MUI Sebut Masih Tersisa Residu Pemilu, Berpotensi Picu Konflik dan Perpecahan
Pelaksanaan coblosan sebagai puncak Pemilu 2024 sudah selesai digelar 14 Februari lalu. Namun Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih mencium adanya residu-residu yang berpotensi memicu konflik dan perpecahan umat. Ulama atau penceramah memegang peran penting untuk mendinginkan suasana.
Pesan itu disampaikan Ketua Komisi Dakwah MUI Ahmad Zubaidi dalam Halaqah Dakwah oleh Komisi Dakwah MUI yang digelar di Jakarta pada Senin (19/2). Dia mengatakan, secara umum Pemilu 2024 berjalan lancar. Tetapi dia mengatakan residu yang berpotensi konflik dan perpecahan masih ada. Diantaranya dibalut dengan suara-suara penolakan atau keraguan terhadap akuntabilitas penghitungan suara.
Untuk itu dia berpesan MUI mengimbau kepada para pendakwah untuk ikut mendamaikan umat. Sehingga residu-residu pasca Pemilu yang bisa membawa umat ke kondisi negatif itu bisa segera dibersihkan. ’’Tugas kita sebagai pendakwah atau ulama adalah, menyatukan umat,’’ katanya.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis berpesan supaya berpolitik sewajarnya saja. "Tetapi persaudaraan yang selamanya," katanya. Untuk itu kepada para penceramah jangan sampai memasukkan unsur politik praktis dalam ceramah keagamaannya.
Dia juga menyoroti fenomena kritik terhadap proses hitung cepat hasil Pemilu 2024. Dia mengatakan proses hitung cepat itu dilandasi dengan kerangka akademik. Jadi jika ingin mendebat atau menentangnya, harus dalam koridor akademik.
Kemudian jika masih meragukan hasil perhitungan Pemilu 2024, sudah disiapkan jalur hukum. Pihak-pihak yang berkepentingan, bisa menggunakan jalur tersebut. Tujuannya untuk menjaga marwah demokrasi di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama founder Drone Emprit Ismail Fahmi menyoroti soal polemik SIREKAP milik KPU. Dia mengakui memang ada sejumlah kasus kesalahan upload data C1 di SIREKAP. ’’Seperti yang terjadi di Lampung,’’ katanya.
Wakil Ketua Komisi Infokom MUI itu mencontohkan kasus salah input 3,5 juta suara untuk pasangan Anies-Muhaimin di sebuah TPS di Lampung. Ismail menuturkan keberadaan SIREKAP itu tetap penting. Sehingga dia tidak setuju terhadap aspirasi supaya layanan SIREKAP itu di-shutdown atau dimatikan sementara.
Menurut Ismail keberadaan SIREKAP itu penting untuk akuntabilitas publik. Kalaupun ada salah input, bisa dilakukan perbaikan. Tanpa harus mematikan layanan tersebut. Ismail mengatakan aplikasi SIREKAP itu bisa menjadi pendamping data-data yang dilaporkan secara berjenjang dari tingkat TPS hingga nasional.
’’Jadi layanan SIREKAP ini harus selalu ada,’’ katanya. Ismail kurang sepakat dengan pernyataan komisioner KPU, bahwa SIREKAP hanya sebagai alat bantu. Menurutnya, SIREKAP itu bukan alat bantu saja. Tetapi landasan satu-satunya bagi masyarakat umum untuk mengetahui perkembangan rekapitulasi manual oleh KPU di semua level.
Dia mencontohkan viral jumlah suara yang didapat komedian Komeng sebagai calon anggota DPD Provinsi Jawa Barat. Ismail mengatakan jika tidak ada SIREKAP, masyarakat tidak akan mengetahui bahwa suara yang diperoleh Komeng mencapai 1,5 juta suara lebih. Bahkan jika tidak ada SIREKAP, peluang uang manipulasi suara perolehan dalam Pemilu semakin besar. Karena publik tidak bisa ikut memantaunya. Hilmi Setiawan
Sumber: jawapos
Fot: Ilustrasi pemilu di Indonesia. (Al Jazeera)
MUI Sebut Masih Tersisa Residu Pemilu, Berpotensi Picu Konflik dan Perpecahan
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar