Rupiah Makin 'Meriang' Jokowi Buru-buru Panggil Menteri Minta 'Obat'
Nilai tukar rupiah kembali terkapar di level terendah sejak April 2024, menembus Rp 16.400 per dolar AS pada perdagangan Kamis (20/6/2024). Pelemahan ini dipicu oleh beberapa faktor eksternal, terutama ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed).
Kondisi ini lantas membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil para menteri dan kepala lembaga untuk berkumpul di Istana Negara, Jakarta pada Kamis sore kemarin.
Menteri Keuangan Sri Mulyani ikut dipanggil ke Istana mengaku jika diminta rapat bersama presiden membahas perihal nilai tukar rupiah.
Selain Sri Mulyani, sejumlah pimpinan lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga hadir. Di antaranya, yakni Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK Mahendra Siregar.
Usai bertemu dengan Jokowi, Gubernur BI Perry Warjiyo bilang nilai tukar rupiah akan segara menguat karena fundamental perekonomian Indonesia masih sangat baik.
"Fundamentalnya apa? Inflasi kita lebih rendah di 2,8 persen, pertumbuhan kita juga tinggi 5,1persen, kredit juga bertambah 12 persen, termasuk juga imbal hasil investasi yang baik," ujar Perry usai bertemu Jokowi.
Perry memandang pelemahan rupiah relatif lebih baik ketimbang negara lain. Rupiah melemah 5,92 persen dari Desember 2023 hingga saat ini.
"Won Korea 6,78 persen, baht Thailand 6,92 persen, peso 7,89 persen, rio Brasil 10,63 persen, Yen Jepang 10,78 persen. jadi, pelemahan rupiah itu memang relatif masih baik dan ke depan akan menguat," jelasnya.
Saat ini, Bank Indonesia, kata Perry terus menstabilkan nilai tukar rupiah. BI memiliki cadangan devisa USD 139 miliar.
"Cadangan devisa ini kami kumpulkan saat terjadi inflow dan wajar saat outflow kita gunakan untuk stabilkan nilai tukar rupiah," bebernya.
Disisi lain menurut analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, pergerakan rupiah masih dipengaruhi oleh sentimen global, terutama kebijakan moneter The Fed. "Kenaikan suku bunga The Fed menjadi sentimen utama yang menekan mata uang emerging markets, termasuk rupiah," jelasnya.
Selain itu, faktor eksternal lain seperti melambatnya ekonomi global dan perang dagang AS-China juga turut membebani nilai tukar rupiah.
Analis memperkirakan rupiah masih akan bergerak fluktuatif dalam jangka pendek, dengan potensi pelemahan lebih lanjut. Kenaikan suku bunga The Fed pada Juli 2024 menjadi fokus utama pasar, dan jika kenaikan tersebut lebih tinggi dari ekspektasi, rupiah bisa kembali tertekan.
Sumber: suara
Foto: Gubernur BI Perry Warjiyo usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi pada Kamis malam (via Antara)
Rupiah Makin 'Meriang' Jokowi Buru-buru Panggil Menteri Minta 'Obat'
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar