Faisal Basri: Ekonomi RI di Era Jokowi Boros!
Ekonom Senior Faisal Basri mengungkapkan biaya pembangunan infrastruktur di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih mahal ketimbang tol yang dibangun di era pemerintahan sebelumnya. Alhasil, dia menilai banyak proyek yang mubazir.
"Pak Harto Orde Baru sampai Pak SBY untuk membangun jembatan, saya kasih contoh, itu hanya dibutuhkan tambahan modal 4-4,5 unit modal, Jokowi periode pertama 6,5 naiknya gila, Jokowi periode kedua tapi datanya baru 2021-2022 itu naik jadi 7,3. Kalau zaman Pak Harto bocorannya 30%, Pak Jokowi sendiri yang menyadari kalau zaman saya kebocorannya 40%," tambahnya dalam dialog CORE Indonesia, dikutip Rabu (17/5/2023).
"Kalau media mau kutip ini sumbernya Luhut Binsar Pandjaitan...'oh, kalau Pak Jokowi kemarin bilang ke saya 40%'. Jadi Jokowi sadar. Ngeri karena mengalir kemana-mana," tambahnya.
Bahkan, menurutnya, proyek-proyek tersebut tidak lewat Bappenas. Faisal pun mencontohkan proyek Tol Trans Sumatera dengan target membentang 2.700 kilometer (km).
"Itu Pak Jokowi niru, tapi niru yang tidak tepat. Jalan tol ini bukan didesain zaman Pak Jokowi," paparnya. Dia menceritakan bahwa jalan tol ini merupakan bagian dari proyek jembatan Selat Sunda.
"Jalan tol di Sumatera 2.700 km agar jembatan Selat Sunda TW itu laku. Nah, jembatan selat sundanya sudah dibatalkan sama Pak Jokowi tolnya jalan terus. Dengan amat mudah, ini fakta kenyataannya sampai 2024 maksimal cuma 1.000 km, ndak bisa 2.700 km. Itu pun sudah ngos-ngosan," katanya.
Proyek infrastruktur Jokowi memang dinilai kurang efisien seperti tercermin dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Semakin besar nilai koefisien ICOR, semakin tidak efisien perekonomian pada periode waktu tertentu.
Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan ICOR di era Jokowi meningkat dari sekitar 5% pada 2014 menjadi 8,16% pada 2022. Artinya, untuk memproduksi satu unit output dibutuhkan 8,16% modal output. Harus diakui jika Jokowi adalah presiden pertama setelah Soeharto yang menggalakkan infrastruktur secara besar-besaran.
Dari catatan tim riset CNBC Indonesia, sepanjang 2015-2022, jalan tol beroperasi telah bertambah sepanjang 1.607 km dengan 37 ruas tol. Pemerintahan Jokowi juga sudah 27 pelabuhan baru, tujuh pelabuhan baru, sepanjang 316.590 km jalan desa selesai konstruksi di era Jokowi.
Capaian infrastruktur desa lainnya adalah bertambahnya 1.597.539 meter jembatan, 1.474.544 unit air bersih desa, 501.054 unit irigasi desa, 12.297 pasar desa, dan 42.357 posyandu. Jokowi juga membangun 29 bendungan dan diharapkan akan menyelesaikan 57 bendungan di Indonesia.
Sayangnya dengan infrastruktur bejibun tersebut tidak dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang mumpuni. Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengakui bahwa pemerintahannya telah menggelontorkan Rp 3.309 triliun hanya untuk membangun infrastruktur.
"Infrastruktur kita habiskan anggaran Rp 3.309 triliun," kata Jokowi dalam pidatonya di agenda Rakernas PAN, dikutip Kamis (17/5/2023).
Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi sepanjang pemerintahan Jokowi gagal tumbuh di kisaran rata-rata 6%-7%. Bahkan, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pada era pemerintahan Presiden Jokowi bergerak lebih lambat dibandingkan pada periode Presiden SBY.
Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) merekam PDB per kapita Indonesia pada 2022 mencapai US$ 4.783,9 per tahun atau jika dirupiahkan menjadi Rp 71 juta.
Angka ini berarti rata-rata penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 275 juta ini memiliki pendapatan sekitar Rp 71 juta per tahun atau sekitar Rp 5,9 juta per bulan. Pendapatan PDB per kapita penduduk Indonesia pada 2022 meningkat sekitar Rp 8,7 juta dibandingkan 2021 atau sekitar 14%.
Akan tetapi, jika dihitung dari awal pemerintahan hingga tahun ini, pertumbuhan PDB per kapita pada era Presiden Jokowi tidak mencapai 50%.
Tim Riset CNBC Indonesia menghitung berdasarkan data Bank Dunia, PDB per kapita Indonesia pada 2015 tercatat US$ 3.322,58 per tahun sementara data BPS menunjukkan angka tersebut naik menjadi US$ 4.783,9 pada 2022.
Artinya, selama delapan tahun pemerintahan Jokowi, PDB per kapita naik sebesar US$ 1.307,28 atau 37,6%. Adapun, Jokowi memang dilantik pada 2014. Tetapi sepanjang tahun ini, dia hanya menjabat selama tiga bulan. Dia baru menjabat full pada 2015.
Jika dibandingkan dengan era Presiden SBY. PDB per kapita Indonesia tercatat US$ 1.249,39 per tahun pada 2005. Angkanya kemudian naik menjadi US$ 3.668,22 per tahun pada 2012. Dengan demikian, selama delapan tahun pertama pemerintahan SBY, PDB per kapita Indonesia naik sebesar US$ 2.418,81 atau 193,6%. Pertumbuhan ini jomplang jika dibandingkan dengan era Jokowi.
Sumber: cnbcindonesia
Foto: Ekonom Senior Faisal Basri/Net
Faisal Basri: Ekonomi RI di Era Jokowi Boros!
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar