Kuasa Hukum: Putusan Dzolim Sepanjang Sejarah Hukum
Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutus pailit yang didahului Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran (PKPU) Tetap antara Arsjad Rasjid cs terhadap ahli waris PT Krama Yudha, yakni Rozita dan Ery.
Putusan nomor perkara PKPU NO.226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA.JKT.PST, tertanggal 31 Mei 2024 (Putusan dinyatakan Pailit) telah menetapkan Rozita dan Ery berada di dalam keadaan pailit.
Kuasa Hukum Rozita dan Ery, Damian Renjaan, menyampaikan bahwa perkara ini sejak awal PKPU sangat dipaksakan karena hanya berdasarkan bukti kwitansi yang tidak dapat diverifikasi kebenarannya dan menyimpang dari aturan hukum yakni tidak ada dasarnya ahli waris bisa di PKPU.
"Di sisi lain ketika proses PKPU berlangsung hakim pengawas mengeluarkan penetapan yang menolak tagihan, namun dibatalkan oleh hakim pemutus tanpa dasar hukum," kata Damian dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (5/6).
"Dan ketika PKPU dilanjutkan hakim pengawas menetapkan nilai tagihan malah diabaikan oleh pengurus dan hakim pemutus. Padahal secara hukum penetapan hakim pengawas tidak ada upaya hukum dan harus dilaksanakan," tambahnya.
Selain itu, hakim pengawas yang lebih tahu fakta yang sebenarnya karena yang memimpin rapat-rapat kreditur selama PKPU 270 hari. Sehingga ketika penetapan hakim pengawas diabaikan maka merusak citra penegakan hukum karena seolah peran hakim pengawas dalam PKPU tidak ada gunanya.
"Penetapan hakim pengawas bukannya tanpa dasar melainkan didasarkan pada bukti mutasi rekening almarhum di Bank Bukopin yang membuktikan bahwa selama hidupnya almarhum melakukan transfer dana kepada para kreditur sekitar 230 miliar," ucap Damian.
Damian juga menjelaskan bahwa ketika bukti tersebut diabaikan oleh pengurus dan hakim pemutus maka fungsi verifikasi tagihan dalam PKPU seolah tidak ada gunanya karena diduga para kreditur, Tim pengurus bahkan ketua majelis hakim Heneng Pujadi dan Betsji Siske Manoe selaku anggota I sejak awal hanya ingin mempailitkan Rozita dan Ery.
"Awalnya kami tidak mengakui itu adalah tagihan, tapi karena kami koperatif, kami akui dengan berbagai pertimbangan, di angka 132 miliar dan sudah ditetapkan oleh hakim pengawas. Akan tetapi sikap pengurus seolah-olah tetap mengamini utang 541 miliar dan pada tanggal 31 Mei kemarin diputus pailit oleh Heneng Pujadi dan Betsji Siske Manoe selaku anggota I yang merupakan hakim pemutus yang sejak awal menjatuhkan putusan PKPU terhadap klien kami" jelas Damian.
Pasca penetapan tagihan senilai 132 miliar oleh hakim pengawas, Rozita dan Ery telah mengajukan permohonan pencabutan PKPU karena harta almarhum berupa saldo rekening di Bank Bukopin melebihi nilai tagihan. Namun permohonan tersebut malah diabaikan oleh hakim pemutus khususnya Ketua Majelis Heneng Pujadi dan Betsji Siske Manoe selaku anggota I.
"Adanya sikap berbeda dari Hakim Anggota II Darianto, menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) yang menyatakan bahwa ibu Rozita dan Pak Ery selaku ahli waris tidak layak diPKPU maupun dipailitkan dan seharusnya PKPU ini dicabut," tegas Damian.
Adanya pendapat berbeda yang diajukan oleh Hakim Anggota II yang sejak akhir tahun lalu masuk mengantikan salah satu dari Hakim Pemutus sebelumnya (Dewa Ketut Kartana) justru semakin menguatkan dugaan bahwa sejak awal 2 Hakim Pemutus tersebut berkeinginan agar para Debiitor dipailitkan dan yang menjadi pertanyaan adalah putusan pailit tersebut dibacakan da?am persidangan pada hari Jumat 31 Mei 2024, sekitar jam 23.00 malam hari.
"Selain putusannya dibacakan pada tengah malam, PKPU kami itu belum memasuki 270 hari melainkan baru hari ke 268, sehinga melanggar ketentuan Pasal 228 ayat (6) UU Kepailitan dan PKPU," jelas Demian.
Kalaupun batas PKPU 270 hari berakhir di hari Minggu (2 Juni 2024) maka sesuai ketentuan Pasal 1 angka 9 dan 230 ayat (1) maka hari ke 270 itu berakhir di hari kerja berikutnya atau Senin 3 Juni 2024. Dan kepailitan bisa ditetapkan di hari berikutnya setelah hakim pemutus menerima pemberitahuan hakim pengawas," tambahnya.
Namun semua hal ini malah diabaikan oleh hakim pemutus yakni Ketua Majelis Heneng Pujadi dan Betsji Siske Manoe selaku anggota I.
"Terhadap putusan pailit tersebut, debitur akan mengajukan upaya hukum kasasi dan menegaskan kepada pihak Pengadilan Niaga Jakarta Pusat agar tidak menghalangi proses kasasi tersebut dan harus mengirimkan berkas tersebut kepada Mahkamah Agung," terang Damian.
"Kami akan kasasi terhadap Putusan Pailit tanggal 31 Mei yang lalu, kami meminta keadilan karena kami bukan sekedar dipailitkan tetapi dizolimi, klien kami in WNA Singapura. Ini benar benar sangat merusak hukum Indonesia," tambah Damian.
Damian menilai, Akta Perjanjian 78 pada tahun 1998 yang dipermasalahkan saat ini pun bukan ditandatangani oleh para Pemohon. Apalagi pihak Termohon PKPU, yaitu Rozita dan Ery masih berstatus sebagai Warga Negara Asing (WNA), sehingga tidak bisa dijadikan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tagihan Rp 541 miliar peninggalan pewaris.
Karena itu, Damian memandang ada kekeliruan terhadap putusan PKPU nomor No. 226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA.JKT.PST (Putusan Pailit), yang menetapkan Rozita dan Ery Said dalam keadaan Pailit. Menurutnya, WNA hanya bisa dipailitkan dengan syarat memiliki profesi dan usaha yang berjalan di Indonesia, bukan karena berstatus sebagai ahli waris.
Sebagai informasi, sejak awal pendirian Krama Yudha, sebagaimana tertuang dalam Akta 78, Sjarnobi berjanji memberikan bonus sebesar 18 persen dari keuntungan bersih milik pribadi kepada Srikandi, Nuni, Abi dan Makmunar.
Srikandi, Nuni adalah ipar dari Sjarnobi, Abi adalah saudara kandung dari Sjarnobi. Sedangkan Makmunar adalah sahabat dari Sjarnobi.
Merujuk Akta 78, tidak ada klausul yang menyebutkan berapa besaran dan jatuh tempo Pembayaran alm. Sjarnobi, karena tujuan pemberian bonus tersebut hanya untuk kesejahteraan dan Dalam Akta 78 juga menyebutkan bonus diberikan saat perseroan memiliki keuntungan dan Hanya diberikan selama Sjarnobi masih menjadi pemegang saham mayoritas.
Namun Sjarnobi telah meninggal dunia sejak 2001, sehingga sejak itu Sjarnobi bukan lagi pemegang saham. Sedangkan putranya, Eka meninggal pada 2022.
Untuk diketahui masalah ini terkuak setelah Arsjad Rasjid bersama tiga orang lainnya melayangkan permohonan PKPU terhadap Rozita dan Ery terkait kisruh pembagian bonus hasil keuntungan perusahaan PT Krama Yudha.
"Bagaimana perlindungan hukum bagi ahli waris yang tidak mengetahui perjanjian yang dibuat pewaris?" kata Damian. Kasus yang ditangani Damian sendiri, yakni permohonan PKPU dengan Termohon Ery Said, putra tunggal almarhum Eka Rasja Putra Said (Preskom PT Krama Yudha), dan cucu pendiri PT Krama Yudha H Sjarnoebi Said.
Sumber: rmol
Foto: Sidang pailiti Arsjad Rasjid cs terhadap ahli waris PT Krama Yudha
Kuasa Hukum: Putusan Dzolim Sepanjang Sejarah Hukum
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar