Akrobat Politik Aparat Desa: Dulu Jokowi 3 Periode, Kini Dukung Prabowo-Gibran
Lebih dari empat jam acara bertajuk “Deklarasi Nasional Desa Bersatu untuk Indonesia Maju” molor. Panitia dan hadirin menunggu tamu utama mereka, Gibran Rakabuming Raka, tiba di Indonesia Arena, Gelora Bung Karno, Minggu (19/11).
Acara yang dihadiri delapan organisasi desa ini sedianya berlangsung sejak pukul 11.00 WIB. Di sana sudah menunggu kepala desa dari berbagai wilayah di Indonesia; juga anggota Koalisi Indonesia Maju seperti Andre Rosiade dan Ahmad Muzani dari Gerindra, Nusron Wahid dari Golkar, Yusril Ihza Mahendra dari PBB, dan “pembelot” PDIP Budiman Sudjatmiko.
Lewat dari pukul 15.00, barulah sosok yang ditunggu-tunggu itu tiba. Ketika Gibran muncul, delapan ketua organisasi desa menjemputnya ke gerbang kedatangan. Sorak-sorai ke cawapres nomor urut 2 itu pun terdengar.
Desa Bersatu terdiri dari 1) DPP Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi); 2) Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPN PPDI); 3) Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas); 4) DPP Asosiasi Kepala Desa Indonesia (Aksi); 5) Persatuan Anggota BPD Seluruh Indonesia (PABPDSI); 6) Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (PP PPDI); 7) Komunitas Purna Tugas Kepala Desa Indonesia (Kompakdesi); dan 8) Persatuan Rakyat Desa Nusantara (Parade Nusantara).
Setelah Gibran datang, acara pun dimulai. Delapan ketua organisasi desa maju menyampaikan aspirasi mereka. Koordinator Desa Bersatu Asri Anas merangkum aspirasi itu, yakni: revisi UU Nomor 6/2014 tentang Desa, kenaikan dana desa Rp 5 miliar, perbaikan gaji dan tunjangan aparat desa, serta alokasi 70% dana desa untuk pembangunan berdasarkan hasil musyawarah desa.
Usai pernyataan para ketua organisasi desa, Gibran naik ke panggung. Ia berucap terima kasih kepada kepala dan aparat desa yang telah menunggunya sejak pagi. Gibran mengatakan, kedatangannya yang teramat telat lantaran ia sebelumnya juga menghadiri acara di tiga daerah—Medan, Toba, dan Jambi.
Menanggapi aspirasi para ketua organisasi desa, Gibran berkata, “Kalau di visi-misi kami, sudah ada ‘membangun dari bawah dan dari desa,’ tapi kami akan detailkan lagi. Yang jelas masukan-masukan dari para pimpinan organisasi kami tampung.”
Asri Anas menyebut acara itu bukan deklarasi dukungan terhadap Prabowo-Gibran, melainkan agenda tahunan Silaturahmi Nasional Desa Bersatu yang dimulai sejak 2022. Silatnas terdahulu dihadiri oleh Presiden Jokowi dan memantik polemik karena seruan “Jokowi 3 Periode” di tengah acara.
Tahun ini, tak ada lagi seruan “Jokowi 3 Periode”. Namun Silatnas tetap menyulut kontroversi lantaran kentalnya aroma dukungan ke Prabowo-Gibran. Meski Asri Anas berujar acara tersebut bukan deklarasi dukungan, judul dalam undangan yang diterima DPC Apdesi Jawa Tengah adalah “Deklarasi Nasional Desa Bersatu Menuju Indonesia Maju, Dukungan kepada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.”
Silatnas Desa Bersatu nyatanya tak bebas dari kode-kode dukungan ke Prabowo-Gibran. Asri Anas misalnya di hadapan Gibran menyebut, ada 8 organisasi desa yang ikut pada acara itu, dan itu bisa jadi tanda-tanda Tuhan dalam menentukan presiden ke-8 RI.
Walau demikian, sebelum Gibran datang, Asri sempat mengingatkan peserta Silatnas agar tidak meneriakkan Pilpres satu putaran—ucapan yang kerap digaungkan kubu Prabowo-Gibran merujuk ke tingginya elektabilitas mereka dalam survei capres-cawapres, mencapai 40%.
“Cukup [katakan ‘satu putaran’] dalam hati,” kata Asri ke hadirin.
Silatnas Desa Bersatu yang melibatkan aparat desa aktif dari berbagai wilayah di Indonesia itu kemudian menjadi polemik. Aliansi Masyarakat Peduli Pemilu Jurdil (AMPPJ) melaporkannya ke Badan Pengawas Pemilu, Kamis (23/11).
Panitia Silatnas diduga melanggar Pasal 280 UU Pemilu dan Pasal 74 Peraturan KPU yang mengatur bahwa aparatur sipil negara, pejabat fungsional, dan pejabat struktural dilarang mengarahkan dukungan ke pasangan calon tertentu.
Kades Kaget Silatnas Jadi Ajang Dukung Prabowo-Gibran
Tak semua kepala desa yang hadir di Indonesia Arena tahu bahwa Silatnas Desa Bersatu bakal “digiring” menjadi ajang mendukung capres-cawapres. Dua kepala desa dari Jawa Tengah dan Banten, serta seorang perangkat desa dari Banten yang hadir di Desa Bersatu, kaget dan kecewa saat sampai di GBK.
Mereka menerima undangan dari Apdesi ke GBK untuk mengikuti Silatnas dan menuntut revisi UU Desa. Itu sebabnya mereka datang mengenakan pakaian dinas harian kades. Namun, sesampai di gerbang Indonesia Arena, mereka diminta berganti baju.
“Jadi [PDH] dicopot. Ada yang beli baju koko atau kaos. Pokoknya enggak boleh pakai atribut desa,” kata Kades itu terheran-heran saat bercerita kepada kumparan.
Setelah masuk ke dalam, sang Kades baru tahu acara itu mengundang Gibran dan memberi sinyal dukungan ke Prabowo-Gibran. Kades itu pun merasa dijerumuskan. Padahal ia sudah jauh-jauh datang, menempuh 8 jam perjalanan darat, dengan menggunakan duit pribadi. Seketika, ia ingin angkat kaki dari sana.
“Tadinya mau pulang [lebih awal], takut semakin dijerumuskan. Di sana kan banyak kamera, [nanti kalau terekam kamera kesannya] ‘Oh, kades ini ternyata mendukung paslon nomor 2.’ Jadi saya ngumpet di belakang,” kata kades asal Jawa Tengah yang meminta namanya tak disebutkan itu.
Ia berkata, ia bukannya tak tahu jika jabatannya menuntut dirinya untuk bersikap netral sesuai UU Pemilu dan UU Desa. Senada, Muslim, kades asal Lebak, Banten, juga menegaskan kepala desa tak boleh berbuat semena-mena.
“Kami tahu aturan dan tidak mau diintervensi siapapun. Ada Bawaslu juga, enggak bisa semena-mena,” kata Muslim saat ditemui kumparan di sela demonstrasi menuntut pengesahan revisi UU Desa yang berlangsung di depan Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (23/11).
Ketua DPC Apdesi Kabupaten Lebak, Usep Pahlaludin, menerima undangan acara Desa Bersatu tanpa embel-embel “Dukungan kepada Prabowo-Gibran”. Undangan yang sampai ke tangannya hanya menyebutkan acara “Konsolidasi Desa Bersatu dalam Mendorong Revisi UU Desa No. 6 Tahun 2014”.
Menurut Usep, undangan tersebut ia terima dua hari sebelum acara, pada 17 November. Esoknya, 18 November, ia membuat surat terusan atas nama DPC Apdesi Lebak ke Koordinator Wilayah, Dewan Pimpinan Kecamatan (DPK) Apdesi, dan kades di bawah naungannya.
Merujuk ke surat dari Desa Bersatu, Usep bersurat kepada jajaran di bawahnya bahwa acara di GBK dalam rangka konsolidasi mengawal revisi UU Desa. Pada hari H, bus-bus untuk mengangkut para kepala desa se-Lebak disiapkan di titik kumpul. Dana dan logistik keberangkatan ke Jakarta diambil dari iuran bulanan Apdesi.
Dari Lebak, mereka berangkat subuh, dan tiba di GBK sekitar jam 09.00 WIB. Namun, Usep tidak mengikuti acara sampai tuntas karena agenda yang molor. Menurutnya, pada pagi hari pukul 09.00–11.00 WIB, acara berlangsung normal. Siang hari, saat ia sudah pergi, barulah acara melenceng dari jalurnya—tak sesuai agenda pada undangan yang ia terima.
“Di tengah [acara] offside karena di situ bukan lagi bicara revisi soal UU Desa saja, tapi juga soal deklarasi nasional terhadap Prabowo-Gibran. Padahal itu acara Silatnas, sebagaimana kita lakukan tahunan,” ujar Usep, Jumat (24/11).
Ia pun memprotes dan menanyakan ke DPP Apdesi mengapa hanya satu calon yang diundang ke acara Desa Bersama. Usep berujar, seharusnya semua paslon diundang agar tidak menimbulkan prasangka bahwa kepala desa se-Indonesia mendukung salah satu calon. Ujung-ujungnya, Apdesi kini jadi bulan-bulanan.
Seorang kades dari Jawa Barat mengatakan, perangkat desa di kabupatennya tidak ada yang memenuhi undangan acara Desa Bersama. Mereka menolak hadir karena tak setuju untuk mendukung salah satu calon.
Tukar Guling Dukungan dan Kepentingan
Koordinator Desa Bersatu Asri Anas menjelaskan, acara Desa Bersatu sudah digagas sejak Maret 2023 ketika DPP Apdesi memperingati HUT UU Desa ke-9. Acara itu jadi momentum mengevaluasi persoalan desa.
Persoalan yang dievaluasi Apdesi antara lain terkait gaji dan dana operasional kades. Menurut Asri, ada perangkat desa yang masih mendapat gaji Rp 300 ribu per bulan. Itu masih diperparah dengan sistem penggajian yang turun tiga bulan sekali. Selain itu, untuk keperluan sosial terkait warga, misalnya takziah, kades tidak memiliki dana operasional sehingga harus merogoh kocek pribadi.
Dari berbagai persoalan itulah Asri mengumpulkan organisasi-organisasi desa untuk menjadi corong perjuangan politik guna mengegolkan kepentingan desa. Menurut Asri, ini penting agar desa tak sekadar jadi sapi perah elektoral dari pemilu ke pemilu oleh aktor politik yang meminta dukungan ke desa-desa.
Desa Bersatu pun sampai pada kesimpulan: aspirasi mereka harus disuarakan melalui momentum Pilpres 2024. Asri berargumen, semua kebijakan desa berasal dari keputusan presiden yang menjabat. Di sisi lain, ia mahfum UU Pemilu tak membolehkan kades ikut berpolitik.
“[Tapi] boleh dong kami memberikan dukungan [kepada paslon], dengan catatan capres itu benar-benar mau berkomitmen terhadap pembangunan desa ke depan,” kata Asri.
Untuk mencari paslon yang bisa memenuhi keinginan tersebut, organisasi desa lantas mendekati para bakal capres. Pada 26 Juli 2023, Rakernas Apdesi di Jambi mengundang ketiga kandidat capres. Ketika itu, Anies Baswedan dan Prabowo hadir, sedangkan Ganjar Pranowo absen.
Namun, sepuluh hari sebelumnya, 16 Juli, Ganjar hadir dalam Silaturahmi Akbar Kades se-Jawa Timur yang dihelat di Surabaya.
Menurut Asri, dialog politik antara organisasi desa dengan para capres sudah dilakukan melalui rangkaian acara tersebut. Desa Bersatu pun sempat menjatuhkan dukungan ke Anies-Muhaimin yang semula dianggap paling bisa mengakomodir kepentingan mereka.
Desa Bersatu bertemu dua kali dengan tim Anies, salah satunya berlangsung di Jl. Brawijaya X, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada September 2023. Saat itu, Desa Bersatu menyampaikan aspirasi soal peningkatan dana desa menjadi Rp 5 miliar per tahun, pelaksanaan evaluasi pendamping desa, penentuan 70% pembangunan desa oleh desa itu sendiri, dan penyegeraan revisi UU Desa.
Namun, ujar Asri, di tengah jalan ada parpol penyokong Anies yang tidak setuju dengan gagasan dana desa Rp 5 miliar per tahun (10% APBN). Desa Bersatu pun menghentikan penjajakan ke kubu Anies.
Asri menjelaskan, tawaran yang sama mereka sampaikan ke kubu Ganjar. Namun, menurutnya, partai Ganjar lebih dominan dalam menentukan kebijakan. Asri mengisyaratkan, Ketua Umum PDIP tak setuju dengan aspirasinya soal dana desa.
“Pada ulang tahun ke-9 UU Desa, Bu Mega jelas bilang dia menolak kenaikan dana desa,” kata Asri.
Merasa sulit diakomodir kubu Anies dan Ganjar, Desa Bersatu pun menyeriusi penjajakan ke kubu Prabowo pada Oktober, setelah ia resmi berpasangan dengan Gibran. Pengurus Desa Bersatu ketika itu menyambangi Prabowo dan Gibran ke Hambalang dan Solo.
“Keduanya responsif, dan kesimpulannya: yang bisa mengakomodir kami ya memang Prabowo-Gibran,” tutur Asri kepada kumparan.
Muncullah kesepakatan politik. Prabowo-Gibran menerima permintaan Desa Bersatu. Sebagai balasannya, Desa Bersatu mendukung paslon nomor 2 itu. Itu sebabnya mereka hanya mengundang Prabowo-Gibran pada acara Desa Bersatu tanggal 19 November.
Asri mengakui konsolidasi Desa Bersatu di GBK awalnya memang diniatkan sebagai acara deklarasi dukungan kepada Prabowo-Gibran. Namun, sepekan sebelum acara, panitia berkonsultasi dengan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan ahli hukum, dan diingatkan adanya potensi pelanggaran UU Pemilu dan UU Desa.
“Kami berkesimpulan, kalau begitu jangan ada deklarasi. Soal aktivitas dukungan di bawah, kita lakukan dengan cara masing-masing. Yang penting tidak langgar UU,” kata Asri.
Soal adanya teriakan dukungan untuk Gibran, menurut Asri itu di luar kendali panitia. Asri juga membantah adanya pembagian kartu peserta bergambar Prabowo-Gibran pada acara Desa Bersatu. Meski demikian, foto kartu itu telah tersebar luas di tengah publik.
Mengenai DPC Apdesi yang tak setuju dengan arah sokongan untuk paslon tertentu, Asri menyebut sudah ada kesepakatan internal tentang pembagian wewenang terkait dukungan politik.
“Urusan bupati diputuskan teman-teman DPC, kalau [terkait] presiden ditentukan oleh organisasi pusat (DPP),” jelas Ketua Majelis Pertimbangan Apdesi itu.
Pun begitu, langkah Apdesi dihujani kritik. Pengamat pemilu dari Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Aji Pangestu mengkritik acara Desa Bersatu seharusnya mengundang tiga calon capres jika memang diniatkan untuk menjaring aspirasi organisasi desa.
Menurut Aji, ada dua persoalan jika aparatur desa terlibat dalam acara semacam itu. Pertama, aparat desa berpotensi menggunakan kekuasan di wilayah masing-masing untuk mengampanyekan salah satu paslon.
“Lalu [kedua], itu sudah bukan sekadar kampanye, tapi mendorong masyarakat untuk memilih salah satu calon tersebut,” kata Aji.
Ia menekankan pentingnya pengawasan Bawaslu terkait hal itu. Bawaslu sendiri kini tengah memanggil Apdesi untuk dimintai keterangan.
Asri Anas berpendapat, Desa Bersatu tak melanggar aturan dan tak memobilisasi massa. Kades dan aparat desa hanya memberi referensi (rekomendasi calon) jika ada masyarakat yang bertanya.
“Kami sampaikan: pilih presiden yang mau peduli desa. Itu saja kata kuncinya," ujar Asri.
Bukan Manuver Pertama Apdesi
Riuh acara Desa Bersatu yang dimotori Apdesi sesungguhnya bukan yang pertama. Huru-hara serupa terjadi pada Silatnas Apdesi yang pertama, 29 Maret 2022. Ketika itu, dalam sesi tanya jawab, seorang kades mendadak menyuarakan dukungan atas perpanjangan jabatan Jokowi.
“Jokowi 3 Periode, setuju?!” seru Muslim, kades asal Aceh Tenggara, kepada hadirin yang memadati Istora Senayan, Jakarta.
“Setujuuu…” jawab para peserta Silatnas.
Teriakan “Jokowi 3 Periode” terdengar lagi saat Jokowi rampung memberikan sambutan. Seruan itu direspons Jokowi dengan senyuman.
Kala itu, tak semua kades mengikuti kor “Jokowi 3 Periode”. Sebagian kaget dan kesal karena memegang prinsip bahwa kades tak boleh berpolitik seperti tertera pada UU Desa.
“Waktu itu pertanyaannya: Pak Presiden, kenapa kami—kepala desa—bisa [menjabat] 3 periode, tapi Presiden nggak bisa 3 periode?” - Asri Anas
Meski Asri Anas menganggap media melebih-lebihkan seruan “Jokowi 3 Periode” di Silatnas Apdesi 2022, ia menyebut Jokowi memang amat memperhatikan desa.
“Soal dana dan kebijakan [terkait desa], luar biasa bagus di pemerintahan Pak Jokowi, sehingga teman-teman [pengurus] desa memang susah dipisahkan dengan Pak Jokowi,” tutur Asri memuji Jokowi.
Ia mencontohkan perbincangan Apdesi dengan Jokowi pada Silatnas 2022. Ketika itu, mereka memberi tahu Jokowi, “Pak Presiden, teman-teman [aparatur desa] ini digajinya per tiga bulan, loh.”
Asri melanjutkan, Jokowi kemudian merespons, “Woh, kalau per tiga bulan, bagaimana kalian bisa hidup?”
Apdesi pun menyesalkan mengapa informasi itu tidak sampai ke Jokowi melalui bawahan-bawahannya. Asri yakin, kebijakan dan perhatian pemerintah pusat terhadap desa bisa jauh lebih baik bila pelbagai info didengar utuh oleh Presiden.
“Teman-teman banyak yang mengucapkan terima kasih atas kepemimpinan Pak Jokowi dalam membangun desa,” tutur Asri.
Aparat Penegak Hukum Juga Disorot
Bukan cuma dukungan dari aparat desa terhadap Prabowo-Gibran yang saat ini menjadi sorotan, tapi juga netralitas aparat kepolisian yang diragukan, terutama oleh kubu Ganjar yang melalui Fraksi PDIP di DPR bakal membentuk Panja Netralitas Polri untuk mengawasi kinerja Polri pada Pemilu 2024.
Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud yang juga eks wartawan, Aiman Witjaksono, belum lama ini mengangkat isu adanya tekanan dari komandan polisi terhadap anak buahnya untuk mendukung paslon tertentu. Ia juga mencurigai pemasangan CCTV di Kantor KPU dan Bawaslu Jawa Timur yang direncanakan terkoneksi langsung dengan Polres setempat.
Dalam tiga salinan surat terkait integrasi CCTV antara KPU-Bawaslu dengan Polres di Jombang dan Blitar, disebut bahwa pemasangan CCTV itu dalam rangka pengamanan pemilu serentak 2024. Hal ini diamini Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan. Menurutnya, pemasangan CCTV terintegrasi itu tak lain untuk mengamankan logistik pemilu.
“Kita pastikan logistik pemilu dalam keadaan baik dan aman. Misalnya kalau hujan bisa jadi kendala kalau surat suara rusak,” ujarnya.
Secara terpisah, Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menjelaskan bahwa pernyataan Aiman berangkat dari kekhawatirannya melihat banyaknya kabar yang mempersoalkan netralitas pejabat, termasuk kepolisian.
“Dia merasa situasi ini tidak terlalu kondusif di bawah. Kami ingin pilpres yang berintegritas. Pilpres tidak semata-mata hasil akhir, tapi juga proses. Kalau prosesnya cacat, hasilnya juga cacat,” ujar Todung.
Aiman kini dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait ucapannya soal polisi itu.
Kubu Ganjar juga menyoal patroli kepolisian di DPC PDIP Solo. Bahkan, ada tudingan bahwa polisi sempat memasuki kantor PDIP Palu saat rapat sedang berlangsung di dalamnya. Berdasarkan informasi yang dihimpun kumparan, rapat tertutup di kantor DPC PDIP Palu itu dihadiri Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ketika 8 polisi masuk ke sana.
Menurut sumber yang mengetahui kejadian tersebut, peristiwa itu terjadi dua kali. Pertama, sebelum rapat dimulai, ada tiga polisi datang dengan membawa anjing pelacak. Kedua, saat Hasto memberi pengarahan, ada delapan polisi masuk dengan alasan monitoring.
Menurut polisi, mereka tengah berpatroli. Sementara Ketua DPD PDIP Sulawesi Tengah Muharram Nurdin mengatakan tak ada laporan dari stafnya soal dugaan intimidasi oleh polisi di rapat mereka.
“Bahwa ada berita [DPC PDIP Palu] disusupi, saya tidak tahu siapa dan seperti apa yang menyusupi. Tapi bahwa ada kegiatan Rakerda, iya ada,” ujar Nurdin.
Menjawab berbagai isu yang meragukan netralitas kepolisian, Brigjen Ahmad Ramadhan menyebut Polri tengah melakukan operasi Mantap Brata untuk memastikan keamanan Pemilu 2024.
Dalam operasi tersebut, mereka menyasar berbagai lokasi yang berpotensi mendapat gangguan, misalnya KPU dan Bawaslu. Kedatangan polisi ke kantor DPC PDIP Solo pun disebut bagian dari patroli Mantap Brata.
“Dilakukan ke semua, bukan ke salah satu pihak. Kami tidak berpikir lain-lain selain untuk menciptakan situasi kamtibnas yang aman,” tutup Ramadhan.
Sumber: kumparan
Foto: Ilustrsi Prabowo-Gibran/Net
Akrobat Politik Aparat Desa: Dulu Jokowi 3 Periode, Kini Dukung Prabowo-Gibran
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar