Breaking News

Cerita Umar Bin Khattab Tolak Politik Dinasti, Larang Anaknya Jadi Kepala Negara


Perhelatan politik tahun 2024 yang akan datang hangatnya sudah dapat dirasakan saat ini. 

Masing-masing elite partai politik menyodorkan nama-nama bakal calon presiden dan wakil presiden yang akan diusungnya.

Dari situ muncul sejumlah nama. Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Erick Thohir, dan lain sebagainya muncul sebagai nama-nama yang berpotensi bertarung di Pilpres 2024 nanti.

Penelitian dari beberapa lembaga survei yang kredibel menyodorkan angka-angka elektabilitas bagi beberapa bakal calon presiden dan wakil presiden RI tersebut. Hal ini juga yang menambah hangatnya suasana percaturan politik di tahun 2024 nanti.

Dalam situasi seperti itu, tren politik dinasti kembali mengemuka. Diakui atau tidak,  politik dinasti itu ada dan telah dipraktikkan para elite politik, tak terkecuali di negeri ini.

Secara sederhana, politik dinasti ialah politik di mana jabatan kekuasaan atas sesuatu diduduki oleh orang yang memiliki jalur kekerabatan yang dekat.

Dalam hal ini bisa anak, keponakan, paman dan kerabat dekat lainya. Politik dinasti dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan kekuasaan agar tetap berada di lingkaran keluarga.

Umar Larang Putranya Jadi Khalifah

Umar Bin Khattab Radhiyallahu Anhu tahu benar bagaimana beratnya tanggung jawab sebagai seorang pemimpin. 

Karena itu sahabat Rasulullah Shalallahu Alahi Wassalam tersebut ketika sedang sekarat usai ditikam seorang Majusi dari Persia, melarang anak-anaknya untuk menjadi penerusnya sebagai pemimpin alias khalifah.

Seperti dinukil dari Sejarah Umat Islam karya Prof Hamka (Buya Hamka), Umar saat sekarat dan hendak meninggal dunia memberikan arahan kepada kaum Muslimin soal pemilihan khalifah penggantinya. 

Saat itu beberapa sahabat yang hadir mendengarkan wasiat Umat, menyarankan kepada khalifah kedua tersebut untuk memilih anaknya, Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu sebagai penggantinya sebagai khalifah.

"Ya Amirul Mukminin, anak paduka itu lebih layak menerima jabatan khalifah ini, jadikan sajalah dia menjadi khalifah, kami akan menerimanya," kata sebagian Muslimin pada saat itu.

Bukannya mendorong anaknya maju menjadi khalifah, Umar justru langsung menolak. 

"Tidak ada kaum keturunan Al Khattab hendak mengambil pangkat khalifah ini untuk mereka, Abdullah tidak akan turut memperebutkan pangkat ini."

Setelah itu, Umar bin Khattab menoleh ke arah Abdullah bin Umar, anaknya. 

"Anakku Abdullah, sekali-kali jangan, sekali-kali jangan engkau mengingat-ingat hendak mengambil jabatan ini!"

"Baiklah ayah," jawab Abdullah bin Umar.

Wasiat dari ayahnya ini, dipatuhi Abdullah bin Umar, hingga akhirnya Utsman bin Affan terpilih menjadi pengganti Umar. 

Sampai kepada masa perebutan khalifah di antara Ali Bin Abi Thalib dan Muawiyah, Abdullah bin Umar menjadi sosok yang netral.

Umar Marah Anaknya Dapat Privilege Soal Pengurusan Unta

Umar juga pernah memarahi anaknya, Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu gara-gara dinilai telah memanfaatkan hak istimewa (privilege) sebagai anak raja atau khalifah. 

Padahal, Abdullah tidak sengaja atau bahkan tidak mengetahui mendapatkan privilege dalam pemeliharaan unta. Bagaimana kisahnya?

Menjadi anak Umar tak lantas membuat Abdullah hidup bergelimang harta dan bermewah-mewahan. Bahkan, khalifah pengganti Abu Bakar Radhiyallahu anhu itu tidak pernah memberikan fasilitas ala raja atau sultan kepada anaknya, terutama dalam berbisnis.

Hal itu dirasakan Abdullah bin Umar yang pernah berbisnis unta. Abdullah membeli seekor unta yang amat kurus, lalu menggembalakannya di padang rumput di Madinah. 

Padang rumput tersebut menjadi tempat unta-unta sedekah milik Baitul Mal dan milik warga mencari makan.

Suatu hari, Umar bin Khatab pergi untuk menjalankan pemeriksaan. Seperti dikisahkan dalam dalam buku Umar bin Khatab, Kehidupan Umar dalam Keluarga, Umar saat sedang memeriksa melihat seekor unta yang gemuk. Unta itu berbeda dengan unta lainnya karena pertumbuhannya yang baik.

Lalu, Umar bertanya, “Siapakah pemilik unta ini?” mereka menjawab “Unta Abdullah bin Umar."

Umar pun terkejut mengetahui pemilik unta gemuk itu. “Bagus! Bagus sekali wahai anak Amirul Mukminin,” kata Umar.

Kemudian Umar mengutus orang untuk memanggil Abdullah. Putranya tersebut pun datang dengan tergesa-gesa.

Abdullah Dimarahi Umar

Ketika Abdullah sampai di hadapan ayahnya, Umar mengelus-elus ujung janggutnya (jenggot) kebiasaanya ketika menghadapi urusan yang genting dan berkata kepada anaknya, “Unta apakah ini Abdullah?”

“Unta ini aku beli menggunakan uangku sendiri,” jawab Abdullah.

“Unta ini dulunya sangat kurus, lalu aku gembalakan di padang rumput, setelah sekian lama unta ini menjadi gemuk. Aku memperdagangkannya agar memperoleh keuntungan seperti yang diharapkan oleh orang lain,” Abdullah menjelaskan kepada ayahnya.

Umar membantahnya dengan nada keras yang meluap-luap, "Lalu ketika orang-orang melihat unta ini, mereka berkata, gembalakannya unta anak Amirul Mukminin, rawatlah, berilah minum secukupnya, sehingga untamu menjadi gemuk dan berlipat keuntunganmu. Hai anak Amirul Mukminin!"

Lalu, Umar melanjutkan, “Hai Abdullah bin Umar, ambillah modal awal pokok yang kamu gunakan untuk membeli unta ini, dan kembalikan semua keuntungannya ke Baitul Mall."

Abdullah bin Umar pun tak marah. Dia mengikuti perintah ayahnya untuk hanya mendapatkan kembali modal dari unta yang dipeliharanya tersebut, sementara keuntungannya dimasukkan ke Baitul Mal.

Sumber: republika
Foto: Ilustrasi Umar Bin Khattab/Net
Cerita Umar Bin Khattab Tolak Politik Dinasti, Larang Anaknya Jadi Kepala Negara Cerita Umar Bin Khattab Tolak Politik Dinasti, Larang Anaknya Jadi Kepala Negara Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar