EKONOMI NEGARA BERKELAMIN LIBERAL
Secara prinsipil, neoliberalisme hampir tidak ada bedanya dengan kapitalisme liberal klasik. Orang seperti Milton Freedman dan Friedrich Von Hayek bertumpu pada pandangan Smith di atas. Namun keduanya berjalan lebih jauh dengan meradikalkan pandangan “peran negara ramping”. Neoliberal seperti mencukur plontos peran negara yang sudah cepak dalam sistem emonomi liberal klasik. Bahkan kita bisa mendapat kesan neoliberal memandang negara sebagai musuh bagi pasar yang alami.
Orang seperti Hayek sebenarnya sudah merumuskan teori-teorinya sejak tahun 1940-an. Bukunya yang terkenal, dan menjadi semacam kitab suci kalangan neoliberal, The Road to Serfdom, disusunnya tahun 1944. Namun demikian, gagasannya baru sangat berpengaruh dan menyebar luas sekitar awal 80-an ketika Margaret Tatcher dan Ronald Reagan menerapkannya menjadi kebijakan negara. Hayek datang seperti ratu adil dalam kelesuan ekonomi sekitar tahun 70-an yang muncul sebagai—tentu menurut kalangan neoliberal—akibat dari kebijakan intervensionisme negara dalam pasar.
Sebagaimana kita semua tahu, kebijakan intervensionisme pasar adalah kebijakan ekonomi yang bertumpu pada ajaran dan pandangan John Maynard Keynes (ekonomi Keynisian). Pandangan ini semenjak tahun 1930-an menjadi dominan karena diangap bisa menyelamatkan perekonomian dunia dari depresi ekonomi yang sangat parah dan berkepanjangan pada saat itu. Keynes sendiri adalah pemikir ekonomi dari kalangan liberal. Namun dia mengadopsi beberapa pemikiran kiri-sosialis kedalam teori ekonomi liberal dengan tujuan untuk menyelamatkan kapitalisme liberal itu sendiri.
Keynes, sebagaimana dalam bukunya yang mashur, The General Theory of Employment, Interest and Money, melakukan sedikit revisi terhadap pandangan ekonomi liberal klasik dengan memasukan peranan negara ke dalam pasar. Untuk menghadapi depresi ekonomi yang parah saat itu, menurut Keynes, negara harus berperan dalam menggerakan roda perekonomian dengan mengontrol inlfasi dan pengangguran serta menerapkan kebijakan investasi untuk membangkitkan belanja masyarakat. Dalam model negara seperti ini negara masuk ke dalam perekonomian masyarakat. Subsidi bagi kesehatan, lingkungan hidup, pengangguran, memberi tunjangan-tunjungan, melakukan regulasi, dan lain-lain adalah kaidah umum teori Keynesnian. Negara yang seperti ini lazim disebut dengan negara keasejahteraan (welfare state).
Untuk beberapa lama pandangan Keynesian ini bisa mengatasi masalah ekonomi yang menjerat dunia saat itu. Namun sekitar akhir 70-an, negara yang high tax dan big spender (pajak tinggi dan boros) mengalami kelesuan ekonomi. Kalangan neoliberal yang muncul kemudian menuding penyebabnya adalah kerena negara telah merusak roda pasar yang seharusnya dibiarkan bergerak secara alamiah. Kebijakan Keynesian, menurut Friedman, justru akan membangkrutkan masyarakat karena kontrol terhadap inflasi dan pengangguran juga berarti kontrol terhadap peredaran uang. Pengganguran dan masalah lainnya harus dibiarkan pada mekanisme pasar, karena dengan sendirinya pasar akan mengatur keadaan tersebut.
Neoliberalisme mungkin akan semakin jelas dalam pandangan kita kalau kita sejenak melihat cara bagaiamana mereka melihat hakikat manusia. Bagi kalangan neoliberal, manusia adalah homo economicus. Satu-satunya, dan hanya satu-satunya model yang mendasari hubungan dan tindakan antar manusia, baik itu persahabatan, keluarga, cinta, hukum, tata-negara dan lain-lain, adalah model ekonomi. Dengan kata lain, seluruh relasi antar manusia direduksi pada pola relasi untung-rugi. Jika liberalisme klasik abad 18 menuntut pemerintah untuk menghormati kinerja pasar sebagai salah satu cara jitu kehidupan ekonomi, neoliberalisme menuntut kinerja pasar bebas sebagai satu-satunya tolak ukur untuk menilai berhasil tidaknya semua kebijakan pemerintah.
Mansour Mansour Fakih dalam bukunya Bebas dari Neoliberalisme memaparkan beberapa pokok pendirian neoliberalisme. Pertama, Kepercayaan mutlak pada pasar bebas. Masuk dalam keyakinan ini beberapa hal: bebaskan perusahaan swasta dari campur tangan negara, lenyapkan kontrol atas harga, berikan kebebasan total arus modal, barang dan jasa dan tekan pengeluaran upah. Semua ini bisa jelas terlihat dalam kredo neoliberal: unreguleted market is the best way to increse economic growth. Kedua, rampingkan pengeluaran dengan memangkas semua anggaran negara yang tidak produktif seperti subsidi untuk pelayanan sosial, pendidikan, pengangguran dan lain sebagaianya.
Ini adalah konsekuansi dari pandangan neolib yang melihat manusia sebagai enterpreneur yang bebas, di mana masing-masing manusia mempunyai dua unsur sebagai modal: ciri genetis bawaan dan keterampilan yang diperoleh dari hasil historisitasnya. Setiap orang telah “diswastakan”, dan masing-masing bertanggungjawab atas dirinya sendiri, dan bertanggung jawab mendapatkan “surplus” dari modal yang dipunyainya. Masalah-sosial seperti kemiskinan, pengangguran dan lain sebaginya, bukanlah urusan negara, karena itu semua adalah masalah individu ‘swasta”. Penangannya bukan welfare system, sebagaimana dalam sistem Keynesian, tetapi individual self-care.
Ketiga, Neoliberalisme yakin akan perlunya deregulasi. Segala bentuk regulasi negara terhadap pasar harus ditiadakan. Keempat, keyakiana akan privatisasi. Semua perusahaan negara lebih baik dijual kepada investor. Dari bank sampai air tidak lepas dari rencana privatisasi. Kelima, masukan gagasan “public goods”, kesejahetraan sosial, gotong royong dan segala bentuk yang berbau solidaritas bagi persamaan, ke dalam peti es. Ganti semuanya itu dengan: individu, dan hanya individu yang bertanggungjawab bagi dirinya sendiri.
Corak pengaturan ekonomi inilah yang sepanjang sejarah dikritik dengan sangat pedas oleh kalangan sosialis. Sebenarnya jauh sebelum Karl Marx merumuskan prinsip-prinsip ekonomi sosialismenya dengan canggih, beberapa pemikir sosialis seperti Saint Simon, Robert Owen, Charles Fourier dan lain-lain telah merumuskan prinsip-prinsip sosialisme. Sosialisme sangat kritis terhadap pola pikir kapitalistik di atas, karena sistem inilah yang membuat banyak ketimpangan dan kesengsaraan dalam masyarakat. Sosialisme terutama sangat kritis terhadap sistem hak milik pribadi dan alat-alat produksi.
Hak milik pribadi atas alat-alat produksi inilah yang membuat eksploitasi terjadi. Pada awal kemunculannya, seperti dirasakan oleh para pemikir awal aliran sosialis, eksploitasi menampakan bentuknya yang paling mengerikan. Seorang buruh harus bekerja sekitar 12 sampai 18 jam perhari dengan gaji yang sangat minim. Belum lagi lingkungan kerja yang sangat memprihatinkan: sumpek, kotor, pengap dan sama sekali tidak memenuhi standar kesehatan. Penyakit menyebar di mana-mana. Dan yang merasakan hal itu semua terutama adalah kelas pekerja. Kesenjangan antara kelas pekerja dengan kalangan borjuis menjadi sangat mencolok. Benyamin Disraili, perdana mentri Inggris saat itu, yang melihat fenomena ini menuturkan: seolah-olah di Inggris ada dua Bangsa (two nation) yang kaya dan yang miskin, yang diantara keduanya sama sekali tidak saling kenal.
Bagaimana di negara berkembang yang nyaris juga terjebak pada praktek ekonomi liberal sehingga negara kehilangan kepercayaan dari rakyatnya, belum lagi watak pemimpin yang tak memiliki basis ideologi sehingga menyebabkan kiblat ekonominya jauh dari harapan rakyat. Tidak ke kapitalisme juga tidak ke sosialisme tetapi berwatak liberalisme. Dan ekonomi yang berkelamin liberal dapat terlihat dari keberpihakan pemerintah kepada investor dengan berbagai kemudahannya dipihak yang satu, tetapi masyarakat terlilit kesusahan dipihak yang lain. Privelege terhadap investor semakin memperkuat keberpihakan pemerintah pada kelompok borjuasi. Dan ini tentu melanggar prinsip-prinsip keadilan dalam ekonomi.
Oleh: Saifuddin
Direktur Eksekutif LKiS
Penulis Buku; Politik TanpaIdnetitas, Obituari Demokrasi, Elegi Demokrasi, Catatan Cacat-an Demokrasi
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
EKONOMI NEGARA BERKELAMIN LIBERAL
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar