Jokowi Menyerah Atau Tetap Melawan Rakyatnya
Orasi Rocky Gerung Provokasi cari perkara dengan berperkara kita dapat persoalkan kebijakan presiden, disampaikan dalam persiapan aksi akbar 10 Agustus bersama Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) di Bekasi (29/7).
Kepada buruh, Rocky yakinkan sejarah reformasi 1998 akan ditulis ulang para buruh. Dari Bekasi perlawanan akan dimulai.
Kita cari perkara dengan presiden. Berperkara dengan Jokowi adalah mutlak, karena manusia yang menutupi kejahatan lebih buruk dari keledai.
Dia (Jokowi) memikirkan nasibnya sendiri. Tak pikirkan nasib buruh, "Itu bajingan yang tolol dan pengecut," ungkap Rocky Gerung dengan lantang.
"Sehingga rencana aksi 10 Agustus 2023 memiliki momentun menggalang solidaritas peserta aksi lebih banyak. Semua diskusi dan pertemuan bahas kondisi bangsa, percuma. Sudah saatnya kita buat gara-gara," ungkapnya
Orasi tersebut spontan mengguncang percakapan politik di dunia maya, muatan orasinya menjadi inspiratif bukan hanya kepada buruh tetapi akan menjadi energi bagi para pejuang yang menginginkan perbaikan di negara ini.
Memang benar "Bila dialektika politik menjadi imperatif bagi masyarakat untuk anti patriotisme, anti intelektual dan anti revolusi, hendaknya jangan membuat kita apatis dan menyembunyikan kebusukan tersebut."
"Berdiam diri adalah pengkhianatan terbesar pada diri sendiri. Rakyat harus dibangkitkan untuk berjuang membangun jalan setapak yang mampu menembus bayang - bayang suram masa depan bangsa"
Bukan hanya Rocky Gerung yang sedang gelisah dan coba melawan dengan membakar semangat nasib buruh yang sangat buruk dengan gara gara.
Beberapa pengamat politik sudah sangat terang benderang memberikan gambaran apa yang sedang terjadi di Indonesia.
Prof. Ihsanudin Nursi dalam berbagai kesempatan telah memberikan gambaran tentang penjajahan gaya baru saat ini bahwa Indonesia saat ini sedang di Invasi, Infiltrasi, Intervensi, Interferensi, Indoktrinasi, Intimidasi, Inflasi oleh kekuatan asing.
Dari serbuan tersebut, kekuataan asing di Indonesia sudah sistemik struktural dari aspek nilai hingga ke tekonologi.
Kekuataan modal domestik menunggangi kebobrokan sistem konstitusi dan ekonomi dan politik sehingga tidak ada parpol yang tidak yang tidak tergantung pada kekuataan modal domestik (bandar). Media arus utama adalah kaki tangan mereka.
LSM, Tokoh masyarakat dan agama sebagian sudah terbeli. Masyarakat hanyut tersesat tanpa mengetahui ketersesatan (ultra modern slavery system).
Ini ajang perebutan kuasa ( perang tanpa senjata) yg tidak disadari sebagai peperangan jangka panjang. Semuanya, nyaris 99% berpikir jangka pendek.
Dari kampus UI , DR. Mulyadi terus berteriak bahwa akibat terjadi kekacauan politik berimbas pada kacaunya negara mengurus nasib masyarakatnya adalah akibat lembaga perwakilan rakyat dan rusaknya peran partai politik yang lumpuh total.
Kata DR. Mulyadi bahwa partai itu rusak karena meninggalkan empat fungsi lainnya yang fundamental: (1) artikulasi politik: siang malam teriakkan kepentingan rakyat; (2) agregasi politik: siang malam teriakkan hukum yang rusak ; (3) sosialisasi politik: siang malam teriakan pelanggaran etika politik pemerintahan; dan (4) komunikasi politik: siang malam teriakkan penyimpangan penguasa.
Keadaan negara yang carut marut nampak hanya bisa di atasi dengan "gara gara" seperti yang sedang menjadi umpan lambung oleh Rocky Gerung.
Gaung bersambut, Prof Rizal Ramli, mengumandangkan seruan "Saat ini kita butuh pemimpin yang berani, sikap yang tegas dengan segala konsekuensi dan resikonya. Sudah tidak waktunya lagi bicara soal teori ini itu, saat berdialog yang lebih riil riil selesaikan Jokowi"
"Perubahan bukan karena kita ingin perubahan tetapi kondisi objektif yang memaksa harus terjadinya perubahan. Saat ini kondisi objektif sudah matang untuk terjadinya perubahan"
Kalau rezim ini terus berjalan hanya dengan mengikuti remote kekuatan asing, mengabaikan aspirasi masyarakat yang mulai marah karena kelola negara dengan ugal ugalan.
Cepat atau lambat akan berlaku slogan: live oppressed or rise up against ( hidup tertindas atau bangkit melawan ). Bukan hanya kaum butuh yang akan melawan, terapi rakyat akan bergerak melawan, rezim turun atau terpaksa diturunkan oleh rakyat.
Pilihan Jokowi menyerah atau tetap melawan rakyatnya, adalah pilihan harus diambil dengan resikonya masing masing. ***
Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Jokowi Menyerah Atau Tetap Melawan Rakyatnya
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar