Bagi-bagi Kursi Komisaris BUMN, Politik Cari Muka Erick Thohir Demi Jabatan
Kerabat Jokowi hingga pendukung Prabowo-Gibran ditunjuk jadi pejabat dan komisaris Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. Menteri BUMN Erick Thohir dicurigai tengah 'mencari muka' agar kembali mendapat jabatan di pemerintahan Prabowo Subianto nanti.
***
Sigit Widyawan, Joko Priyambodo, Bagaskara Ikhlasulla Arif, Tsamara Amany, Siti Zahra Aghnia, Prabu Revolusi, Condro Kirono, Simon Aloysius Mantiri, Fuad Bawazier, Grace Natalie, Siti Nurizka Puteri Jaya, dan Felicitas Tallulembang. Keduabelas nama di atas merupakan kerabat Presiden Jokowi dan pendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 yang ditunjuk sebagai pejabat hingga komisaris perusahaan BUMN.
Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus menilai, proses rekrutmen berdasar politik balas budi dan modal kedekatan dengan penguasa ialah akar masalah mengapa perusahaan pelat merah kerap merugi. Menurutnya, kasus-kasus korupsi di lingkungan perusahaan BUMN yang terjadi juga dampak dari lemahnya peran pengawasan akibat komisaris yang ditunjuk secara tidak professional.
"Penempatan sejumlah komisaris dari tim sukses 02 Prabowo-Gibran mungkin cara Pak Erick Thohir cari muka agar bisa kembali dapat tempat di pemerintahan yang akan datang," kata Yunus kepada Suara.com, Jumat (14/6/2024).
Yunus berharap pemerintah Prabowo-Gibran ke depan tidak lagi menjadikan BUMN sebagai bahan 'bancakan' politik. BUMN sudah semestinya terbebas dari pengaruh dan kepentingan politik atau keluar dari lingkaran setan tersebut.
"Tidak seperti sekarang setiap menteri berubah, maka masterplan/roadmap BUMN berubah pula. Akhirnya setiap periodesasi menteri mulai dari nol lagi, karena kebijakan menteri baru bisa berbeda dengan menteri terdahulu," ujarnya.
Klaim staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga terkait proses penunjukan pejabat dan komisaris telah sesuai prosedur tidak lah cukup bagi Yunus. Menurutnya, BUMN juga harus terbuka dalam proses rekrutmen direksi atau komisaris.
"Publik bisa mengakses tahap demi tahap dan ini penting untuk menumbuhkan trust publik kepada BUMN. Jangan tertutup seperti sekarang, tiba-tiba aja terbit SK (surat keputusan) penunjukan," kata dia.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran, Asep Sumaryana berpendapat senada. Penunjukan komisaris BUMN harus berdasarkan kompetensi.
Asep memandang perlu adanya regulasi yang mengkaji kriteria calon komisaris. Sehingga penunjukannya tidak berputar-putar pada figur orang terdekat saja dan menutup kesempatan bagi pihak di luar yang berkompeten.
"Kalau boleh ada tim fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan) yang mengkaji kapasitas dan kompetensi setiap calon agar relevan dengan jabatannya," jelas Asep.
Politik Balas Budi
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menganggap penunjukan komisaris BUMN dari kalangan tim sukses Prabowo-Gibran merupakan politik balas budi Jokowi. Sebab mereka dianggap telah membantu memenangkan putra sulung presiden, Gibran Rakabuming Raka yang berpasangan dengan Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Namun, balas budi yang lumrah terjadi dalam politik kekinian tersebut disayangkannya tidak didasari dengan pertimbangan kompetensi komisaris yang ditunjuk. Sehingga kerap menimbulkan masalah.
"Kalau tidak punya kemampuan, tidak punya ilmunya lalu apa yang akan diberikan atau sumbangsihnya untuk BUMN?" ujar Ujang.
"Ya dampaknya BUMN akan rugi. Makanya tidak heran dan aneh kalau banyak BUMN di republik ini yang rugi."
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno juga berpendapat begitu. Dia mengungkap pangkal daripada dukung mendukung dalam kontestasi politik ialah pembagian kekuasaan atau sharing of power.
"Yang aneh itu politik balas budi diberlakukan bagi mereka yang kalah atas nama rekonsiliasi," ujar Adi.
Persoalannya, lanjut Adi, publik melihat penunjukan pejabat dan komisaris BUMN ini cenderung karena adanya akses atau kedekatan dengan penguasa. Sekalipun prosesnya nampak sesuai prosedur dan melalui tahapan seleksi yang ketat.
"Soalnya banyak sekali di negara ini orang yang punya kapasitas dan kompetensi dan jam terbang memadai, tapi karena tak punya kedekatan dengan kekuasaan sering tak jadi apa-apa," tuturnya.
Sementara staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga tak menampik kalau BUMN tidak bisa terlepas dari unsur politik. Sebab setiap keputusan yang diambil juga harus melalui proses politik di DPR. Hal ini yang menurutnya membedakan antara perusahaan swasta dan BUMN.
"BUMN, kebijakan-kebijakannya banyak diputuskan di DPR. Merger, holdingisasi, pembubaran, IPO, bahkan PMN, semuanya ada di DPR, maka tidak bisa lepas dari unsur politik. Bukan kepentingan politiknya, tapi unsur politik," ujar Arya saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, pada Rabu (12/6) lalu.
Di sisi lain, Arya menilai tidak ada aturan yang melarang penunjukan pejabat atau komisaris BUMN dari latar belakang politikus. Dia mengungkap praktik ini juga berlaku di era pemerintahan presiden sebelumnya.
Hanya saja yang terpenting menurut klaim Arya penunjukan komisaris BUMN tersebut didasari dengan pertimbangan kompetensi.
"Pasti ada prosesnya, fit and proper test, semua ada prosesnya, dicarikan sesuai dengan kebutuhannya. Latar belakangnya, berbagai latar belakang kami ambil, itu yang kami ambil," klaimnya.
Nepotisme
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Yassar Aulia menyebut, penunjukan kerabat dan pendukung Prabowo-Gibran sebagai pejabat hingga komisaris BUMN ialah bentuk terang dari politik balas budi. Selain sebagai indikasi kuat dari praktik nepotisme.
Berdasar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Yassar menjelaskan nepotisme merupakan setiap perbuatan yang menguntungkan kepentingan keluarga penyelenggara negara dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarakat bangsa, dan negara.
"Sederhana saja jika ingin menepis berbagai tudingan terkait nepotisme yang tengah berkembang di masyarakat. Kami menantang BUMN atau pemerintah untuk membuka dokumen-dokumen yang dapat mengungkap proses seleksi para individu yang ditunjuk sebagai komisaris," kata Yassar kepada Suara.com, Minggu (16/6).
Dengan begitu, kata Yassar, masyarakat bisa menilai apakah proses penunjukan pejabat dan komisaris BUMN ini telah sesuai prosedur berdasar kompetensi.
Sebab berdasar catatan ICW sejak 2016 hingga 2021, negara dirugikan sedikitnya Rp47,9 triliun akibat kasus korupsi di lingkungan BUMN. Dari pemantauan ICW tersebut, PT Pertamina menduduki posisi kedua dengan jumlah kasus korupsi terbanyak.
Lemahnya peran komisaris BUMN dalam melakukan pengawasan, lanjut Yassar, menjadi faktor utama di balik terjadi praktik korupsi tersebut.
"Peran pengawasan ini akan semakin sulit dicapai ke depannya, jika jabatan komisaris tidak diisi oleh profesional dan justru hanya sebatas dijadikan sarana membayar utang budi jasa seseorang dalam proses politik dan pemenangan Pemilu," katanya.
Sumber: suara
Foto: Prabowo Subianto dan Erick Thohir/Net
Bagi-bagi Kursi Komisaris BUMN, Politik Cari Muka Erick Thohir Demi Jabatan
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar