Mandek Kasus Pemerasan Firli Bahuri: Hati-Hati atau Saling Sandera?
Sudah lebih dari 100 hari Polda Metro Jaya menetapkan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sebagai tersangka dugaan pemerasan terhadap eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL). Namun, hingga kini kasus tersebut justru terkesan jalan di tempat.
Bahkan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta tercatat sudah dua kali mengembalikan berkas perkara Firli ke penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Terakhir, berkas tersebut dikembalikan pada 2 Februari lalu.
Usai pengembalian, penyidik lantas kembali memeriksa sejumlah pihak sebagai untuk melengkapi berkas perkara itu sesuai petunjuk jaksa. Termasuk memeriksa SYL.
Firli selaku tersangka juga dijadwalkan oleh penyidik untuk kembali dimintai keterangan.
Namun, Firli dua kali absen dari panggilan pemeriksaan yakni pada 6 Februari dan 26 Februari.
Hal ini kemudian memunculkan desakan dari berbagai pihak agar Polda Metro Jaya segera melakukan penahanan terhadap Firli.
Terkait desakan tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hanya menyatakan pemeriksaan terhadap Firli sedang berjalan.
Listyo juga meyakini Polda Metro Jaya sedang melakukan pemeriksaan dengan cermat dan tak terburu-buru terhadap Firli.
"Tapi yang pasti mereka serius," ucap dia ketika ditemui di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin (4/3).
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengamini bahwa saat ini publik melihat tak ada progres berarti dalam proses hukum terhadap Firli.
Kata Bambang, pengembalian berkas perkara oleh kejaksaan dapat diartikan penyidik Polda Metro Jaya belum memenuhi bukti-bukti yang diminta jaksa.
"Tetapi juga bisa diartikan belum ada keseriusan dari penyidik Polda Metro. Indikasinya tentu ada pertimbangan-pertimbangan non-hukum sehingga proses terlalu lama," kata Bambang, Minggu (17/3).
Muncul asumsi saling sandera
Bambang menyebut pertimbangan non-hukum itu bisa terkait dua hal, yakni politik maupun personal.
Terkait politik, kata dia, bisa saja terkait kondusivitas jelang pelaksanaan Pemilu 2024. Apalagi, lanjut dia, kasus Firli ini tak bisa dilepaskan dari kasus yang menjerat SYL.
Namun, menurut Bambang, progres penanganan kasus Firli harusnya bisa dilakukan secara cepat setelah Pemilu rampung digelar.
"Bila tidak, asumsi yang muncul adalah alasan personal yakni saling sandera antara kasus FB dengan kasus DJKA yang diduga melibatkan Irjen Karyoto (Kapolda Metro Jaya). Asumsi-asumsi seperti itu pasti akan muncul bila tak ada progres yang signifikan terkait status FB," ucap dia.
"Posisi penyidik menjadi dilematis, karena satu sisi harus profesional, tetapi di sisi lain harus menjaga kepentingan atasan," lanjutnya.
Bambang berpendapat yang bisa dilakukan kepolisian saat ini adalah segera merampungkan berkas perkara Firli.
Hal ini perlu dilakukan untuk menepis berbagai asumsi yang kini muncul di publik terkait penanganan kasus tersebut.
"Segera melanjutkan proses dan melengkapi berkas sehingga bisa P21 sesuai permintaan kejaksaan. Tak menutup kemungkinan untuk memanggil paksa FB," ujarnya.
Polisi terlalu berhati-hati
Terpisah, mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo menyebut Polda Metro Jaya terlalu berhati-hati dalam mengusut kasus dugaan pemerasan Firli.
Namun, lanjut dia, di sisi lain masyarakat atau publik juga berharap agar kasus ini bisa segera dituntaskan oleh kepolisian.
"Ya tentu berhati-hatinya karena Firli kan figur yang high profile di Indonesia, dia Ketua KPK kemudian dia juga pangkat terakhir sebagai Komjen artinya anggota polisi juga," ucap Yudi.
Selain sebagai sosok high profile, Yudi mengatakan kehati-hatian dari Polda Metro Jaya ini juga dilakukan agar tak ada celah hukum dalam perkara ini.
Apalagi, Firli diketahui juga sempat mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Meskipun, majelis hakim menyatakan gugatan itu tidak dapat diterima.
"Sehingga semua tahapan-tahapan itu penyidikan ya dilakukan secara hati-hati biar tidak menjadi ada celah bagi Firli untuk kemudian menantang apa yang dilakukan Polda Metro Jaya terkait prosesnya," ujarnya.
Berbeda dengan Bambang, Yudi justru berpandangan tak ada 'saling sandera' antara Firli dan Karyoto. Pasalnya, kini Firli tak lagi menjabat sebagai ketua lembaga antirasuah.
"Permasalahan saling sandera tidak ada itu, karena penegakan hukum kasus Firli memang murni penegakan hukum ya, kemudian Firli sekarang juga bukan siapa-siapa ya karena dia udah bukan lagi Ketua KPK, jadi sandera macam apa yang bisa dia lakukan," kata Yudi.
Lebih lanjut, Yudi berharap penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya segera merampungkan berkas perkara Firli dan mengirimkannya ke kejaksaan.
Ia juga berharap kejaksaan bisa segera menyatakan berkas tersebut lengkap sehingga proses penegakan hukum selanjutnya bisa dilakukan.
Selain itu, Yudi juga berharap Polda Metro Jaya juga bisa mengambil langkah untuk melakukan penahanan terhadap Firli.
Kata dia, langkah KPK dalam menahan 15 pegawainya yang terlibat kasus pemerasan di rutan bisa menjadi contoh.
"Kemarin KPK juga sudah menahan 15 tersangka kasus pungli di rutan KPK, jadi ini seharusnya menjadi trigger bagi Polda Metro Jaya untuk segera menahan Firli juga," pungkasnya.
Sumber: cnnindonesia
Foto: Sudah lebih dari 100 hari, eks Ketua KPK Firli Bahuri tak kunjung ditahan walau sudah jadi tersangka. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Mandek Kasus Pemerasan Firli Bahuri: Hati-Hati atau Saling Sandera?
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar