juli 2016).
Masa mudik Lebaran 2016 pernah melahirkan tragedi yang amat memilukan, yakni tragedi Brexit, di mana kejadian ini terjadi di gerbang tol Brebes Timur, yang merupakan bagian dari Tol Pejagan-Pemalang.
Sebutan Brexit sendiri sejatinya merupakan istilah bagi negara Inggris yang ingin melepas dari Eropa, alias kepanjangan dari British Exit.
Tetapi, fenomena Brexit yang sebenarnya cukup dekat dengan tragedi mudik paling memilukan di Indonesia tersebut, sehingga banyak orang yang kemudian memberikan istilah tragedi tersebut menjadi Brexit.
Pada 3-5 Juli merupakan puncak arus mudik di tahun 2016. Ada jutaan orang dari daerah Jabodetabek yang pergi ke daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Beruntung pemerintah saat itu menyediakan tol baru, yakni Tol Pejagan-Pemalang. Tol ini adalah rangkaian tol yang membentang dari daerah Palimanan dan khusus dibangun untuk mengurai kemacetan jalur Pantura.
Namun saat itu, tol tersebut baru dibuka setengahnya, yakni Pejagan-Brebes Timur.
Sebagaimana namanya, jalan tol diprediksi akan bebas hambatan, sehingga menarik animo masyarakat khususnya kendaraan roda empat untuk melintasi tol. Alhasil, di tanggal tersebut jalan tol terpantau ramai.
Hingga akhirnya, 'bencana' pun tiba. Di ujung jalan tol yang belum tersambung itu hanya ada satu pintu tol, yakni Brebes Timur atau biasa disingkat Brexit.
Jadi, semua kendaraan menumpuk di sana. Parahnya lagi, tak lama setelah pintu tol ada persimpangan yang mempertempukan arus kendaraan yang datang dari arah Cirebon lewat Pantura.
Alhasil, pertemuan dua arus itu menimbulkan kemacetan hebat. Jalan tak bisa menampung volume kendaraan.
Mengutip DetikX, panjang kemacetan di jalur Pantura lebih dari 20 km. Sedangkan kemacetan yang terjadi di jalan tol terbentang sepanjang 25 km, yang mengular mulai dari Gerbang Tol Brebes Timur hingga kawasan Kanci, Cirebon.
Selain karena pertemuan dua arus itu, faktor lain yang membuat kemacetan parah di Brexit. Ini adalah pihak kepolisian gagal mengantisipasi lonjakan volume kendaraan yang datang secara serentak pada arus mudik 2016.
Apalagi, gerbang tol Brebes Timur sendiri bukan untuk didesain sebagai gerbang tol besar, melainkan gerbang tol kecil.
Alhasil, sepanjang jalur kemacetan itu banyak pengendara yang lelah. Mobil-mobil pun banyak yang mogok.
Tercatat ada 17 orang tewas dalam kemacetan ini dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit. Penyebab korban meninggal dunia bermacam-macam, mulai akibat serangan jantung, keracunan karbon dioksida, hingga kelelahan.
Setelah dua hari dua malam, kemacetan akhirnya terurai juga. Ini usai petugas kepolisian memberlakukan one way di Pantura.
Sebelum Brexit 2016, Kemacetan Kerap Menghantui Pemudik
Hingga kini, tragedi Brexit masih menjadi tragedi yang sangat memilukan di Indonesia. Namun sebelum tragedi Brexit, sejatinya masih banyak kasus 'mudik neraka'.
2. Jembatan Comal dan Jembatan Cihaurbeuti Ambles (Juli 2014).
Arus mudik Lebaran 2014 juga bisa dikatakan sebagai ujian bagi para pemudik di Pulau Jawa, terutama yang melewati jalur Pantai Utara (Pantura) dan Pantai Selatan (Pansela).
Pada arus mudik 2014, Jembatan Comal yang berada di Kabupaten Pemalang ambruk karena tergerus akibat banjir yang melanda Sungai Comal pada Februari 2014.
Banjir tersebut menyebabkan pancang jembatan sisi barat alami kemiringan. Selain itu, ambruknya juga diakibatkan oleh beban tonase perlintasan yang meningkat tajam.
Akibat ambruknya Jembatan Comal, pihak Polres Pemalang melakukan pengalihan ke jalur alternatif saat itu.
Bahkan para pemudik dari barat ke timur yang ingin melewati Pantura saat itu diupayakan melalui jalur selatan atau jalur tengah.
Meski begitu, nyatanya ambruknya Jembatan Comal membuat kemacetan tak terhindarkan. Terpantau pada 20 Juli 2014, kemacetan total terjadi di ruas jalur utama Pantai Utara Jawa pasca amblas dan ditutupnya Jembatan Comal.
Ratusan kendaraan pun terjebak kemacetan parah. Bahkan, ambruknya Jembatan Comal saat itu berdampak kepada tingkat kemacetan mudik di jalur Pansela, karena banyak orang yang menghindari jalur Pantura saat itu.
Belum selesainya jembatan Comal yang ambruk, di lintas Pansela, yakni di Kabupaten Ciamis, sebuah jembatan juga ambles karena tergerus aliran sungai.
Jembatan tersebut berada di Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis atau lintas selatan Kabupaten Tasikmalaya atau sebelum memasuki kota Ciamis.
Amblesnya jembatan di Kecamatan Cihaurbeuti itu membuat lintas selatan yang sebelumnya macet akibat banyak orang yang menghindari jalur Pantura akibat ambruknya Jembatan Comal pun semakin parah.
Bahkan, banyak kendaraan yang dialihkan melewati jalur alternatif dengan jalan desa yang tergolong sempit.
Kepolisian Daerah Jabar membuka dua jalur alternatif Pamoyanan dan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya untuk menghindari jembatan di jalan nasional kawasan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis, Jabar, yang ambruk
Pengalihan itu dilakukan untuk menghindari penumpukan kendaraan pemudik di jalur selatan Jawa Barat tepatnya kawasan Kabupaten Tasikmalaya. Akibat peralihan ini, kondisi lalu lintas di kota Tasikmalaya pun sangat padat.
3. Kemacetan Parah di Simpang Jomin, Cikampek
Jauh sebelum ada Tol Cipali, orang-orang yang ingin melakukan mudik melewati Pantura bagi kendaraan roda empat atau lebih pasti akan melewati Simpang Jomin.
Simpang Jomin merupakan simpul di ujung Jalan Tol Cikampek dan merupakan simpul satu-satunya bagi kendaraan roda empat atau lebih yang ingin melewati jalur Pantura dari tol Cikampek. Sehingga mau tidak mau kendaraan dari Tol Cikampek harus melewati simpang ini.
Namun, karena banyaknya persimpangan dan bertemu arus dari arteri Karawang Timur, maka seringkali kemacetan parah terjadi disini.
Bahkan, kemacetan yang terjadi di Simpang Jomin terkadang mengular ke Tol Cikampek sejak simpang susun Cipularang atau Dawuan Karawang.
Banyak pemudik yang terjebak di Simpang Jomin hingga seharian karena saat itu tidak ada jalur lain selain melewati alternatif.
Bahkan, dalam sebuah mudik, lalu lintas Karawang Timur hingga Simpang Jomin yang jaraknya hanya 27 km ditempuh dalam 9 jam. Padahal, pada hari-hari biasa, Karawang Timur-Simpang Jomin dapat ditempuh dalam 30 menit saja.
Akibatnya, pemudik banyak yang menghindari keluar gerbang Tol Cikampek, mereka memilih keluar gerbang Tol Dawuan dan gerbang Tol Karawang Timur. Ada pula pemudik yang menggunakan pribadi dan bus keluar dari gerbang Tol Karawang Barat.
Pemudik yang keluar gerbang Tol Dawuan tidak bisa langsung masuk ke jalur menuju simpang Jomin. Tetapi terlebih dahulu harus melintasi jalan arteri Karawang dan memutar arah di Bundaran Pertamina Dawuan.
Di titik putaran arah itu, terjadi pertemuan arus antara kendaraan yang memutar arah dengan kendaraan pemudik yang melintasi jalan arteri Karawang menuju jalur Pantura keluar gerbang Tol Karawang Timur.
Atas kondisi itu, terjadi kemacetan panjang menuju jalur Pantura melintasi simpang Jomin.
Akibat kemacetan parah tersebut, banyak pemudik yang sampai mematikan mesin mobilnya saat itu. Bahkan, banyak pula pemudik yang sampai keluar mobil, sambil menunggu normalnya arus lalu lintas.
4. Kemacetan Parah di Cagak Nagreg
Masyarakat Jawa Barat pasti sudah tidak asing lagi dengan kawasan Jalur Nagreg di Kabupaten Bandung. Jalan lintas yang berbatasan dengan wilayah Garut itu selalu dipastikan ramai setiap momen mudik Lebaran.
Sebelum adanya Lingkar Nagreg, kemacetan parah juga kerap terjadi di kawasan Nagreg. Bahkan, kemacetan panjang juga mengular hingga Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung.
Hal ini karena sebelum adanya Lingkar Nagreg, arus lalu lintas tergabung menjadi satu dan secara bersamaan melewati tanjakan atau turunan Cagak Nagreg. Belum lagi, kendaraan juga pasti melewati perlintasan sebidang Nagreg.
Kendaraan dari arah timur menuju barat harus melewati tanjakan yang cukup terjal dan seringkali kendaraan mengalami mogok. Sebaliknya, kendaraan dari barat menuju timur harus melewati turunan yang tajam ketika melewati Cagak Nagreg.
Alhasil, kemacetan pun tak terhindarkan karena pertemuan arus. Ditambah, adanya perlintasan kereta api juga turut memperparah kemacetan Nagreg saat itu.
Namun, setelah adanya Lingkar Nagreg, pemisahaan arus lalu lintas pun terjadi, di mana kendaraan dari barat ke timur akan tetap melewati Cagak Nagreg, sedangkan kendaraan sebaliknya diarahkan ke Lingkar Nagreg.
Meski sudah terpisah, tetapi nyatanya tak jarang kemacetan Nagreg masih terjadi. Hal ini karena kendaraan dari barat masih akan melintasi perlintasan Nagreg, sehingga simpul kemacetan masih akan ada selama perlintasan sebidang tersebut masih ada.
Tetapi untuk kendaraan dari timur, kini tak lagi mengalami kemacetan karena tidak bertemu lagi dengan arus kendaraan dari barat.
Setelah Brexit 2016, 'Mudik Neraka' Lebaran Tidak Berakhir?
Setelah tragedi Brexit, nyatanya 'mudik neraka' tidak selesai begitu saja, tetapi sudah jauh lebih baik sehingga tragedi Brexit tidak terulang kembali.
5. Kemacetan Parah Tol Cipularang (April 2022)
Tahun 2022 merupakan tahun pertama diperbolehkannya kembali mudik setelah dilarang karena adanya Pandemi Covid-19. Sehingga kala itu, menjadi Lebaran yang berbeda.
Jadi, tidak heran bila kemudian jalanan dipadati dengan kendaraan para perantau yang hendak kembali ke kampung halaman masing-masing.
Karena itu, jumlah pemudik bertambah signifikan. Hal ini wajar karena masyarakat sebelumnya dilarang untuk mudik, sehingga ketika pemerintah mengizinkan kembali, maka masyarakat dapat melepas rindu kepada sanak saudara setelah selama dua tahun harus bertahan di daerah perantauan.
Alhasil akibat kenaikan pemudik yang sangat pesat tersebut, arus lalu lintas di kawasan tol Cikampek, Cipularang, hingga Cipali pun sangat padat.
Bahkan, volume kendaraan pada puncak mudik tahun lalu disebut mencatatkan rekor terbaru di Indonesia. Oleh karenanya, tidak heran juga jika kemacetan panjang ditemui di banyak titik.
Untuk mengurai kemacetan parah di Tol Cikampek, polisi lalu lintas setempat memberlakukan kebijakan one way dari KM 47 tol Cikampek hingga Gerbang Tol Kalikangkung di Semarang.
Namun, kebijakan one way ini berdampak kepada pemudik dari Bandung ke Jabodetabek melewati Tol Cipularang.
Kondisi arus kendaraan di sekitar Tol Cipularang, Purwakarta, dilaporkan macet total sepanjang 5 kilometer sejak 29 April dini hari. Kemacetan ini karena kendaraan menunggu untuk dibukanya kembali jalur dari Gerbang Tol Kalihurip Utama ke Tol Cikampek.
Arus lalu lintas di Tol Cipularang dari arah Bandung menuju Jakarta lumpuh total. Kendaraan berhenti dan tidak bergerak sama sekali mulai dari pintu masuk Tol Kalihurip Utama sampai beberapa kilometer ke belakang.
Kemacetan terjadi dari KM 100 sampai KM 81 hingga mengarah ke Gerbang Tol Sadang menuju arah Jakarta.
Kemacetan ini membuat orang-orang yang terjebak geram hingga memblokir jalur arah Bandung Tol Cipularang.
Bahkan, kemacetan Cipularang tahun lalu juga sempat viral lantaran banyak orang yang terjebak macet melakukan kegiatan lain untuk melepas rasa bosan.
6. Kemacetan Parah Pelabuhan Merak (April 2022)
Tak hanya di Tol Cipularang saja, kemacetan parah juga terjadi di Pelabuhan Merah pada arus mudik Lebaran tahun lalu.
Lalu lintas menuju Pelabuhan Merak pernah dikenang dalam satu momen kemacetan horor. Hal itu dialami para pemudik di musim angkutan lebaran 2022.
Kemacetan horor terjadi mencapai puncaknya pada H-2 lebaran, Sabtu, 30 April 2022. Macet sepanjang 10 kilometer terjadi di Jalan Cikuasa Atas, Kota Cilegon, Banten. Sedangkan ruas jalan tol Tangerang-Merak dipadati kendaraan sepanjang 9 kilometer.
Macet dipicu penutupan pelabuhan selama enam jam lantaran cuaca buruk. Kala itu banyak pemudik pingsan di dalam mobil karena lemas, dehidrasi berat, hingga muntah-muntah lantaran terlalu lama mengantre.
Puluhan ribu pemudik yang menggunakan sepeda motor turut mengalami kemacetan parah meski melewati jalan khusus. Cuaca buruk atau hujan menambah kesan horror mudik 2022 bagi pemotor. Tidak ada fasilitas tenda yang disiapkan mengantisipasi skenario buruk tersebut.
Bahkan, macet horor di Pelabuhan Merak tersebut menjadi catatan tersendiri Presiden Jokowi pada tahun lalu.
Alhasil, agar tidak terulang lagi kejadian yang sama pada arus mudik Lebaran 2023, pemerintah melakukan tindak pencegahan dengan memecah arus kendaraan yang ingin menyeberangi Pelabuhan Merak.
Untuk kendaraan roda empat atau lebih, penyeberangan tetap dilakukan di Pelabuhan Merak. Sedangkan untuk kendaraan roda dua, dialihkan menuju Pelabuhan Ciwandan di Cilegon, Banten.
7. Harga Tiket Pesawat Naik Gila-Gilaan (2018-2019)
'Mudik neraka' tak selalu dinotasikan sebagai kemacetan parah di jalur darat, tetapi juga dinotasikan kepada hal-hal lain yang masih berhubungan dengan arus mudik atau balik.
Salah satunya yakni harga tiket pesawat yang sangat mahal di periode 2018-2019, di mana kabar ini juga mempengaruhi tingkat pemudik yang ingin melakukan mudik menggunakan pesawat saat itu.
Diketahui, mahalnya harga tiket pesawat saat itu telah membuat jumlah penumpang domestik anjlok. Badan Pusat Statistik (BPS) saat itu mencatat jumlah penerbangan domestik mengalami penurunan hingga 1,45 juta orang.
Jika pada Oktober 2018, jumlah penerbangan mencapai 8,11 juta, maka angkanya terus menurun hingga 7,93 juta pada Desember 2018 dan 6,66 juta pada Januari 2019.
Dari data BPS sepanjang Januari 2019, penerbangan domestik mengalami penurunan sebesar 16,07% (month-to-month/mtm) dan 12,55% (year-on-year/yoy).
Kenaikan harga tiket pesawat, ditambah persoalan bagasi berbayar ini sebelumnya telah menuai dampak di berbagai bandara di Indonesia.
Pada arus mudik 2019, tiket pesawat yang sangat mahal tersebut pun turut mempengaruhi jumlah pemudik yang ingin mudik menggunakan pesawat.
Terhitung, jumlah penumpang pesawat untuk mudik 2019 turun sebanyak 40%, jika dibandingkan dengan periode mudik H-7 pada 2018, menurut Ketua Harian Posko Tingkat Nasional Angkutan Lebaran 2019 Kemenhub.
Akibat mahalnya tiket pesawat saat itu, banyak penumpang yang akhirnya membatalkan perjalanannya menggunakan pesawat dan beralih ke moda transportasi lainnya, seperti bus, kapal laut, atau kereta api.
Bahkan akibat mahalnya tiket pesawat, pemudik pendatang di Aceh Barat yang ingin mudik Lebaran ke daerah asal seperti Jakarta dan beberapa kota di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan lebih memilih penerbangan transit di bandara di negara Jiran Malaysia.
Saat itu, harga tiket pesawat di rute domestik dari Aceh Barat ke Jakarta dan sejumlah daerah di Jawa, Sulawesi dan Kalimantan rata-rata di atas Rp 2 juta.
Menurut pengakuan warga pemohon paspor saat itu didapati bahwa masyarakat di Aceh lebih senang untuk terbang ke Kuala Lumpur di Malaysia dari Bandara Udara Internasional Sultan Iskandar Muda di Aceh Besar.
Lalu mereka bisa melanjutkan perjalanan ke daerah tujuan seperti di Jakarta, dan rute lain di Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan daerah lainnya di Indonesia.
Sementara itu di Pulau Jawa, terutama bagi pemudik yang ingin mudik ke Surabaya, Malang, atau Yogyakarta, mereka pun beralih menggunakan kereta api karena harganya relatif lebih murah, meski waktu tempuhnya cenderung lebih lama ketimbang pesawat.
Sumber: cnbcindonesia
Foto: Pemotor memadati Pelabuhan Merak, Banten, di puncak arus mudik, Sabtu (30/4) dini hari. Ramainya pemudik motor ini bak 'lautan' kendaraan. (Andhika Prasetya/Detikcom)
7 Horor Mudik "Bak Neraka" RI, Era SBY vs Jokowi Parah Mana?
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar