Mahasiswa Menolak UU Cipta Kerja
MAHASISWA berdemonstrasi menolak UU Cipta Kerja per 6 April 2023. Sering serba menolak secara psikologis itu sesungguhnya tergolong relatif wajar dalam perspektif perkembangan kemajuan psikologi sebagaimana irama gejolak darah kawula muda. Darah muda.
Laksana generasi Z menolak generasi baby boomers. Antara perwakilan anak dengan perwakilan orang tua. Antara cucu yang berbeda pandangan dan pemikiran dibandingkan perspektif opung.
Menolak sambil menenteng spanduk bertuliskan “sudah tidak percaya”. Tidak percaya, namun sering datang-datang juga tidak henti-henti. Meskipun terbuka peluang yang sangat besar sekali kepada mahasiswa untuk dapat melakukan audiensi di dalam gedung DPR selama mereka mengikuti prosedur tata tertib yang berlaku, namun mahasiswa lebih menyukai memilih untuk berpidato berapi-api.
Bernyanyi lagu-lagu protes, bersumpah serapah, menggoyang-goyangkan pintu gerbang depan gedung, menyampaikan simbolisme tikus mati, dan lain-lain. Tentu saja semangat berdemonstrasi kemudian menjadi semakin berkibar-kibar selama diliput televisi elektronik audio visual dan media massa cetak, serta online. Beraksi bagaikan aktor bintang laga kesayangan film action, tentu hanya terjadi selama peliputan terjadi.
Mahasiswa tadi sama sekali tidak percaya bahwa UU Cipta Kerja pada suatu hari nanti akan mampu digunakan sebagai instrumen hukum untuk membantu menyerap pengangguran. Pengangguran memang merupakan ancaman yang bersifat nyata untuk setiap sikap pesimisme akut dari mahasiswa.
Mahasiswa sebenarnya paham betul tentang tidak mudahnya untuk terjadi penyerapan tenaga kerja, terutama pada para penganggur.
Pesimisme meningkat ketika mahasiswa lebih menyukai untuk mengkonsumsi berbagai asupan informasi yang sungguh tidak percaya terhadap penggunaan instrumen hukum untuk mengurangi pengangguran, sekalipun mahasiswa mengakui manfaat UUD 1945 sebagai dasar hukum untuk mengatur negara dan pemerintahan.
Juga sesunguhnya mahasiswa mengakui produk politik dalam bentuk UU, sekalipun luapan sumpah serapah dan ketidakpercayaan mereka sajikan ketika berdemonstrasi menolak UU Cipta Kerja.
Masalah yang dihadapi mahasiswa ketika baru saja lulus sekolah sarjana, antara lain adalah tingkat pengangguran terbuka kelompok umur 15-24 tahun di Indonesia sebanyak 20,63 persen per Agustus 2022.
Secara lebih spesifik untuk lulusan Diploma IV, S1, S2, dan S3 itu mereka menghadapi tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,8 persen. Dari 8,4 juta orang pengangguran terbuka, maka persoalan yang mahasiswa hadapi sebesar 403.200 orang yang terpaksa menganggur.
Rasa takut jauh di alam bawah sadar itu melupakan keberadaan angka 135,4 juta orang yang bekerja, jika dibandingkan 0,4 juta orang yang menganggur di depan mata. Jumlah satuan kredit semester yang telah mahasiswa tempuh dan mata kuliah kewirausahaan tidak otomatis berfungsi menghapus pesimisme masa depan dalam penciptaan lapangan kerja.
OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI
(Penulis adalah Peneliti Indef dan Pengajar Universitas Mercu Buana)
Foto: Aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR RI, Kamis, 7 April 2023/Net
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Mahasiswa Menolak UU Cipta Kerja
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar