Utang RI Meningkat di Era Jokowi, IUP Jadi Bancakan Oligarki
DPP Nasional Corruption Watch (NCW) kembali menyoroti rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menarik utang Rp648,1 triliun pada 2024. Tujuannya, menekan defisit hingga membiayai investasi di Tanah Air.
Berdasar Buku II Nota Keuangan RAPBN 2024, penarikan utang ini lebih tinggi dari outlook APBN 2023 sebesar Rp406,4 triliun. Tetapi lebih rendah dari realisasi 2022 sebesar Rp696 triliun.
Pinjaman utang luar negeri Indonesia pada saat Covid-19 melanda dunia belum dijelaskan dengan gamblang oleh Presiden Jokowi peruntukannya.
Menurut NCW, saat pandemi (Covid-19) hanya disampaikan bahwa pendapatan turun, belanja pemerintah naik.
“Jika hanya dijelaskan bahwa saat pandemi Covid-19 pendapatan pemerintah turun dan pengeluaran naik, maka pasti muncul beragam pertanyaan di benak masyarakat, berapa banyak yang digunakan untuk penanggulangan Covid-19 totalnya?” tutur Ketua Umum DPP NCW, Hanifa Sutrisna, dalam keterangannya, di Jakarta, Senin (20/11).
Dari data yang NCW peroleh, pemerintah Jokowi melakukan penarikan utang pada 2020 hingga Rp1.229,6 triliun, dan pada 2021 sebesar Rp870,5 triliun. Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, meski sudah berencana menarik utang pada 2024 sebesar Rp648 triliun, pemerintah tak akan ugal-ugalan.
Berdasar data Kementerian Keuangan dalam Buku APBN KiTA edisi Agustus, utang pemerintah pusat hingga 31 Juli 2023 tercatat sebesar Rp 7.855,53 triliun yang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 6.985,2 triliun dan pinjaman sebesar Rp 870,33 triliun.
“Kami sangat paham apa yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, namun yang tidak bisa kami mengerti, kenapa mesti menambah utang sedemikian besar di akhir pemerintahan Jokowi ini? Apa tidak ada alternatif lain?” tegas Hanif.
Lanjut dia, jika melihat sumber pendapatan negara dari pendapatan pajak dan PNBP bisnis pertambangan, semestinya pemerintahan Jokowi tidak akan mengalami defisit anggaran untuk membayar utang yang akan jatuh tempo tahun 2023 ini.
Kebijakan pemerintahan Jokowi terkait dengan Tax Holiday bagi investor hilirisasi mineral kelas A (emas, perak, tembaga, nikel dll) bagi sebagian kalangan dinilai tidak tepat sasaran, karena durasi pembebasan pajak yang terlalu panjang.
“Seandainya pemberian Tax Holiday pemilik smelter nikel bisa diperpendek menjadi 5 tahun saja, tidak akan sepusing ini Menteri Keuangan mencari pinjaman luar negeri,” ungkapnya.
“Bahkan menurut kami pemerintah harus segera merealisasikan pengambilalihan Freeport yang akan jatuh tempo tahun 2040 ini, bukan malah diperpanjang hingga 2061 dengan hanya imbalan tambahan 10 persen saham," jelas dia.
Hal yang lebih mengejutkan lagi datang dari pernyataan capres Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto, bahwa jika menang nanti, akan diberikan makan siang gratis kepada anak-anak pada saat kunjungan ke pesantren di Malang.
Prabowo menyampaikan bahwa dananya berasal dari hasil pengelolaan tambang nikel dan batubara yang Izin Usaha Pertambangan (IUP) akan dibagi-bagikan oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Berdasarkan informasi yang diperoleh NCW, yang dimaksud IUP oleh Prabowo tersebut adalah 2000-an IUP yang sudah dicabut Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, kemudian dihidupkan kembali. Lalu akan dibagi-bagikan kepada organisasi pendukung pemerintah Jokowi, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat Muhammadiyah (PPM).
“Negara ini seperti milik pribadi Prabowo Subianto dan Bahlil Lahadalia saja, seenak perutnya bagi-bagi IUP demi memperlancar upaya pemenangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024. Kekayaan mineral Indonesia jadi bancakan oknum-oknum menteri kabinet Jokowi guna memperkaya kelompok dan golongan tertentu, ini patut diduga upaya korupsi terselubung sedang berlangsung,” selorohnya.
Dalam perjalanannya, NCW mendapatkan informasi dari internal Koalisi Indonesia Maju, bahwa dana untuk makan gratis bagi seluruh anak-anak tersebut rencananya berasal dari dana yang didapatkan atas pengelolaan IUP yang akan dihidupkan kembali oleh Bahlil.
“Organisasi yang mendukung pencalonan Prabowo-Gibran akan dapat jatah IUP tambang. Negeri pemilik mineral tanah jarang (Rare Earth Mineral) terbanyak di dunia, hanya akan menjadi bancakan bagi para oligarki penikmat kekuasaan,” bebernya.
“Rezim Jokowi ini harus segera disadarkan dan dihentikan jika memang sudah terlalu menggadaikan konstitusi dengan menghalalkan segala cara demi bisa menang di Pilpres 2024. Sudah benar mosi tidak percaya kepada pemerintahan Jokowi kami nyatakan, tinggal menunggu waktu saja civil society terakumulasi untuk bergerak menentang arogansi Jokowi dan kroni-kroninya,” pungkas Hanif.
Sumber: rmol
Foto: Konpers DPP NCW di Jakarta, Senin (201/11)/Ist
Utang RI Meningkat di Era Jokowi, IUP Jadi Bancakan Oligarki
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar