Breaking News

Siapa yang Sebenarnya Membiayai Lembaga Survei?


SIAPA yang membiayai lembaga survei? Haruskah lembaga survei menyatakan siapa yang memberikan dana untuk surveinya itu?

Ini pertanyaan yang lahir karena berita hari-hari ini. Salah satu judul berita itu: “PDIP Tantang LSI Denny JA Buka Siapa Biayai Survei". Ini berita di awal  Februari 2024.

Pangkal dari berita ini adalah publikasi survei LSI Denny JA  di akhir Januari 2024 yang sangatlah heboh. Saat itu LSI Denny JA  umumkan untuk pertama kalinya pasangan Prabowo-Gibran menembus batas psikologis di angka 50,7%.

Persentase ini membuka kemungkinan Prabowo-Gibran menang satu putaran saja. LSI Denny JA tidak mengatakan bahwa ini pilpres pasti selesai satu putaran, karena mustahil ilmu sosial mengambil alih kepastian ilmu alam.

Tapi LSI Denny JA hanya mengatakan mulai sekarang, karena elektabilitas Prabowo-Gibran sudah menembus 50% lebih, maka sangatlah terbuka, dan sangatlah terbuka, plus sangatlah terbuka Pilpres 2024 berakhir satu putaran saja. Sangat terbukanya saya sebutkan tiga kali.

Tapi haruskah LSI Denny JA dan lembaga survei lainnya menyatakan siapa yang memberikan dana? Untuk menjawab ini, kita masuk dulu ke dalam prinsip universal di dunia profesi.

Maka kita mengenal apa yang disebut dengan client confidentiality. Ini satu hubungan profesi yang menjamin dan memberikan hak kepada klien untuk privasi, untuk tak ingin dirinya diketahui.

Hak privacy adalah hak universal yang berlaku dalam hubungan klien dengan banyak profesi. Misalnya, klien tak ingin diketahui identitasnya di dunia profesi medis, pengacara, keuangan, kedokteran, psikiater dan juga hubungan antara klien dan konsultan politiknya.

Mengapa ada prinsip client confidentiality? Awal mulanya seringkali terjadi efek publikasi mengganggu kehidupan klien. Dunia profesi akhirnya memberi hak kepada klien yang tidak mau ikut menanggung risiko dari publikasi mengenai identitasnya.

Tapi secara umum, kita tahu bahwa seringkali yang membeli jasa survei memang banyak pihak. Di samping pengusaha, calon presiden, politisi, partai politik, juga universitas, jurnal akademik, institusi rating dan media.

Acapkali memang jika survei untuk hal-hal yang sifatnya akademik dan nonpolitik, klien itu sendiri yang mengumumkan siapa lembaga survei yang digunakannya.  

Itu terjadi misalnya dalam World Happiness Index. Institusi ini mengatakan: “Dalam indeks ini, kami juga menggunakan survei dari Gallup Poll. Tapi untuk urusan politik praktis, banyak sekali klien yang tak ingin namanya diketahui.

Jika lembaga survei membongkar, memberitahu nama klien tanpa persetujuan klien, itu tak hanya melanggar etika profesi, tapi lembaga survei itu bisa dituntut secara hukum.

Karena itu pula asosiasi lembaga survei, asosiasi yang menanggungi lembaga survei, membuat kode etik. Satu yang terpenting, Asosiasi Lembaga Survei menghormati hak klien untuk privasi (client confidentiality).

Asosiasi lembaga survei tidak mewajibkan lembaga survei mengumumkan siapa kliennya, siapa pendananya.

Mengapa saya tahu? Karena memang saya sendiri mendirikan dan ikut  membangun asosiasi lembaga survei, dan menjadi ketua umumnya dua periode. Itu asosiasi lembaga survei yang paling tua di Indonesia: AROPI.

Asosiasi ini didirikan sebelum tahun 2009. Salah satu jasa dari AROPI adalah ia membatalkan pasal di UU Pemilu, yang melarang lembaga survei mengumumkan quic count di hari pencoblosan pilpres.

Sekarang ini, kita bisa tahu siapa presiden yang menang di hari itu juga, di hari pencoblosan. Sebagian karena jasa dari AROPI. KPU mengumumkan pemenang pilpres sekitar dua hingga tiga minggu kemudian.

Saya ingat drama itu. Saya  sendiri yang berdiri di sana, di Mahkamah Konstitusi. Saya katakan kepada Mahfud MD dan tim hakim saat itu. Memang Mahfud MD, yang sekarang ini menjadi calon wakil presiden Pilpres 2024, saat itu ia menjadi ketua Mahkamah Konstitusi.

Saya katakan: “Dewan hakim yang terhormat. Bagaimana mungkin, di luar negeri sana,  hari pemilu presiden ini hari raya bagi para peneliti. Di Amerika Serikat, di Eropa, para peneliti bisa menyumbangkan riset mereka. Sehingga di hari itu juga, publik mengetahui siapa presiden terpilih.

Tapi jika di Indonesia mengerjakan hal yang sama, kita semua peneliti di Indonesia masuk penjara. Itu karena quick count di hari pencoblosan dilarang oleh undang-undang.

Akhirnya pasal itu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Itulah jasa dari AROPI, asosiasi lembaga survei. Asosiasi lembaga survei ini pun tidak mewajibkan lembaga survei menyatakan siapa kliennya. Apa lagi  jika klien itu keberatan.

Setelah AROPI, kini lahir banyak asosiasi lembaga survei lainnya, termasuk Persepi. Tak ada satupun dari asosiasi itu yang mewajibkan lembaga survei menyatakan siapa donaturnya, siapa kliennya.

Karena prinsip universal client confidentiality atau client right to confidentiality, lembaga survei memang tak ingin membuka siapa kliennya. Acap kali klien itu sendiri yang tidak ingin  namanya  dipublikasi.

OLEH: DENNY JA

Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Siapa yang Sebenarnya Membiayai Lembaga Survei? Siapa yang Sebenarnya Membiayai Lembaga Survei? Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar