Heboh Wacana Tarif Air, Pengambilan Air Tanah Dilarang? Publik: Bentar Lagi Nafas Kena Tarif
Beredar informasi yang diunggah salah satu pengguna akun X @DS_yantie bahwa
pemerintah merencanakan akan mematok tarif air dan pelarangan penggunaan
tarif air.
Akun itu unggah foto dengan narasi bahwa pemerintah berencana pasang tarif
air serta pelarangan penggunaan air tanah.
"Siap siap, pemerintah mau pasang tarif pengunaan air!" cuit akun itu
seperti dikutip, Sabtu (1/6).
"Targetnya, pelarangan pengambilan air tanah akan mulai diterapkan lebih
dahulu di Jakarta sebagai kota padat penduduk pada tahun 2030 mendatang,"
sambung akun itu.
Siap siap, pemerintah mau pasang tarif pengunaan air!
— 🇮🇩 Yanti 🇮🇩 (@DS_yantie) June 1, 2024
Targetnya, pelarangan pengambilan air tanah akan mulai diterapkan lebih dahulu di Jakarta sebagai kota padat penduduk pada tahun 2030 mendatang. pic.twitter.com/oHlDXDfrvs
Cuitan dari akun itu pun membuat heboh dan membuat netizen menuliskan
komentar keberatan mereka.
"Indonesia tanah airku ceunah, tapi tanah aku gak punya, air juga harus
bayar," komentar salah satu pengguna X.
"Haelah, bentar lagi bernapas jg kena tarif," sambung akun lainnya.
"Semua kena tarif, gratis aja masyarakat masih jalan ditempat, apalagi klo
udah kena tarif makin mundur bukannya maju," timpal warganet.
Lantas benarkah pemerintah akan menerapkan tarif air di masyarakat?
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
sebenarnya sepekan lalu sudah membantah informasi akan ada tarif air untuk
masyrakat.
Menurut Juru Bicara Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja mengatakan air
tidak dikenakan tarif karena diatur dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Endra mengatakan bahwa pemerintah menyediakan infrastruktur ke rumah namun
untuk pengenaan tarif itu tidak ditetapkan.
Ditegaskn Endra bahwa pemerintah bukan menerapkan tarif air melainkan tarif
perpipaan dari sumber air menuju rumah masyarakat.
"Harga tarif di situ, tapi airnya sendiri enggak ada," tegasnya.
Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta berhasil menurunkan penggunaan air tanah
yang kondisinya saat ini sudah darurat (emergency) pada gedung-gedung dengan
ketinggian di atas delapan lantai
"Sejauh ini rata-rata air tanah kalau lihat catatan meter kita sudah hampir
zero. Mereka kadang-kadang masih memakai, seharusnya kami tutup saja melihat
kondisinya sudah emergency," kata Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang
Geologi, Konservasi Air Baku dan Penyediaan Air Bersih Dinas Sumber Daya Air
DKI Jakarta Elisabeth Tarigan di Jakarta, Rabu.
Larangan penggunaan air tanah itu berlaku mulai 1 Agustus 2023 yang tertuang
dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Sasaran,
Pengendalian. Pengambilan, serta Pemanfaatan Air Tanah.
Namun, Elisabeth menyebut masih ada sejumlah bangunan di Jakarta yang
memakai air tanah Pemprov DKI Jakarta terus mengevaluasi dan
menyosialisasikan larangan penggunaan air tanah di gedung tinggi.
Elisabeth memaparkan saat ini total 496 bangunan telah memenuhi kriteria
karena sudah menggunakan air perpipaan. Rinciannya ialah 156 bangunan di
Jakarta Selatan, 134 bangunan di Jakarta Utara, 166 bangunan di Jakarta
Pusat, dan 40 bangunan di Jakarta Timur.
Lalu dari 496 bangunan, sebanyak 396 bangunan telah menggunakan air
perpipaan, sementara 5 bangunan masih menyedot air tanah dan 70 bangunan
menggunakan air perpipaan dan air tanah secara bersamaan.
Sementara sisanya masih ada yang menggunakan truk tangki serta belum
memberikan perkembangannya sampai saat ini.
Secara keseluruhan, Elisabeth menilai animo pemilik gedung terhadap larangan
tersebut cukup baik. Selain itu, Dinas Sumber Daya Air DKI juga menemui
sejumlah kendala saat hendak menindak pelanggar.
"Ada satu kendala dalam menerapkan peraturan gubernur tersebut, ketika
perizinan menjadi wewenang pemerintah pusat maka otomatis pengendalian dan
pengawasan ditarik pemerintah pusat itu jadi sedikit jadi hambatan di kita,"
jelas Elisabeth.
Sumber:
suara
Foto: Ilustrasi air tanah sumur (sedekahair.org)
Heboh Wacana Tarif Air, Pengambilan Air Tanah Dilarang? Publik: Bentar Lagi Nafas Kena Tarif
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar