Sinyal Ganjar dan PDI-P Beralih Taktik di Pilpres, Khilaf "Serang" Jokowi?
Kubu calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo tampak mulai menggunakan strategi baru setelah debat capres perdana yang digelar pekan lalu.
Kubu pendukung Ganjar yang dipimpin oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mulai mencoba menata ulang narasi terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, PDI Perjuangan cukup gencar melontarkan serangan kepada Jokowi terkait sikap politiknya yang dianggap condong mendukung capres nomor urut 2 Prabowo Subianto.
Serangan itu semakin marak setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan sebagian gugatan syarat batas usia capres-cawapres yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.
Putusan kontroversial itu dibacakan pada 16 Oktober 2023.
Dengan landasan putusan MK itu, Gibran yang masih menjabat sebagai Wali Kota Solo dan ketika itu merupakan kader PDI Perjuangan kemudian dipasangkan dengan Prabowo sebagai capres-cawapres.
Anwar Usman yang ketika itu masih menjabat Ketua MK kemudian diadukan karena dugaan melanggar etik.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kemudian memutuskan Anwar terbukti melakukan pelanggaran etik berat dan memberhentikannya dari jabatan Ketua MK.
Presiden Jokowi pun dikritik bertubi-tubi karena dianggap membiarkan Gibran melenggang menjadi cawapres meski putusan MK dianggap cacat moral karena melanggar etik.
Akan tetapi, lambat laun sikap PDI Perjuangan terhadap Jokowi seakan mulai melunak.
Ketua Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) capres-cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Sandiaga Uno, beberapa waktu lalu menilai kandidat yang mereka perjuangkan justru yang paling mirip dengan sosok Jokowi.
Menurut Sandiaga, hal itu bisa terlihat dari cara Ganjar melakukan pendekatan terhadap masyarakat saat menghadapi persoalan.
"Pak Ganjar ini kan adalah sosok pemimpin yang paling mirip sama Pak Jokowi dari segi pendekatan yang sangat dekat dengan rakyat, blusukan, sat set, cepat geraknya," ujar Sandiaga di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (7/12/2023).
"Saya menyebutnya (sebagai) Jokowi 3.0. Pak Ganjar ini adalah versi Pak Jokowi (di) 2024," lanjutnya.
Menurut Sandiaga, Ganjar menyuarakan masyarakat yang menginginkan percepatan pembangunan, tetapi didukung pemerintahan yang bersih.
"Arah pembangunan yang sudah dilakukan oleh pemerintahan Pak Jokowi periode pertama dan kedua ini diyakini akan meningkatkan kesejahteraan, membuka lapangan kerja dan menjaga harga-harga kebutuhan pokok," kata Sandiaga.
"Perbaikan koreksinya adalah bagaimana pemerintahan bersih yang lebih diutamakan. Pemerintahan yang bebas korupsi menjadi perhatian," tegasnya.
Secara terpisah, Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto, justru menilai gaya kepemimpinan Prabowo sebagai kebalikan dari Jokowi.
Pernyataan itu Hasto kemukakan saat menanggapi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep yang mengaku bingung dengan posisi Ganjar dibanding Anies dan Prabowo.
"Mas Kaesang seharuanya enggak perlu bingung kalau kita lihat dari Pak Anies memang anti status quo. Tetapi kalau kita liat dari Pak Prabowo, dari rekam jejaknya, dari program, karakter, gaya kepemimpinannya Prabowo antitesa dari Pak Jokowi," kata Hasto saat ditemui awak media di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (17/12/2023).
Hasto lantas mencontohkan bagaimana tindakan Prabowo bertentangan dengan sikap Jokowi.
Ketika masyarakat menghadapi kesulitan ekonomi karena kenaikan harga bahan pokok, Prabowo justru menambah utang luar negeri dengan membeli banyak alat utama sistem pertahanan (Alutsista).
Padahal, menurut Hasto, Indonesia tidak sedang menghadapi situasi perang.
Hasto yang juga menjabat Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan menilai Prabowo bukan penerus Jokowi. Sebaliknya, ia mengatakan, sosok penerus Jokowi adalah capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo.
"Ini yang membedakan. Jadi maunya meniru hasilnya berbeda. Hasilnya Pak Ganjar yang seperti Pak Jokowi," kata Hasto.
Khilaf
Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai fenomena itu memperlihatkan PDI Perjuangan menyadari langkah yang mereka ambil dengan menyerang Jokowi secara politik justru berakibat merugikan dari sisi elektabilitas dari segi individu maupun partai.
Apalagi dalam Pemilu dan Pilpres 2024 yang digelar serentak, PDI Perjuangan perlu bekerja keras memastikan mereka lolos ke legislatif sekaligus memenangkan Ganjar-Mahfud.
Maka dari itu, kata Agung, PDI Perjuangan berupaya menempuh cara lebih lentur buat memperjuangkan Ganjar-Mahfud bersaing dengan Prabowo-Gibran.
"Secara institusional, PDIP menyadari 'kekhilafan politik'-nya yang selama ini menyerang istana bertubi-tubi pasca majunya Gibran bersama Prabowo," kata Agung saat dihubungipada Minggu (17/12/2023).
"Karena suka atau tidak, perlahan suara PDI-P juga turut tergerus dan terbuka kemungkinan disalip oleh Gerindra," sambung Agung.
Menurut Agung, jika PDI Perjuangan melanjutkan kampanye negatif kepada Prabowo atau Jokowi justru akan membuat citra politik mereka tergerus dan malah dijauhi calon pemilih.
"Menimbang kurang pas melakukan negative campaign secara frontal ke istana di tengah posisi politik PDI-P yang masih di dalam kabinet dengan proporsi kursi terbanyak," ujar Agung.
Sumber: kompas
Foto: Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo ditemui di GOR Basket, Kota Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/12/2023) pagi.(KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA)
Sinyal Ganjar dan PDI-P Beralih Taktik di Pilpres, Khilaf "Serang" Jokowi?
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar