Breaking News

Korban OPM Bertambah Lagi, Panglima TNI Lebih Suka Berjoged di Istana


Suara.com, 26 November 2021 melaporkan : Dewan Gereja Papua mencatat sebanyak 60 ribu warga Papua mengungsi akibat konflik yang terjadi antara OPM dan TNI-Polri. Anak-anak dan ibu banyak yang menjadi korban hingga meninggal dunia saat mengungsi. Puluhan ribu pengungsi tersebar di 6 wilayah, yakni Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Nduga, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Puncak Papua. Di wilayah Intan Jaya saja selama 2 tahun sejak 25 Oktober 2019 telah terjadi 28 konflik dan menelan 47 orang. Bahkan ada jendral Bintang 1 tewas ditembak dalam insiden baku tembak yang terjadi di Beoga, Kabupaten Puncak, pada Minggu (25/04/21).

Menurut laporan riset Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (UGM), selama periode 2010 sampai Maret 2022 ada 348 kasus kekerasan yang terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat. Dari seluruh kasus tersebut ada 464 korban jiwa, di mana sebagian besar atau 320 korban (69%) berstatus masyarakat sipil (Databox, 16/06/2022). Lengkapnya dapat dilihat pada table :
Daftar Korban Meninggal akibat Perang dengan OPM selama 2 tahun
No Nama Nilai / Korban Jiwa %
1 Polisi 34 7%
2 TPNPB-OPM 38 8%
3 TNI 72 16%
4 Masyarakat sipil 320 69%
Total 464 100%
Sumber : Databox 16/06/2022

Dari daftar tersebut jumlah korban anggota TNI 2 x lipat dari korban Polisi. Jika TNI + Polisi dijumlah maka korbannya 3x lebih banyak dibandingkan dengan korban OPM. Akan tetapi korban penduduk sipil jauh lebih banyak. Dapatlah disimpulkan sementara ini bahwa TNI tidak dapat melindungi anggotanya yang ada dilapangan. Bagaimana pula dapat menjaga negara & rakyatnya dari OPM sebagaimana yang terkandung di dalam UUD 45. Daftar sebagai berikut :
Daftar Korban dari TNI/Polri vs OPM dalam 2 tahun terakhir ini.
No Nama Nilai / Korban Jiwa %
1 POLRI +TNI 106 74%
2 OPM 38 26%
Total Total 144 100%
Sumber : Databox 16/06/2022

Melihat data ini secara kasat mata terlihat bahwa dalam perang antara OPM vs TNI/Polri. OPM unggul telak, korban dipihak mereka hanya 26 % dibanding TNI/Polri 74 %. Padahal mereka hanya memiliki senjata api seadanya plus panah. Data ini sungguh memalukan, mengapa di dalam Latihan tentara Indonesia selalu mendapat pujian atas keberhasilannya, tetapi di lapangan yang sebenarnya justru menjadi looser ? Di sepanjang tahun 2022 saja menurut Laporan Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) menunjukkan sedikitnya 53 kasus kekerasan dan konflik bersenjata terjadi di Papua sepanjang 2022 dengan jumlah korban sebanyak 75 orang. Dari jumlah tersebut, 47 kasus terjadi di Provinsi Papua dan 6 kasus terjadi di Provinsi Papua Barat (Databox, 02/03/2023).

Mungkin ini merupakan indikasi kegagalan pembinaan teriterial dan inteligen, tapi mungkin juga kegagalan strategi pasukan infanteri di lapangan. TNI punya banyak pengalaman dalam kasus pemberontak seperti OPM ini seperti PRRI/Permesta, DI/TII (Sulsel, Jabar), GAM, TIMTIM, seharusnya petinggi TNI belajar dari Sejarah tersebut.

Dalam catatan Bisnis,com 16 April 2023, serangan terakhir terjadi pada tanggal Sabtu (15/4/2023) kemarin. Serangan ini kabarnya menewaskan 6 prajurit TNI dan 9 lainnya disandera oleh KKB Papua. Sementara TNI sendiri menyebut bahwa prajuritnya yang tewas dalam kontak tembak tersebut hanya 1 orang. Jumlah korban belum dapat dipastikan karena, sampai saat ini TNI belum memperoleh kontak mengenai kondisi terakhir di Nduga, Papua. Sedang Tempo.com mewartakan di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua Tengah mereka menembak seorang prajurit TNI hingga tewas pada Jumat, 19 Mei 2023. Terakhir Viva.co.id, 22 Agustus 2023, menyampaikan kabar duka kembali datang dari prajurit TNI AL (marinir) yang di wilayah Papua Pegunungan terkena peluru tajam OPM.

Melihat catatan buruk dalam mengatasi OPM, timbul banyak pertanyaan, apakah TNI tidak mampu lagi mengatasi masalah OPM (KKB/OPM)? Apakah ketakutan TNI pada opini Luar negeri sedemikian kuat sehingga rela mengorbankan nya anggotanya ? Apakah begitu kuatnya aturan yang mengikat TNI sehingga lebih baik mengorbankannya anggota di lapangan.

Sebenarnya jika ada UU yang menghambat, TNI bisa membahasnya di DPR dengan bantuan para tokoh sipil untuk memperbaiki posisinya. Jadi jangan sampai karena takut dituduh melanggar HAM dan takut kepada Presiden, takut kepada Partai politik, kemudian mengorbankan anggotanya. TNI kan anaknya Rakyat kenapa tidak minta tolong ke rakyat untuk melepaskan belenggu politik itu? Sungguh Indonesia tidak memerlukan panglima cemen, yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Logikanya bagaimana mau menjaga kedaulatan Ri & rakyat, jika keselamatan anggotanya saja tidak dapat dilindungi.

Sudah 2 tahun ini di istana termasuk panglima ikut berjoget ria saat HUT RI yang seharusnya diperingati secara hikmad. Di lapangan anggota dilapangan dibiarkan berhadapatan dengan pemberontak yang kejam dan keji. Dimanakah posisi Panglima, para Kepala Staf dan para Danjen berada ? Bukankah ada aturan yang mengikat bahkan sumpah bahwa anggota TNI harus setia pada bangsa dan negara ? Kalian harusnya bersuara dengan lantang jika ada masalah politik yang mengikat ? Ketakutan atas hilangnya jabatan dan pangkat, rupanya lebih kuat dibandingkan dengan ketakutan jika harus mati di kancah peperangan, apakah memang demikian.

Konon kabarnya di Periode pemerintahan sekarang pangkat jendral agak diobral, jika tidak salah ada kenaikan pangkat sebanyak 2 x untuk para Pati, sehingga akhirnya pangkat itulah yang membuat para petinggi TNI lupa diri dan tidak dapat bergerak.

Jika Panglima memang tidak sanggup melindungi anggota pasukan, kenapa tidak mundur saja, itu rasanya lebih terhormat dibandingkan baju kebesaran tentara, tapi tidak dapat berbuat apa-apa. Ataukah para petinggi TNI sudah ketularan presiden Jokowi yang tidak mau mundur walaupun gagal melaksanakan tugas. Buat seorang prajurit kehormatan dan integritas itu sangat penting.

Ruslan Buton seorang Kapten purn sempat menyiapkan dirinya untuk menghadapi OPM saking cintanya pada bangsa dan negara ini. Laskar Rakyat yang dipimpin ulama diyakini siap membantu, jika memang TNI sudah tidak mampu lagi. Rakyat tidak rela anggota TNI menjadi bulan2an OPM, mejadi sasaran tembak OPM akibat petingginya tidak punya keberanian bertindak..

Semoga TNI kembali ke jati dirinya, bukan cuma bisa berjoget ria, mengancam ulama, menghilangkan diorama G30S dan membuat patung Sukarno dan menurunkan baliho. Prestasi TNI itu dalam menjaga keamanan negara dan bangsa Indonesia.

Sebagai penutup disampaikan Mars Siliwangi, yang liriknya dapat menggugah siapapun yang jadi tentara bahkan rakyat sekalipun. Motonya yang terkenal: “Pasukan Siliwangi, Saeutik geu mahi” (artinya sedikitpun jumlah pasukannya cukup)
Mars Siliwangi
Oh beginilah
Nasibnya soldadu
Diosol-osol dan di adu-adu
Tapi biar tidak apa
Asal untuk Negeri kita
Naik dan turun gunung
Hijrah pun tak bingung

Paduli teuing
Kuring keur ngabagong
Nu narenjokeun ulah rea omong
Kieu so teh miceun tineung
Lamun prung mah moal ke eung
Pasukan Siliwangi
Sa eutik geu mahi

Bandung, 21 Agustus 2023

Oleh Memet Hakim
Pengamat Sosial & Wanhat APIB

Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Korban OPM Bertambah Lagi, Panglima TNI Lebih Suka Berjoged di Istana Korban OPM Bertambah Lagi, Panglima TNI Lebih Suka Berjoged di Istana Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar