Kala Faisal Basri Sebut KCJB Mustahil Bisa Balik Modal, Bahkan sampai Kiamat
Operasional Kereta Jakarta Bandung (KCJB) tinggal menghitung hari. Setelah molor berkali-kali, megaproyek yang didanai utang China ini akan mulai beroperasi komersial pada Oktober mendatang.
Seperti diketahui, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya dan gagal memenuhi target awal penyelesaiannya.
Pemerintah Indonesia dan China sendiri telah menyepakati angka pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebesar 1,2 miliar dollar AS. Angka tersebut merupakan hasil audit setiap negara yang kemudian disepakati bersama.
Dengan demikian, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dollar AS. APBN Indonesia juga dikucurkan untuk menyelematkan proyek ini meski itu mengingkari janji pemerintah.
Sejak awal, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung memang menuai hujan kontroversi. Proyek ini awalnya diinisasi Jepang, tetapi di tengah jalan, pemerintah kemudian justru memilih China menggarap proyek tersebut.
Dikritik Faisal Basri
Ekonom Senior Faisal Basri pernah menyebut proyek Keret Cepat Jakarta Bandung tidak layak secara bisnis sehingga dipastikan sulit balik modal.
Bahkan, Faisal Basri menggunakan analogi sampai kiamat pun proyek tersebut tidak akan bisa menutup investasi yang sudah keluar. BUMN yang diminta pemerintah menggarap proyek tersebut kini juga akhirnya terbebani.
Belum lagi, lanjut Faisal, biaya yang dikeluarkan rupanya membengkak sangat besar. Dari awalnya 6,07 miliar dollar AS, di tengah jalan melonjak menjadi mendekati 8 miliar dollar AS.
Baca juga: Pernah Dilawan Jonan, Konsesi KCJB Kini Malah Diizinkan Jadi 80 Tahun
Dengan tambahan nilai pembengkakan ini, maka estimasi total biaya pembangunan penawaran China jauh melampaui proposal biaya kereta cepat yang ditawarkan Jepang yakni sebesar Rp 6,2 miliar dollar AS.
Dengan investasi sebesar itu, kata Faisal Basri, rasanya sulit untuk balik modal meski tiketnya seharga Rp 400.000 sekali jalan.
“Diperkirakan sampai kiamat pun tidak balik modal,” kata Faisal dikutip dari Kompas TV, beberapa waktu lalu.
Faisal bercerita, saat rapat kordinasi awal proyek itu diajukan, banyak menteri yang menolak. Begitu juga dengan konsultan independen yang disewa pemerintah, Boston Consulting Group.
“Boston Consulting Group ini dibayar Bappenas bekerja untuk 2 minggu senilai 150.000 dollar AS, menolak 2 proposal (salah satunya Kereta Cepat Jakarta Bandung),” ujar Faisal.
"Tetapi Rini Soemarno yang berjuang. Menteri lainnya banyak menolak, tapi Rini ngotot." tambahnya.
Rini Soemarno adalah Menteri BUMN saat itu. Namun, akhirnya proposal proyek itu lolos. Dengan catatan, dikerjakan oleh BUMN dan swasta serta tidak menggunakan uang negara sama sekali.
Janji tanpa duit APBN itu sendiri saat ini sudah diralat Presiden Jokowi. Mengingat BUMN yang terlibat di proyek tersebut kondisi keuangannya sempat berdarah-darah.
Perizinan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung juga sebenarnya sempat terkatung-katung karena belum disetujui oleh Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan.
Saat peletakan batu pertama yang dihadiri Jokowi, Jonan bahkan tidak hadir meskipun posisinya sebagai orang nomor satu di regulator perkeretaapian.
"Kesimpulannya kesalahan pucuk pimpinan," imbuh Faisal Basri.
Banyak kalangan yang menganggap, jarak Bandung-Jakarta yang hanya sekitar 150 kilometer kurang efektif dilayani dengan kereta supercepat.
Jarak pendek ini bisa berdampak pada kecepatan kereta. Belum lagi, kereta masih harus berhenti di beberapa stasiun di antara kedua kota besar tersebut.
Masalah lainnya, stasiun Kereta Cepat Jakarta Bandung berada jauh di pinggiran kota. Di Bandung, stasiun kereta cepat berada di Tegalluar yang masuk wilayah Bojongsoang, Kabupaten Bandung.
Sementara akses dari Tegalluar ke pusat Kota Bandung relatif cukup jauh dan merupakan daerah macet. Sejauh ini, transportasi massal penghubung Kota Bandung dan Tegalluar belum memadai.
Setali tiga uang, stasiun kereta cepat di Jakarta juga berada di daerah Halim sehingga calon penumpang dari pusat kota harus menuju Halim untuk menggunakan kereta cepat.
Hal ini berbeda dari KA Argo Parahyangan, di mana penumpang cukup ke Stasiun Gambir, sementara penumpang bisa turun di Stasiun Bandung yang lokasinya berada di jantung kota.
Kereta Cepat Jakarta Bandung juga diperkirakan sulit bersaing apabila menawarkan tiket di atas Rp 300.000.
Sumber: kompas
Foto: Ekonom Senior Faisal Basri/Net
Kala Faisal Basri Sebut KCJB Mustahil Bisa Balik Modal, Bahkan sampai Kiamat
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar