Empat BUMN Karya Terlilit Utang Rp 214 Triliun, Sanggup Bayar?
Sebanyak empat BUMN karya, PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT PP Tbk (PTPP), dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) terjerat utang jumbo, Rp 214 triliun per kuartal I-2023, dibandingkan akhir 2022 sebesar Rp 215 triliun.
Waskita mengoleksi utang terbanyak per kuartal I-2023 dengan torehan liabilitas sebesar Rp 84,3 triliun, diikuti Wijaya Karya atau Wika Rp 55,7 triliun, PP sebesar Rp 43,8 triliun, dan Adhi Karya Rp 30,2 triliun.
Tingginya beban utang membuat laba bersih BUMN karya tergerus. Wika diterpa kerugian sebesar Rp 521 miliar kuartal I-2023. Adapun Waskita masih berada di zona rugi dalam dua tahun terakhir. Namun, kerugian perseroan turun menjadi Rp 374 miliar kuartal I lalu dari Rp 830 miliar. Sementara itu, Adhi Karya berhasil meraup laba bersih Rp 8,4 miliar pada periode itu, sedangkan PP Rp 34,2 miliar.
Seiring dengan itu, Wika resmi mengajukan penundaan pembayaran pokok dan bunga kepada perbankan sebesar Rp 12,6 triliun. Sekretaris Perusahaan Wika Mahendra Vijaya menjelaskan, saat ini, perseroan mengusulkan standstill atas fasilitas pokok dan bunga kepada lembaga perbankan.
“Namun demikian, sampai saat ini, kami tidak berencana mengajukan penundaan kewajiban terhadap obligasi yang diterbitkan,” ungkap Mahendra kepada Investor Daily, akhir pekan lalu.
Mahendra menambahkan, usulan standstill tersebut hanya berlaku di tingkat induk perusahaan. Sementara itu, bagi anak perusahaan perseroaan tidak berlaku standstill. Usulan standstill ini bertujuan untuk memperkuat sekaligus merestrukturisasi posisi keuangan perseroan secara jangka panjang.
Pasalnya, dia menegaskan, perseroan telah melakukan pinjaman untuk membiayai investasi jangka panjang yang kini belum memberikan return. Akibatnya, beban pendanaan tersebut menggerus laba bersih perseroan.
“Karena itu, perseroan bakal kembali fokus pada core business yakni sebagai kontraktor engineering procurement construction (EPC),” tutur Mahendra.
Sementara itu, SVP Corporate Secretary Waskita Ermy Puspa Yunita menyampaikan, perseroan telah menyiapkan sejumlah strategi untuk memperbaiki kinerja keuangan. Salah satunya dengan mengurangi proyek-proyek non-turnkey payment.
Saat ini, Waskita dalam masa standstill untuk memberikan equal treatment baik kepada kreditur maupun pemegang obligasi nonpenjaminan.
Keuangan Tertekan
Pengamat BUMN Toto Pranoto menilai, keuangan Wika sedang tertekan cukup dalam. Sebab, sampai akhir 2022, Wika mencatatkan utang sebesar Rp 55 triliun, dengan utang jangka pendek sekitar Rp 34 triliun. Sementara itu, tahun 2022, perseroan rugi Rp 59 miliar, dengan debt to equity ratio hampir 190%.
“Indikator ini menunjukkan perseroan berada dalam posisi tekanan keuangan cukup dalam. Kewajiban utang jatuh tempo jangka pendek cukup besar, sedangkan cashflow agak berat. Jadi penundaan bayar utang jadi alternatif yang terpaksa dilakukan,” ucap Toto kepada Investor Daily, Minggu (21/5).
Dia menambahkan, untuk memperbaiki situasi sulit, kemampuan Wika dalam meningkatkan efisiensi operasional secara jangka panjang harus diprioritaskan. Sebab, pertumbuhan pendapatan tahun lalu lebih kecil dibandingkan biaya. “Artinya, ruang buat efisiensi operasional harus menjadi prioritas untuk bisa dikerjakan,” tutup Toto.
Secara terpisah, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Nafan berharap emiten-emiten konstruksi pelat merah terapresiasi sentimen positif seiring dengan pembangunan infrastruktur di dalam negeri yang masih berjalan. Ini akan berdampak pada raihan kontrak baru. “Ditambah lagi, adanya peran investor yang masuk baik dari FDI maupun INA,” tutur dia.
Sumber: investor
Foto: Gedung Kementerian BUMN/Net
Empat BUMN Karya Terlilit Utang Rp 214 Triliun, Sanggup Bayar?
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar