Angka kemiskinan menjadi salah satu barometer keberhasilan pembangunan
ekonomi suatu negara.
Tak terkecuali Indonesia.
Merujuk hal tersebut, Sosiolog Musni Umar lewat status twitternya @musniumar
pada Rabu (23/8/2023) angkat bicara.
Dalam postingannya berjudul 'KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS DKI JAKARTA
DAN JAWA TENGAH', Musni Umar memaparkan masalah kemiskinan di Indonesia.
Diyakininya, kemiskinan di Indonesia masih menjadi masalah krusial yang
tidak kunjung bisa dientaskan.
Menurut data Badan Pusat Statistik Pusat (BPS) pada awal Orde Baru tahun
1970, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 70 juta jiwa atau sebesar
60 persen dari total penduduk Indonesia.
Pada Juni 1996 sebelum krisis moneter menerjang Indonesia, jumlah orang
miskin di Indonesia sebanyak 22,50 juta jiwa atau sebesar 11,30 persen.
Setelah Indonesia memasuki era Orde Reformasi 1998 sampai 2023 atau selama
25 tahun lamanya, sudah lima presiden memimpin Indonesia, menurut data BPS
jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang
atau 9,36 persen.
"Ini tantangan maha besar yang dihadapi bangsa Indonesia, karena kita
belum berhasil memenuhi salah satu janji kemerdekaan yaitu memajukan
kesejahteraan umum, yang tidak lain membebaskan rakyat dari Kemiskinan,"
tulis Musni Umar.
"Sehingga suka tidak suka dan mau tidak mau harus dilakukan perubahan untuk
mengubah Indonesia menjadi lebih adil dan lebih sejahtera," tambahnya.
Terkait hal tersebut, Musni Umar membandingkan tingkat kemiskinan antara DKI
Jakarta yang dipimpin Anies Baswedan periode 2017-2022 atau 5 tahun dengan
Jawa Tengah yang dipimpin Ganjar Pranowo selama 2014–2019 dan 2019–2024 atau
10 tahun.
"Studi Kasus di DKI dan Jawa Tengah DKI Jakarta, penduduknya amat heterogen.
Hampir tidak ada etnis (suku) dan agama yang mendiami Indonesia, yang tidak
ada di DKI Jakarta," ungkap Musni Umar.
"Mengapa? DKI Jakarta sebagai Epicentrum kemajuan dan ibukota negara
Republik Indonesia tak ubahnya gula yang ramai didatangi semut. Rakyat
Indonesia dari semua strata sosial di seluruh Indonesia datang ke Jakarta,"
jelasnya.
BPS memproyeksikan jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 10,67 juta jiwa pada
tahun 2022.
Jumlah tersebut naik tipis sebesar 0,66 persen jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, yakni sebanyak 10,6 juta jiwa.
Sementara jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada September 2022 sebanyak
494,93 ribu orang atau 4,61 persen.
Dipaparkannya, jumlah penduduk miskin DKI Jakarta berkurang 7.110 orang atau
turun 0,08 persen poin dibandingkan pada Maret 2022, yakni sebanyak 502,04
ribu orang atau 4,69 persen.
"Jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan secara nasional, sebesar 9,57
persen, maka DKI Jakarta lebih rendah sebesar 4,61 persen," jelasnya.
Sementara itu, jumlah penduduk di Jawa Tengah sebanyak 36,52 juta jiwa
dengan orang miskin di Jawa Tengah.
Menurut data BPS pada Maret 2023, tercatat ada sebanyak 3,79 juta orang
dengan presentase sebesar 10,77 persen atau turun 0,21 persen bila dibanding
September 2022, yang mencapai 10,98 persen atau 3,86 juta orang.
"Berdasarkan data tersebut, maka DKI Jakarta yang dipimpin Anies Baswedan
2017-2022 (5 tahun) jika dibandingkan Jawa Tengah yang dipimpin Ganjar
Pranowo selama 2014–2019 dan 2019–2024 (10 tahun), tanpa ingin menjelekkan
siapapun, Anies Baswedan lebih sukses mengurangi jumlah orang miskin di
Jakarta," jelasnya.
Indikator Keberhasilan Pembangunan Ekonomi
Dilansir dari buku Ekonomika Pembangunan (2006) karya Mudrajad Kuncoro,
dijelaskan dua indikator utama dalam menentukan keberhasilan pembangunan
ekonomi di negara berkembang.
Indikator ekonomi
Ada tiga aspek dalam indikator ekonomi, yaitu:
Menurut pandangan kaum tradisional, laju pertumbuhan ekonomi merupakan
indikator utama dalam menilai keberhasilan suatu pembangunan ekonomi.
Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan indikator keberhasilan
pembangunan ekonomi, sehingga target pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah
suatu keharusan.
- Gross National Product (GNP) atau Pendapatan Nasional Per kapita
Pendapatan nasional perkapita bisa dihitung dengan cara membagi pendapatan
nasional dengan jumlah penduduk.
Penghitungan pendapatan nasional per kapita biasanya dilakukan setiap satu
tahun sekali.
Hingga saat ini, pendapatan nasional per kapita masih digunakan sebagai
tolok ukur kesejahteraan masyarakat.
Semakin tinggi tingkat pendapatan nasional per kapita suatu masyarakat, maka
akan semakin sejahtera masyarakatnya.
Masyarakat yang sejahtera merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan ekonomi suatu negara.
-
Gross Domestic Product (GDP) per kapita dengan Purcashing Power Parity
Salah satu kelemahan yang ada pada sistem penghitungan PDB selama ini adalah
ketidakmampuannya mengakomodasikan indikator-indikator non-ekonomi (faktor
lingkungan) sebagai aspek penting bagi tingkat kesejahteraan.
Ketika angka PDB nominal tidak dapat menjelaskan mengenai tingkat
kesejahteraan riil, maka United Nations Development Programme (UNDP)
mengambil inisiatif untuk menghitung variabel Purcashing Power Parity (PPP).
Penghitungan PPP digunakan sebagai dasar penentu kemampuan atau daya beli
seseorang.
Semakin tinggi daya beli seseorang atau masyarakat, maka bisa dikatakan
bahwa pembangunan ekonominya berhasil.
Indikator sosial
Ada dua aspek dalam indikator sosial, yaitu:
- Indeks pembangunan manusia
Dalam buku Kolaborasi Pembangunan Ekonomi di Negara Berkembang (2018) karya,
Muhammad Amsal Sahban dijelaskan bahwa indeks pembangunan manusia diukur
berdasarkan tiga aspek, yaitu:
-
Usia panjang yang diukur dengan tingkat harapan hidup. Semakin tinggi
tingkat harapan hidup, maka pembangunan ekonomi bisa dikatakan berhasil.
-
Pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang
dewasa yang bisa membaca dan rata-rata tingkat sekolah. Semakin tinggi
tingkat rata-rata membaca dan rata-rata tingkat sekolah, maka
pembangunan ekonomi bisa dikatakan berhasil.
-
Penghasilan yang diukur dengan pendapatan riil yang telah disesuaikan,
yaitu disesuaikan menurut daya beli atau mata uang masing-masing negara.
Semakin tinggi tingkat penghasilan masyarakat, maka pembangunan ekonomi
bisa dikatakan berhasil.
- Physical Quality Life Index (PQLI)
Physical quality life index atau indeks mutu hidup adalah indeks gabungan
dari tiga indikator utama, yaitu:
- Angka harapan hidup pada usia tahu tahun
- Angka kematian
- Tingkat buta huruf
Orang Miskin di Balik Tingginya Survei Tingkat Kepuasan Kinerja Jokowi
Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Pemerintah yang mencapai 80 persen
pada tahun 2023 kini dibanggakan banyak pihak.
Hasil survei tersebut bahkan menjadi acuan para Calon Presiden (Capres) yang
akan berkontestasi dalam kontestasi demokrasi 2024.
Seperti Capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), Ganjar Pranowo.
Selanjutnya, Capres dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang
diusung Gerindra, PKB, PAN dan Partai Golkar, yakni Prabowo Subianto.
Keduanya terus memupuk narasi akan melanjutkan pembangunan Presiden Joko
Widodo (jokowi) apabila terpilih dalam Pilpres 2024.
Pendapat berbeda justru dilayangkan pihak oposisi.
Mereka justru mempertentangkan hasil survei tersebut.
Mereka mempertanyakan alasan soal tingginya tingkat kepuasan publik terhadap
pemerintah.
Sebab, beragam masalah, mulai dari mahalnya harga bahan makanan pokok hingga
angka pengangguran masih tinggi saat ini.
Terkait hal tersebut, Sosiolog, Musni Umar angkat bicara.
Lewat status twitternya @musniumar pada Senin (21/8/2023), dirinya
mengungkapkan alasan tingkat kepuasan publik bisa melambung tinggi.
Bukan karena buzzer ataupun lembaga survei merupakan bagian dari pendukung
Jokowi.
"INI JAWABANNYA: 'MENGAPA TINGGI TINGKAT KEPUASAN PUBLIK TERHADAP PRESIDEN
JOKOWI?'," tulis Musni Umar.
Dalam postingannya, Musni Umar menyampaikan banyak yang tidak percaya
berbagai hasil survei tersebut.
Alasannya karena realitas sosial menunjukkan sangat besar jumlah orang
miskin di Indonesia.
Sedangkan tingkat kepuasan masyarakat justru naik dari semula sekira 45
persen pada tahun 2015 melambung tinggi menjadi 80 persen pada tahun
2022.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah orang miskin di Indonesia per
September 2022 sebanyak 26,36 juta orang dengan garis kemiskinan yang
rendah, yakni hanya sebesar Rp 535 547 per kepala per bulan.
Bahkan kalau merujuk rekomendasi Bank Dunia, garis kemiskinan Indonesia
sejatinya dinaikkan menjadi 3,2 Dolar Amerika Serikat.
Jika dikalikan dengan kurs 1 dolar Amerika Serikat dengan rupiah pada
tanggal 18 Agustus 2023 sebesar Rp15.321, maka garis kemiskinan sebesar Rp
48.027 per kepala per hari atau sebesar Rp 1.470.810 per bulan.
Jika merujuk rekomendasi dari Bank Dunia, maka jumlah orang miskin di
Indonesia sebanyak 110 juta orang (40 persen) dari penduduk Indonesia.
"Kalau memotret satu masalah saja, yaitu kondisi kemiskinan di Indonesia
yang sangat besar jumlahnya, masuk akal kalau banyak yang tidak percaya
berbagai hasil survei yang dilakukan lembaga-lembaga survei yang merilis
tingginya tingkat kepuasan publik terhadap presiden Jokowi," tulis Musni
Umar.
Mengapa Tinggi Tingkat Kepuasan?
Orang-orang miskin yang sangat besar jumlahnya, menurutnya akan sangat wajar
jika menyatakan kepuasannya terhadap Jokowi.
Sebab mereka diberikan sejumlah bantuan.
Di antaranya, Bantuan Langsung Tunai (BLT), bantuan sembilan bahan pokok
(sembako) atau yang populer bantuan sosial (bansos) terutama beras, minyak
goreng dan lainnya.
Selanjutnya, mereka diberikan bantuan permodalan serta Program Keluarga
Harapan (PKH) sebagai program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada
Keluarga Miskin (KM) yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH.
"Jumlah bantuan sosial pemerintah kepada orang-orang miskin hingga Oktober
2022, sangat besar dan fantastik," ungkap Musni Umar.
"Pemerintah telah merealisasikan bantuan sosial dalam bentuk anggaran
perlindungan sosial (perlinsos) 2022 yang mencapai Rp333,8 triliun,"
paparnya.
Nilai bantuan yang disalurkan pemerintah ke penerima yang berhak pun
berkisar, mulai dari sebesar Rp 200.000 hingga Rp 3,5 juta per kepala
keluarga.
Mereka yang mendapat bantuan sosial, apabila diwawancara oleh para tim
survei dari lembaga survei pasti menjawab puas terhadap presiden Jokowi.
"Namanya juga 'dapat rezeki nomplok', pasti puas. Walaupun jumlahnya kecil,
tetapi wong cilik nilai sebagai gaji dari Pak Jokowi," ungkap Musni Umar.
"Akan tetapi, nasib orang miskin tidak akan pernah berubah, akan terus
menjadi miskin sepanjang hidup dan juga keluarga mereka karena
pemerintah tidak mewujudkan Pembukaan UUD 1945 yaitu 'memajukan
kesejahteraan umum', sejatinya pemerintah mengamalkan pepatah kuno 'Beri
kail, jangan ikannya'," tutupnya.
Survei LSI: 82 Persen Masyarakat Puas dengan Kinerja Jokowi
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis tingkat kepuasan masyarakat terhadap
kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada April 2023.
Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengungkapkan 82 persen masyarakat puas
dengan kerja Jokowi.
Menurut Djayadi, ini adalah capaian tertinggi Jokowi sepanjang catatan LSI.
"Kinerja Presiden pada April 2023 dinilai positif oleh 82 persen, yang
menilai negatif itu ada 17,5 persen. Jadi tampaknya ini dalam data LSI
adalah capaian tertinggi kinerja presiden, penilaian positif tertinggi
kinerja presiden dari masyarakat," ujar Djayadi dikutip dari Kompas.com pada
Rabu (3/5/2023).
Djayadi memaparkan, tren kepuasan terhadap kinerja Jokowi memang meningkat
dalam 6-7 bulan terakhir.
Dia mengatakan angka kepuasan publik terhadap Jokowi jauh lebih kuat
dibandingkan tahun 2015.
"Jadi angka ini memang cukup tinggi saya kira," ucapnya.
Lalu, Djayadi menjelaskan alasan tingkat kepuasan masyarakat terhadap
kinerja Jokowi bisa tinggi. Dia mengatakan, salah satu penilaian tertinggi
adalah mengenai ekonomi, terutama inflasi.
Djayadi memaparkan, jika inflasi di era seorang Presiden turun, maka tingkat
kepuasannya tinggi.
Namun, jika inflasi malah melonjak, maka tingkat kepuasan terhadap Presiden
rendah.
Djuyadi bahkan memberi contoh era pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY).
Di mana, saat itu tingkat kepuasan terhadap SBY juga mencapai angka 80-an.
"Ada yang menarik juga di situ. Angka 80-an persen itu juga pernah dicapai
oleh Pak SBY, pada Juni 2009, itu Pak SBY itu juga memperoleh angka di
kisaran 85 persen tingkat kepuasan. Dan pada saat itu tingkat inflasi juga
sangat rendah," kata Djayadi.
"Kembali ke tingkat kepuasan kepada Presiden pada saat ini, memang sejak
Oktober 2022 lalu, tingkat inflasi kalau kita lihat dari data BI itu tingkat
inflasi cenderung menurun dari angka 6 ke 5 selama 5-6 bulan terakhir. Jadi
ini salah satu penjelas mengapa tingkat kepuasan cukup tinggi kepada
Presiden," sambungnya.
Sementara itu, Djayadi mengatakan kepuadan terhadap kinerja presiden juga
berkaitan erat dengan kondisi hukum dan politik.
Adapun survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) dilakukan pada 12-17 April
2023.
Wawancara dilakukan secara tatap muka.
LSI melibatkan 1.220 responden dalam survei ini. Survei dilakukan dengan
metode multistage random sampling dengan margin of error -+2,9 persen pada
tingkat kepercayaan 95 persen.
Survei Kompas: 61,9 persen Responden Puas dengan Kerja Pemerintah di
Bidang Penegakan Hukum
Hasil survei periodik Kompas periode Agustus 2023 menunjukkan, 61,9 persen
responden menyatakan puas dengan kerja-kerja pemerintah di bidang penegakan
hukum. Tingkat kepuasan ini sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan
survei periode Mei 2023.
Membandingkan dengan survei-survei sebelumnya, tingkat kepuasan terhadap
kinerja pemerintah di bidang hukum ini bukanlah yang tertinggi.
Dari 11 kali survei yang pernah dilakukan Litbang Kompas sejak 2019, rekor
kepuasan publik pada kerja-kerja pemerintah di bidang hukum tercatat
tertinggi terjadi pada survei periode Januari 2022 dengan tingkat kepuasan
mencapai 65,9 persen.
Meski demikian, dibandingkan dengan survei yang digelar sepanjang tahun ini,
kepuasan publik pada kinerja pemerintah di bidang hukum kali ini tercatat
paling baik.
Pada survei Januari 2023, angka kepuasan berada di 55,1 persen. Angka ini
kembali naik pada survei Mei 2023 dengan 59 persen dan kembali meningkat
pada survei periode Agustus (61,9 persen).
Jika ditelaah lebih dalam, kenaikan tingkat kepuasan pada kinerja bidang
hukum ini salah satunya ditopang pada aspek kinerja pemerintah dalam hal
menjamin perlakuan yang sama oleh aparat hukum kepada semua warga.
Pada aspek ini, terdapat 57,9 persen responden menyatakan kepuasannya.
Dibandingkan dengan hasil survei periode Mei 2023, pencapaian ini mengalami
peningkatan 2,6 persen.
Semakin tingginya kepuasan terhadap kesetaraan di mata hukum ini tidak lepas
dari komitmen penegak hukum dalam memperlakukan sama semua warga negara.
Kasus penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi
dalam dugaan kasus korupsi boleh jadi turut memengaruhi persepsi publik
terkait hal ini.
Kasus ini penting karena melibatkan perwira tinggi TNI yang masih aktif.
Kemampuan aparat penegak hukum mengungkap kasus tersebut menjadi poin plus
yang meningkatkan kepuasan publik.
Perhatian publik yang meluas terhadap kasus ini mau tidak mau akan menjadi
indikator penting apakah perlakuan yang sama di muka hukum akan tetap
terjaga dengan baik.
Kasus kriminal
Selain soal kesetaraan dan perlakuan yang sama di muka hukum, penuntasan
kasus hukum atau penanganan kriminalitas juga mengalami kenaikan tingkat
kepuasan di mata publik.
Kali ini, aspek kinerja ini meningkat 2,5 persen dibandingkan survei Mei
2023. Kenaikan ini membuat penuntasan kasus kriminal menjadi aspek dengan
tingkat kepuasan paling tinggi, yakni 60,2 persen.
Lebih lanjut, survei kali ini juga menangkap adanya peningkatan kepuasan
publik terhadap upaya pemerintah memberantas praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme di mana pada aspek ini kepuasan publik ada di angka 55,9 persen
atau naik 2,1 persen dibandingkan survei Mei 2023.
Dari lima aspek yang menjadi pengukuran kinerja pemerintah di bidang hukum,
aspek penuntasan kasus kekerasan oleh aparat atau pelanggaran hak asasi
manusia cenderung stagnan.
Pada aspek ini, kepuasan publik berada di angka 56,3 persen. Dibandingkan
pengukuran di Mei 2023, tingkat kepuasan di aspek ini hanya naik 0,8 persen.
Upaya pemerintah cenderung belum menunjukkan arah signifikan pada aspek ini.
Apalagi baru-baru ini publik dipertontonkan kasus kekerasan Dago Elos di
Kota Bandung, Jawa Barat, yang mengekspresikan tindakan represif aparat
kepada warga sipil.
Kasus ini menambah serentetan kasus kekerasan oleh aparat yang hingga kini
masih belum tuntas betul, termasuk salah satunya Tragedi Kanjuruhan yang
menewaskan 135 orang.
Hingga saat ini, kasus ini masih menimbulkan tanda tanya publik karena belum
semua penembak gas air mata dihukum (Kompas, 12/8/2023).
Pemberantasan suap
Meski secara umum publik puas dengan kinerja pemerintah di bidang penegakan
hukum, masih ada aspek kinerja yang sangat membutuhkan perbaikan, yaitu
pemberantasan suap dan jual beli kasus hukum.
Hasil survei menunjukkan, hanya 44,5 persen responden yang puas dengan
kinerja pemerintah dalam memberantas suap dan jual-beli hukum.
Aspek ini tercatat paling rendah tingkat kepuasannya dibandingkan aspek
menuntaskan kasus hukum atau kriminal, penuntasan kasus-kasus kekerasan oleh
aparat/pelanggaran HAM, penjaminan perlakuan yang sama oleh aparat hukum
kepada semua warga, dan pemberantasan KKN.
Masih rendahnya tingkat kepuasan pada aspek pemberantasan suap dan jual beli
kasus hukum ini menunjukkan bahwa pekerjaan rumah pemerintah dalam hal
penegakan hukum masih bertumpuk.
Apalagi secara umum, jika dibandingkan dengan kinerja pemerintah di bidang
lainnya, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja penegakan hukum juga
relatif rendah.
Di bidang politik dan keamanan, misalnya, tingkat kepuasan publik bisa
mencapai 79,3 persen.
Tak berbeda jauh, tingkat kepuasan pada bidang kerja kesejahteraan sosial
juga cukup tinggi di kisaran 76,4 persen.
Adapun kinerja pemerintah di bidang hukum relatif masih setara dengan
kinerja pemerintah di bidang ekonomi.
Masih rendahnya tingkat kepuasan masyarakat di aspek hukum perlu dijadikan
bahan refleksi oleh pemerintah.
Apalagi harapan publik pada peningkatan kinerja di bidang penegakan hukum
ini relatif tinggi.
Publik memiliki keyakinan yang cukup besar pemerintah bisa terus memperbaiki
kinerja di bidang penegakan hukum.
Setidaknya, 76 persen responden di survei kali ini meyakini kinerja
penegakan hukum bisa lebih baik lagi hingga masa pemerintahan Joko
Widodo-Ma’ruf Amin berakhir pada tahun depan.
Untuk bisa menjawab harapan tersebut, pemerintah dan lembaga penegak hukum
harus bisa membuktikan keseriusannya.
Salah satunya melalui upaya penyelesaian kasus-kasus hukum yang menyita
perhatian publik.
Sebut saja di antaranya dugaan kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri
Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dan Kepala Basarnas Marsekal Madya
Henri Alfiandi.
Upaya penyelesaian kasus-kasus ini akan memengaruhi persepsi publik terhadap
tekat pemerintah dalam memberantas KKN.
Seperti yang disebutkan dalam temuan survei terkait kinerja pemerintah di
bidang hukum ini bahwa menjamin perlakuan yang sama oleh aparat hukum kepada
semua warga menjadi penopang kepercayaan publik pada kerja-kerja pemerintah
di bidang hukum.
Jika perlakuan sama tidak dijamin, bukan tidak mungkin kepercayaan publik
pada penegakan hukum akan melemah.
Tak pelak menjamin kesetaraan dalam hukum menjadi kunci merawat kepercayaan
publik pada kinerja penegakan hukum.
Foto: Kolase Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan/TRIBUNNEWS.com Dany
Permana/Dok. Pemprov DKI Jakarta
Tidak ada komentar