Breaking News

MK Tak Bisa Beri Putusan Pidana Meski Temukan Pelanggaran Etik Jokowi dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024


Pengamat politik Rocky Gerung mengungkapkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bisa memberikan putusan pidana meskipun menemukan pelanggaran etik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang sengketa Pilpres 2024.

Pasalnya, kata Rocky Gerung, putusan pidana bukan merupakan kewenangan MK, namun berpotensi mengarah pada pemakzulan Presiden Jokowi, dan jika ditindaklanjuti di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa menghasilkan putusan pidana.

"Tetapi kalau ditemukan semacam pelanggaran etik yang bisa didalilkan bahwa Presiden Jokowi telah melakukan sesuatu perbuatan tercela, nah itu pidana tuh, perbuatan tercela itu bukan konsekuensi dari Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi pasti akan anggap bahwa oh silakan ada tendensi perbuatan tercela seperti Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi pada waktu itu melakukan perbuatan tercela, tetapi hukumannya etis, nah kalau pada presiden perbuatan tercela itu dimungkinkan untuk pemakzulan," ucapnya.

"Nah karena itu saya menganggap perbuatan tercela kalau dia diindikasikan oleh Mahkamah Konstitusi harus ditindak lanjuti di DPR, karena DPR lah yang mampu untuk memberi atau membongkar apa yang disebut perubatan tercela dan memungkinkan untuk dipidana, nah dari situ balik lagi ke Mahkamah Konstitusi," imbuhnya, dikutip populis.id dari YouTube Rocky Gerung Official, Selasa (16/4).

Sementara itu, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Djohermansyah Djohan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menganulir hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, karena unsur dugaan kecurangan terstruktur dan sistematis terpenuhi. Salah satunya keterlibatan penjabat (pj) kepala daerah untuk memenangkan pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran.

Menurut Djohermansyah, kemenangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024, dapat dibatalkan MK. "Antara lain penunjukan Pj gubernur, wali kota, dan bupati oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, rangkaian rapat koordinasi yang dilakukan dengan kepala desa hingga Babinsa," kanya dalam acara "Speak Up" dikutip di Jakarta, Selasa (16/4/2024), dikutip dari Republika.

Saksi ahli di persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di MK tersebut menjelaskan, penggunaan pj kepala daerah membuat presiden dapat mengarahkan atau mengendalikan dukungan yang harus diberikan kepada paslon yang berkontestasi pada Pilpres 2024. Apalagi, anak Presiden Jokowi ikut berkontestasi.

"Apalagi Presiden Jokowi secara terang-terangan menunjukkan dukungan kepada paslon nomor urut 2. Hal itu antara lain dengan melakukan makan bersama Prabowo di masa kampanye, dan hasil perolehan suara Pilpres 2024 rata-rata di atas 50 persen di daerah-daerah yang kepala daerahnya merupakan Pj yang ditunjuk presiden," ucap Djohermansyah.

Dia menyampaikan, ada 271 pj kepala daerah yang menjabat gubernur, bupati, dan wali kota. Menurut Djohermansyah, dengan keterlibatan presiden dalam membantu paslon 02, maka bisa dibilang Pemilu 2024 berlangsung fraud.

Karena itu, seperti wasit di pertandingan bola, kata Djohermansyah, MK bisa menganulir dengan menganulir gol. Bahkan, MK dapat memberikan kartu kuning bahkan kartu merah kepada paslon yang meraih kemenangan dari kecurangan.

"Dengan menganulir hasil kemenangan Paslon nomor urut 2, maka harus dilakukan pilpres ulang. Paslon 2 bisa tetap ikut jika hanya mendapatkan kartu kuning dari MK. Tetapi jika mendapat kartu merah, maka Prabowo-Gibran tak bisa ikut kontestasi Pilpres 2024," ucap mantan dirjen otonomi daerah Kemendagri tersebut.

Sumber: populis
Foto: 
MK Tak Bisa Beri Putusan Pidana Meski Temukan Pelanggaran Etik Jokowi dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 MK Tak Bisa Beri Putusan Pidana Meski Temukan Pelanggaran Etik Jokowi dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar