Dikira Tambang Emas Padahal Ular
Akhirnya selesai acara Konsolidasi Nasional Muhammadiyah dengan keputusan yang tidak mantap, dalam arti bernuansa ragu. Ragu antara mengetahui pertambangan di Indonesia yang merusak lingkungan dan rawan konflik dengan pengelolaan tambang “Islami” yang ingin dicoba sebaliknya. Ragu antara kemampuan Muhammadiyah dengan SDM yang dimiliki dengan iklim pengelolaan tambang penuh dengan penyimpangan norma dan rawan korupsi.
Keraguan itu yang menyebabkan pilihannya adalah coba-coba. Dikerjakan dulu, nanti jika tidak mampu atau terlalu banyak kendala, maka Muhammadiyah akan mengembalikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Pemerintah. Ini cara memilih dan menyikapi yang tidak bagus.
Jika PP Muhammadiyah mengambil keputusan seperti ini semestinya dibarengi dengan kesiapan mundur jika mengalami kegagalan.
Penerimaan tawaran usaha pertambangan jelas memancing fitnah. Ini bukan persoalan PP dan PWM sebagai peserta Konsolidasi Nasional semata tetapi Daerah, Cabang Ranting dan kader-kader di bawah. Betapa sulit dan beratnya “orang-orang bawah” menghadapi fitnah Muhammadiyah akibat pilihan tidak bijak, takut dan coba-coba. Bukan cara lazim Muhammadiyah dalam mengambil keputusan.
Pada sisi lain “Konsolidasi Nasional” tidak termasuk lembaga permusyawaratan yang ada dalam AD/ART Muhammadiyah. Karenanya sebenarnya tidak berhak mengambil keputusan strategis. Mungkin ini yang menyebabkan munculnya usulan agar Tanwir segera diadakan untuk menetapkan masalah sepenting dan segenting ini. Muhammadiyah tengah dibawa ke ruang pertaruhan.
Kader bukan tidak “sami’na wa atho’na” kepada PP tapi koreksi “amar ma’ruf nahi munkar” bahwa PP Muhammadiyah dikhawatirkan sedang tergoda dan tidak ajeg dalam mengemban amanah. Masukan berbagai pihak nampaknya tidak didengar dan didalami seksama, lebih pada formalitas untuk keputusan yang sudah dicanangkan.
Suara sumbang atas keputusan Konsolidasi Nasional bermunculan. Muhammadiyah menjadi topik pembicaraan yang tidak konstruktif bahkan cenderung negatif. Sulit meredam kontra. Kontroversi berkonsekuensi pada cercaan, sementara pembuktian sukses bermain tambang itu membutuhkan waktu. Kerusakan mendahului pembuktian.
Sikap tidak istiqomah menghadapi godaan jelas bertentangan dengan khitrah perjuangan dan kepribadian Muhammadiyah. Dalih menepis pengaruh Pemerintah tidak sejalan dengan penetapan Prof Muhajir sebagai Ketua Tim. Benar ia adalah salah satu Ketua PP Muhammadiyah tetapi semua juga tahu bahwa Menko Jokowi ini “kepanjangan tangan” dari kepentingan Jokowi.
Saatnya PP Muhammadiyah introspeksi akan kekeliruan langkah. Masalah besar di depan sedang bersiap untuk datang berselancar bersama tambang.
Terlalu murah Organisasi Keagamaan sebesar Muhammadiyah harus berkubang lumpur dalam galian tambang hitam batubara.
Arogansi adalah pintu gerbang dari era kegelapan. Sayangnya PP Muhammadiyah kurang waspada.
Tidak ada kemashlahatan umat pada pengelolaan tambang. Dikira tambang itu emas padahal ular.
Kejahilan kadang berbingkai kepandaian. Berkemunduran disebut berkemajuan.
Ketika Muhammadiyah merasa kaya, maka saat itu sesungguhnya ia miskin.
Tambang penjerat dikira penguat. Emas pun berubah menjadi ular.
Aneh jika sekelas PP Muhammadiyah tidak sadar.
Bandung, 29 Juli 2024
M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Kebangsaan
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Dikira Tambang Emas Padahal Ular
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar