Breaking News

Jangan Kaget! Perang Dunia 3 Bisa Pecah di Asia, Ini Buktinya


Militerisasi global telah meningkat pesat selama abad ke-21, salah satunya berkembang di wilayah Asia-Pasifik.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Stockholm International Peace Research Institute, pangsa belanja pertahanan global di Asia dan Oseania meningkat dari 18% menjadi 28%.

Antara 2000 dan 2021, pengeluaran militer tahunan meningkat dari US$ 1,12 triliun menjadi US$ 2,11 triliun.

Kekhawatiran pun berkembang atas China, yang pengeluaran pertahanannya terus meningkat selama hampir tiga dekade. Hal ini telah memicu perlombaan senjata di seluruh kawasan, membalikkan konvensi regional yang berlangsung selama puluhan tahun dan memicu beberapa potensi konflik

Berikut fakta-fakta yang ada lapangan terkait memanasnya perlombaan senjata di Asia-Pasifik, mengutip The Guardian, Kamis (30/3/2023).

China vs Taiwan dan Sekutu Barat

Salah satu peningkatan militer dilakukan oleh China yang dipicu Taiwan dan sekutu Baratnya. Sebagaimana diketahui, Beijing mengklaim sepihak kedaulatan Taipei dan menganggap wilayah tersebut masih berada di bawah otoritas China.

Klaim sepihak kedaulatan China kemudian ditepis oleh Taiwan yang didukung oleh Amerika Serikat (AS). Hal ini menegang sehingga Negeri Tirai Bambu mulai mengancam dengan latihan militer di sekitar Taiwan.

Skala ekspansi militer China kemudian memberi para analis beberapa petunjuk tentang ambisinya untuk Taiwan.

Anggaran pertahanan China akan meningkat sebesar 7,2% pada tahun 2023, membawanya ke titik tertinggi yang pernah ada. Departemen Pertahanan AS memperkirakan bahwa pengeluaran militer China yang sebenarnya bisa mencapai dua kali lipat dari angka yang dilaporkan secara resmi.

Pada 2000, China adalah pembelanja pertahanan terbesar kedua di Indo-Pasifik. Pada 2021, negara itu membelanjakan lebih banyak untuk pertahanan daripada gabungan 13 negara berikutnya di kawasan itu.

China juga mengambil pengecualian besar untuk perjanjian AUKUS antara Australia, AS dan Inggris. Kesepakatan senilai 368 miliar dolar Australia akan membuat AS dan Inggris membantu Australia memperoleh setidaknya tiga kapal selam bertenaga nuklir selama tiga dekade ke depan.

AUKUS secara luas dipandang ditujukan untuk melawan ekspansi militer China, dan telah menimbulkan reaksi beragam. China menuduh sekutu melakukan penipuan, menggunakan celah dalam perjanjian non-proliferasi.

Korea Utara (Korut) dan Jepang

Setelah meluncurkan sekitar 90 rudal balistik dan senjata lainnya pada tahun 2022, yang jumlahnya lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya, Korut tampaknya berniat membuat rekor baru tahun ini.

Sejauh 2023, negara tertutup itu telah mengadakan 11 putaran uji coba rudal, beberapa melibatkan lebih dari satu senjata, termasuk dua rudal balistik antarbenua dan, rudal jelajah strategis dengan kemampuan nuklir.

Sebagai tanda bahwa rezim di Pyongyang tidak berniat melepaskan senjata pemusnah massalnya, baru-baru ini mereka meluncurkan hulu ledak nuklir baru yang lebih kecil dan berjanji untuk memproduksi lebih banyak bahan nuklir yang setara dengan senjata.

Pemimpin Tertinggi Korut Kim Jong Un bahkan menyerukan "peningkatan eksponensial" dalam persenjataan nuklir rezim pada akhir tahun lalu.

Provokasi Korut diarahkan pada musuh bebuyutannya: AS dan Korea Selatan (Korsel). Menjelang akhir Maret, pasukan dari kedua negara terlibat dalam latihan maritim bersama yang mencakup kapal induk bertenaga nuklir USS Nimitz, beberapa hari setelah mereka mengakhiri latihan militer bersama terbesar mereka dalam lima tahun.

Sekutu bersikeras latihan itu murni bersifat defensif, tetapi Pyongyang mengutuk mereka sebagai latihan untuk invasi.

Di Jepang, kekhawatiran atas Korut dan China yang semakin tegas telah mendorong kasus untuk menjauhkan negara itu dari "pasifisme" pascaperangnya. Akhir tahun lalu, pemerintahan perdana menteri Fumio Kishida mengumumkan Jepang akan menggandakan pembelanjaan pertahanan menjadi 2% dari PDB pada 2027, mengabaikan batas yang ditetapkan sendiri sebesar 1% dari PDB.

Lingkungan keamanan yang semakin tidak stabil di Asia-Pasifik telah menjadi katalisator pencairan hubungan antara Jepang dan Korea Selatan - keduanya sekutu AS dengan puluhan ribu tentara Amerika yang berbasis di wilayah mereka.

Laut China Selatan (LCS)

Laut Cina Selatan adalah salah satu jalur air yang paling strategis dan penting secara ekonomi di dunia. Ini adalah salah satu rute perdagangan tersibuk di dunia, kaya akan kehidupan laut dan diperkirakan mengandung cadangan minyak dan gas alam yang signifikan. Ini juga sangat diperebutkan.

Sebagai informasi, China selama ini sudah mengklaim hampir seluruh wilayah LCS, yakni sekitar 90% yang meliputi area seluas sekitar 1,3 juta mil persegi, dengan konsep sembilan garis putus-putus (nine-dash line). Ini termasuk sebagian besar pulau di dalamnya.

Dari klaim sepihak tersebut, Negeri Tirai Bambu bahkan telah mendirikan pos-pos militer di pulau-pulau buatan yang dibangunnya di sana. LCS sendiri dilintasi oleh jalur pelayaran penting dan berisi ladang gas dan tempat penangkapan ikan yang kaya.

Klaim teritorial sepihak tersebut tumpang tindih dengan klaim beberapa negara ASEAN dan Taiwan. Selain dengan China, LCS sendiri berbatasan dengan Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.

Melihat hal ini, di bawah presiden Ferdinand Marcos Jr., Filipina telah mengambil sikap yang lebih keras terhadap sengketa tersebut. Manila menuduh kapal-kapal China melakukan "tindakan agresif" di perairan tersebut.

Pada Maret, Filipina pun memperluas akses AS ke pangkalan militernya, meningkatkan jejak Washington di wilayah tersebut, dan memungkinkannya untuk lebih mudah memantau aktivitas China di Laut China Selatan dekat Taiwan. Itu juga memperkuat hubungan militer dengan Jepang dan Australia, dua sekutu AS.

Sumber: cnbc
Foto: Pemerintah Korea Utara menunjukkan apa yang dikatakannya sebagai latihan artileri di lokasi yang dirahasiakan di Korea Utara, Kamis, 9 Maret 2023. (AP/)
Jangan Kaget! Perang Dunia 3 Bisa Pecah di Asia, Ini Buktinya Jangan Kaget! Perang Dunia 3 Bisa Pecah di Asia, Ini Buktinya Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar