Breaking News

Nikel, Harta Karun yang Diperebutkan China dan Amerika, Indonesia Dapat Apa?


Program hilirisasi melalui keputusan larangan ekspor komoditas alam nikel dan bauksit dalam bentuk setengah jadi yang saat ini sedang digalakkan pemerintah Indonesia melalui UU No 3/2020 tentang perubahan atas UU No 4/2009 tentang UU Minerba, mendapat tentangan dari Dana Moneter International (IMF).

IMF sebagai badan moneter global menunjukkan sikap kontra terhadap kebijakan hilirisasi, meminta pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain. 

IMF menilai kebijakan hilirisasi perlu mempertimbangkan masalah analisis biaya dan manfaat. Pihaknya mengingatkan agar kebijakan hilirisasi tidak menimbulkan rambatan negatif bagi negara lain.
AS juga mengancam kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) yaitu Undang-Undang yang mencakup penyaluran subsidi senilai USD370 miliar kepada produsen yang menggunakan energi bersih. 

Namun, baterai yang mengandung komponen energi bersih dari Indonesia dikhawatirkan tetap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak IRA secara penuh, karena Indonesia belum memiliki Free Trade Agreement (FTA) dengan AS.

Meskipun telah mendapat peringatan keras dari IMF dan sekutunya pemerintah tetap meneruskan tekadnya melanjutkan program Hilirisasi. 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan, pemerintah Indonesia akan terus mendorong hilirisasi komoditas bahan mentah, khususnya nikel. Hal ini sejalan dengan Upaya pemerintah menjadi pemain besar di industry kendaraan listrik (Detik Finance, 11 Juli 2023).

Hilirisasi dianggap lebih memberikan nilai tambah bagi Indonesia ketimbang menjual komoditas nikel mentah. 

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menegaskan kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor biji nikel yang sudah dilakukan pemerintah sejak 2020 lalu telah berhasil menguntungkan pemerintah 30 miliar USD atau setara dengan 450 triliun rupiah dengan asumsi kurs 15 ribu rupiah per US dolar. 

Bahlil menjelaskan kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor biji nikel yang sudah diterapkan sejak 2020 telah berdampak positif pada perekonomian Indonesia. 

Dari sisi neraca perdagangan dengan perbaikan 25 bulan berturut-turut Indonesia selalu surplus terutama dengan China sebagai mitra pedagang utama terjadi perbaikan neraca perdagangan negara mencapai target dalam dua tahun terakhir.

Benarkah Hilirisasi Menguntungkan Indonesia?

Beberapa pakar ekonomi mengkritisi kebijakan hilirisasi tidak sepenuhnya menguntungkan Indonesia karena di lapangan ditemukan fakta bahwa China lebih mendominasi keuntungan hilirisasi ini dibanding Indonesia.

Anggota komisi 7 DPR RI Mulyanto. Ia meminta pemerintah mengevaluasi total program hilirisasi nikel yang berlangsung selama ini. Mulyanto menduga bahwa program ini hanya menguntungkan para investor asing tapi merugikan negara. 

Pasalnya produk smelter berupa MPI ini mendapat banyak insentif mulai dari pembelian biji nikel di bawah harga internasional, bebas pajak PPN, dapat tax holyday, bebas PPH badan, bebas keluar pajak ekspor, kemudahan mendatangkan peralatan mesin atau barang bekas pakai, kemudahan mendatangkan TKA dan lain-lain.

Pakar ekonomi Faishal Basri juga mengkritisi kebijakan hilirisasi ini pada realitas di lapangan justru lebih banyak menguntungkan Cina sebagai negara penopangnya. 

Hilirisasi nikel yang mencapai ratusan triliun tidak dirasakan masyarakat sepenuhnya sebab hanya menguntungkan pengusaha besar. Bahkan salah satunya devisa hasil ekspor disimpan diluar negeri. 

“Kita hilirisasi malah menopang industrialisasi China,” tambahnya sebagaimana dikutip dari CNBC.

Dibandingkan keuntungan ekonomi yang didapat saat ini tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan, justru memberikan kerugian yang lebih parah. Pada akhirnya Indonesia hanya gigit jari tidak mendapatkan apa-apa.

AS dan China Saling Berebut Harta Karun

Pengamat politik ekonomi Zikra Asril mengatakan, Indonesia menjadi perebutan dua kepentingan negara besar.

“Liberalisasi perdagangan sudah meletakkan Indonesia di tengah perebutan komoditas strategis dunia, seperti nikel dalam dua kepentingan negara besar, yakni AS bersama sekutunya dan China bersama BRICS,” tuturnya sebagaimana dikutip dari MNews, Rabu (5/7/2023).

Menurutnya investor China, yaitu Tsingshan Holding telah menguasai 90 persen tambang nikel. Strategi Cina agar bisa mendapatkan IUP (izin usaha pertambangan), mereka bekerja sama dengan investor domestik, salah satunya melalui Harita Group. Kekuatan investasi Cina telah membuat Indonesia harus tunduk kepada China.

Indonesia menjadi medan tempur dua kekuatan besar untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia di mana di dalam perut buminya terpendam harta karun luar biasa melimpah. Siapa yang tidak meliriknya dan berusaha untuk memonopolinya. 

Penguasaan atas SDA yang melimpah menjadi sumber energi bagi persiapan peperangan ekonomi dan politik dunia. Dua negara adikuasa ini membutuhkan peladen setia untuk mendukung kesuksesan imperialisme mereka diseluruh dunia. 

Tentunya AS melalui IMF dan China melalui ketundukan pemerintah Indonesia yang mau dengan sukarela menyerahkan kekayaan SDA dari hulu sampai hilir.

Lalu pertanyaannya, di mana letak keuntungannya bagi Indonesia tunduk pada China atau AS? Karena keduanya adalah negara penjajah. Indonesia tak ubahnya seperti keluar dari mulut harimau (AS) masuk ke mulut buaya (China).

Kapitalisme Biang Penjajahan

Sistem kapitalisme dari lahir sampai hidupnya akan terus menawarkan penderitaan di tengah-tengah umat manusia. Sistem ini akan melahirkan manusia rakus, individualis, materialis, dan kerusakan lingkungan di darat maupun di lautan sejak diterapkan oleh institusi negara. 

Negara hanya menjadi fungsi regulator bagi kepentingan para kapital. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pun bercita rasa oligarki.

Kekuatan yang harus dimiliki untuk melawan, harus lahir dari kekuatan politik yang mampu mengadang kekuatan ideologi kapitalisme global.

Solusi Paripurna

Dalam Islam, pemgelolaan SDA (barang tambang) haram untuk diprivatisasi, apalagi dikelola investor asing. Negaralah yang harus mengelolanya. Jika ada perusahaan yang diminta bekerja sama, status mereka adalah pekerja, bukan pemilik tambang.

Lalu hasil dari pengelolaan tambang tersebut wajib dikembalikan kepada rakyat berupa pemberian fasilitas umum, Pendidikan, Kesehatan dan lain sebagainya. Jika hasil tambang diekspor, negara tidak boleh mengirim ke negara yang memusuhi dan memerangi umat Islam. Dan oligarki tidak punya tempat untuk mengambil keuntungan tersebut.

Atas segala fakta tentang kondisi rusaknya kehidupan manusia saat ini, penulis selipkan firman Allah dalam surat Ar Rum ayat 41, sebagai pengingat pada kita semua:

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. Allah membuat mereka merasakan sebagian dari perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.”
Waalahu a’lam bisshawab.

Oleh: Diah Fitri Patriani
Alumni Universitas Airlangga Surabaya, saat ini menjadi praktisi pendidikan di Ponpes Al Amri Leces Probolinggo

Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Nikel, Harta Karun yang Diperebutkan China dan Amerika, Indonesia Dapat Apa? Nikel, Harta Karun yang Diperebutkan China dan Amerika, Indonesia Dapat Apa? Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar