Polemik JIS Mirip El Clasico
DALAM sepekan terakhir publik dipertontonkan duel sengit antara pihak pemerintah dan oposisi soal salah satu venue pertandingan Piala Dunia U-17, Jakarta Internasional Stadium (JIS).
Layaknya duel klasik El Clasico di Liga Spanyol antara Real Madrid dan Barcelona. Pertarungan di JIS juga tidak kalah serunya. Banyak drama yang tersaji dalam laga tersebut.
Mulai dari aksi diving di atas rumput sampai adu mulut antar pemain. Tentunya ini hal yang lumrah, karena tajuk berlaga El Clasico memang terkenal sebagai laga panas dan selalu menarik untuk ditonton.
Sebagai pecinta sepakbola, tentunya saya menikmati duel-duel tersebut. Dari awal menonton sampai kemudian berkomentar layaknya pandit sepakbola.
Terlebih permainan umpan pendek dan panjang diselingi umpan silang ke jantung pertahanan tim lawan yang diperagakan oleh kedua kebelasan membuat jantung saya berdetak kencang sambil sesekali menahan napas sejenak dan geleng-geleng kepala.
JIS dan Piala Dunia U-17
Pada akhir bulan Juni, Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) resmi menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 2023, menggantikan Peru sebagai tuan rumah yang sebelumnya telah ditunjuk FIFA.
Ini tentu "mukjizat" bagi sepakbola Indonesia. Di tengah situasi "tragedi Kanjuruhan" dan sanksi atas pembatalan tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 lalu, Indonesia kembali mendapat kepercayaan dari dunia internasional untuk menyelenggarakan event besar tersebut.
Jika melihat persiapan sebelumnya pada Piala Dunia U-20, Indonesia telah menyiapkan enam stadion yang telah menjalani proses verifikasi dan inspeksi dari perwakilan FIFA.
Keenam stadion itu adalah Stadion Kapten I Wayan Dipta (Bali), Stadion Gelora Bung Tomo (Surabaya), Stadion Manahan (Solo), Stadion Jakabaring (Palembang), Stadion Si Jalak Harupat (Kabupaten Bandung), dan Stadion Utama Gelora Bung Karno (Jakarta). Tidak ada nama JIS disini.
Keenam stadion tersebut telah dinyatakan layak menggelar Piala Dunia U-20, meski terdapat catatan penting dari FIFA untuk segera diselesaikan sebelum kick off dimulai, seperti tempat parkir dan penambahan ruangan VIP.
Karena status tuan rumah Indonesia dicabut oleh FIFA dan menunjuk Argentina sebagai host Piala Dunia U-20, besar kemungkinan keenam stadion tersebut akan tetap dipakai untuk Piala Dunia U-17 2023 oleh Indonesia.
Di sini awal mula kisruhnya. Dalam satu arahannya Presiden Jokowi meminta kepada Ketua Umum PSSI Erick Thohir untuk mempertimbangkan stadion-stadion lainnya sebagai venue pertandingan tersebut.
Hal ini dikarenakan Stadion Utama Gelora Bung Karno telah menjadi lokasi berlangsungnya konser musik Coldplay pada tanggal 15 November. Sementara Piala Dunia U-17 akan diagendakan berlangsung dari 10 November sampai 2 Desember.
JIS kemudian diajukan menjadi opsi untuk penyelenggaran Piala Dunia U-17.
Polemik JIS
Isu soal JIS tidak memenuhi standar stadion FIFA kemudian mencuat pasca sidak yang dilakukan oleh Ketua Umum PSSI Erick Thohir bersama Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Dari hasil sidak tersebut, terdapat tiga kekurangan JIS menurut versi Ketua Umum PSSI dan Menteri PUPR yakni soal rumput JIS yang tidak sesuai standar FIFA, akses keluar masuk JIS yang tidak memadai, dan ketersediaan lahan parkir.
Dalam soal rumput dan stadion, saya bersepakat dengan pendapat Pengamat Sepakbola Tommy Welly (Bung Towel) yang menyatakan dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) dengan tema "Menteri Basuki: Stadion JIS Tak Sesuai Standar FIFA; Upaya Menghapus Karya Anies?!" beberapa waktu lalu, bahwa hanya otoritas yang berwenang dalam hal ini FIFA bersama tim tecnical delegate FIFA yang bertugas memverifikasi dan memberi penilaian terhadap stadion-stadion tersebut termasuk JIS. Apakah memenuhi standar FIFA atau tidak. Menjadi polemik ketika yang berkomentar ialah orang yang dianggap tidak memiliki kapasitas soal itu.
JIS dirancang oleh konsultan ternama Buro Harpold yang terkenal berpengalaman membangun stadion-stadion sepakbola modern di Liga Inggris dan beberapa stadion Piala Dunia Qatar 2022. Ini konsultan bukan kaleng-kaleng. Nama besar Buro Harpold tentu akan dipertaruhkan jika gagal membangun stadion berskala internasional dan sesuai standar FIFA.
Meski demikian pasca polemik JIS berlangsung, nama JIS sempat hilang dari situs resmi Buro Harpold. Belum ada penjelasan resmi dari mereka soal ini. Tentu ini menjadi pertanyaan besar. Ada apa? Kenapa? Mengapa?.
Selain itu memang diakui JIS masih memiliki kekurangan soal akses keluar masuk penonton dan sarana transportasi.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan mantan Ketua Umum dan pendiri The Jakmania Bung Ferry dalam acara yang sama. Ia menyatakan kendala akses keluar masuk penonton hanya tersedia satu akses di Ramp Barat berdasarkan pengalaman Persija saat bertanding di JIS melawan Choburi FC saat Grand Launching JIS pada 24 Juli 2022. Puluhan ribu pendukung Persija terlihat berdesak-desakan saat memasuki Ramp Barat.
JIS yang memiliki kapsitas 82.000 penonton memang didesain hanya memiliki dua akses keluar masuk, yakni Ramp Barat dan Ramp Timur. Ini memang unik sekali dan sampai detik ini baru Ramp Barat yang dapat beroperasi. Saya tidak dapat membayangkan jika "tragedi Kanjuruhan" kembali terulang di JIS. Puluhan ribu orang akan kocar kacir berdesakan keluar stadion.
Bahkan dalam acara grand launching tersebut terjadi insiden robohnya pagar pembatas tribun utara yang menyebabkan satu orang terluka.
Cerita horor soal soal akses keluar masuk JIS juga pernah dirasakan para Baladewa saat menonton aksi panggung Ahmad Dhani Cs saat konser Dewa 19 beberapa waktu lalu di JIS.
Sementara untuk lahan parkir hanya dapat menampung 1.305 kendaraan. Ini tentu menjadi kendala dan PR besar bagi stadion yang dinobatkan sebagai stadion terbesar di Indonesia mengalahkan SUGBK.
Fakta di Balik Megahnya JIS
Biaya pembangunan JIS mencapai Rp4,5 triliun bersumber dari pemberian dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diluncurkan oleh pemerintah pusat senilai Rp3,6 triliun dan sisanya Rp900 miliar dikucurkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sedari awal pembangunan JIS menjadi pro-kontra karena dibangun saat terjadi pandemi Covid-19. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta, Johnny Simanjutak menilai anggaran PEN sebaiknya digunakan untuk program yang bersifat langsung karena kondisi masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi berbulan-bulan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020, PEN merupakan rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19 karena membahayakan perekonomian nasional.
Program PEN seharusnya digunakan untuk melindungi, mempertahankan, juga meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dan warga yang terdampak pandemi Covid-19.
Fakta menarik selanjutnya ialah dalam Peraturan Daerah (Perda) Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022, disebutkan Kegiatan Strategis Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta yaitu membangun Stadion Olahraga Bertaraf Internasional pada lokasi taman BMW.
Pembangunanya menggunakan skema pendanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Dengan demikian, Dispora bertanggung jawab membangun JIS bukan PT. Jakpro (BUMD) yang berorientasi profit.
Tentunya ini membuat kita bertanya-tanya, kenapa DPRD DKI Jakarta dengan mudahnya menyetujui Penyertaan Modal Daerah (PMD) senilai Rp4,546 triliun ke PT. Jakpro? Apa dasarnya? Apakah ada Peraturan Gubernur (Pergub)? Apakah Pergub lebih tinggi dari Perda RPJMD DKI Jakarta 2017-2022?
PT. Jakpro yang ditunjuk oleh Gubernur Anies Baswedan, kemudian memenangkan tender pembangunan JIS kepada KSO Wika Gedung Jaya senilai Rp4,085 triliun lebih mahal Rp302,5 miliar dari penawaran KSO Adhi Karya Rp3,782 triliun. Wow? Ada apa? Kenapa? Mengapa?
Selain itu, akibat ditunjuknya PT. Jakpro menjadi pengelola JIS menyebabkan harga sewa stadion menjadi mahal bahkan lebih mahal jika dibandingkan Persija berlaga di SUGBK.
Sejatinya pembangunan JIS merupakan gagasan lama yang diusung oleh Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, yakni Sutiyoso dan Fauzi Bowo, yang menginginkan adanya home base (kandang) bagi Persija Jakarta untuk setiap kali berlaga. Terlebih ini merupakan kompensasi bagi Persija yang stadionnya digusur dua kali oleh Pemprov DKI Jakarta, Stadion Menteng (2006) dan Stadion Lebak Bulus (2013).
Tentunya di balik kisruh dan kemegahan JIS kita semua berharap bahwa JIS dapat segera dipakai dalam event-event bergengsi internasional dan nasional. Sebagai salah satu karya anak bangsa tentu amat disayangkan jika JIS yang memakan uang rakyat tidak sedikit itu kemudian tidak dapat digunakan karena aksi-aksi "kotor" jegal menjegal yang dijadikan atraksi panggung antar pemain kedua kubu menjelang laga pamungkas sebelum menuju Pemilihan Presiden 2024.
Jangan lupakan juga, bagaimana nasib warga sekitar korban penggusuran yang terkena dampak langsung pembangunan JIS belum mendapat kepastian tempat tinggal dan ganti rugi yang layak.rmol.id
OLEH: RIO AYUDHIA PUTRA
Penulis adalah aktivis Jakarta dan pecinta sepakbola
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Polemik JIS Mirip El Clasico
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar