Breaking News

Benarkah Duit Sawit Mengalir ke Gibran dan Kaesang? KPK dan Kejagung Bisa Apa?


Sejak berdiri pada tahun 2015, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengumpulkan pungutan atas ekspor produk kelapa sawit, termasuk minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya.

Sebagian besar dana itu lalu disalurkan kepada produsen biodiesel sebagai insentif untuk menutup selisih antara harga indeks pasar biodiesel dan solar. Mudahnya, insentif diberikan agar harga biodiesel bisa kompetitif di pasaran.

Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari minyak nabati atau lemak hewani. Di Indonesia, CPO merupakan bahan baku utama biodiesel.

Perlu digarisbawahi, bahwa BPDPKS dibentuk berdasarkan amanat pasal 93 Undang-Undang No. 39/2014 tentang perkebunan, yang mengatur penghimpunan dana dari pelaku usaha dan tujuan penggunaan dana tersebut.

Problemnya adalah pasal itu tak pernah menyebut bahwa dana yang terkumpul akan digunakan untuk insentif biodiesel. Tujuan yang disebutkan di sana adalah untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi perkebunan, peremajaan tanaman perkebunan, dan pengadaan sarana dan prasarana perkebunan.

Pun pemberian insentif biodiesel baru dibahas di Peraturan Presiden No. 61/2015. Ini lantas diadopsi dalam misi BPDPKS. 

Kejaksaan Agung (Kejagung) sebenarnya telah meluncurkan penyidikan kasus tindak pidana korupsi terhadap lembaga dana kelapa sawit negara, yang mengawasi pengumpulan dan distribusi pajak ekspor komoditas tersebut.

Penyidikan itu meliputi periode waktu dari 2015 hingga 2022 dan sejauh ini sudah ada 15 orang yang diperiksa terkait kasus tersebut, kata Kejaksaan Agung dalam pernyataan yang diterbitkan pada Selasa (19/9/2024) malam.

Para penyidik juga telah memeriksa dugaan adanya kegiatan melanggar hukum dalam penetapan indeks harga biodiesel bulanan Indonesia.

Bukan tanpa alasan juga Kejagung mengusut kasus ini, soalnya BPDPKS lah yang bertanggung jawab dalam menarik pungutan atas pengiriman minyak kelapa sawit ke luar negeri dan mendistribusikan hasilnya untuk program-program seperti subsidi biodiesel dan penanaman kembali kelapa sawit.

Indeks harga biodiesel digunakan untuk mengetahui seberapa besar subsidi yang akan diperoleh produsen biodiesel. Monitorindonesia.com sempat mengonfirmasi perihal kasus ini kepada pihak BPDPKS, namun terkesan dicueki.

Lambannya penanganan kasus yang berkaitan dengan dana sawit ini, ternyata mengundang isu baru. Disebut-sebut ada dugaan aliran dana ke keluarga Istana.

Bahwa dugaan aliran duit sawit masuk ke saku Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, keduanya putra Presiden Joko Widodo alias Jokowi. 

Jejak keterlibatan dugaan korupsi terkait sawit sempat terekam dalam laporan akademisi Ubedilah Badrun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2022. 

Dalam laporannya, Ubed sapaannya menduga Sinar Mas telah menggelontorkan sejumlah dana untuk bisnis Kaesang-Gibran dalam entitas bisnis dengan jumlah hampir triliunan.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto saat dikonfirmasi mengatakan laporan tersebut masih ditelaah di Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK dan belum dilimpahkan ke Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK. “Belum ada info lanjut masuk proses penyelidikan,” kata Tessa, Kamis (19/9/2024).

Ubed menduga aliran dana dari bisnis sawit bisa saja masuk ke lingkar bisnis Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka. Pengamat politik dari Univesitas Negeri Jakarta ini menyatakan bahwa bahwa tak menutup kemungkinan dana dari sejumlah bisnis korporasi sawit mengalir ke entitas bisnis anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu. 

Adapun yang disorot adalah keterlibatan Wilmar-korporasi sawit yang menjadi sponsor utama Persis Solo—klub sepak bola milik Kaesang.

Menurut Ubed, korupsi di lingkaran keluarga Jokowi sudah makin terang benderang. Kian terang yang dia maksud terkait dugaan korupsi lain yang melibatkan entitas bisnis Kaesang-Gibran di sektor minuman dan makanan. 

Katanya, ada dugaan aliran dana secara menyimpang masuk ke lini bisnis GK Hebat, yang dimiliki Kaesang-Gibran. Penyokongnya grup Sinar Mas melalui salah satu anak dari mantan direktur korporasi sawit itu. Sehingga, katanya, KPK mesti melakukan penyelidikan.

“Apalagi kelindan korupsinya melibatkan perusahaan seperti Wilmar di Persis. Polanya ini lama. Jadi tidak hanya satu perusahaan, tapi di perusahaan lain. Ini masih dalam konteks perusahaan sawit. Itu bisa saja gratifikasi sama seperti di Sinar Mas. Dan harusnya putra-putra presiden itu bisa jadi tersangka,” kata Ubed, Jumat (20/9/2024).

Menurut Ubed, pola samanya adalah adanya gratifikasi dari korporsai yang ingin mendapat kepentingan. Dari gratifikasi yang masuk ke bisnis Kaesang-Gibran ini, korporasi hendak mendapat previlege dari Jokowi. “Jadi dugaan gratifikasi dari Wilmar ke Persis ini semakin memperkuat kasus sebelumnya yang saya laporkan terkait Sinar Mas,” bebernya. 

“Apalagi kalau polanya sama. Karena bisa jadi ada kepentingan sehingga ada gratifikasi dan TPPU. Ada uang haram yang transit di situ," timpalnya sambil menyatakan ini semua terjadi saat Jokowi menjadi presiden sehingga tidak bisa Kaesang-Gibran berbisnis dan berpolitik kalau tidak ada tangan dari bapaknya.

Dugaan keterlibatan Wilmar menjadi sponsor Persis Solo, diduga juga dari dana Badan Pengelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)—lembaga non-pemerintah yang mengurusi dana perkebunan kelapa sawit yang kini fokusnya pada produksi energi biodiesel. 

Kata Ubed, dana dari BPDPKS yang dijatah ke sejumlah korporasi termasuk Wilmar, bisa saja mengalir ke Persis Solo, seiring Sania—produk Wilmar yang menjadi sponsor klub sepak bola itu.

“Itu bentuk dari penyimpangan. Kok masuk ke Persis solo dana BPDPKS-nya. Bisa juga ada trading of influence. Jadi mentang-mentang anak presiden, dan presiden menggunakan posisi itu, sehingga bisa cair dananya,” beber Ubed.

KPK mestinya memanggil pihak korporasi, Kaesang dan Gibran untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi terkait dugaan penyimpangan dana di BPDPKS yang dimiliki Wilmar maupun dugaan gratifikasi dari Sinar Mas. 

“Ini momentumnya pas untuk pemberantasan korupsi. karena ini di lingkar istana. Kalau KPK tidak melakukan penyelidikan maka ini menjadi preseden buruk yang bisa langgengkan korupsi,” jelas dia.

Terkait dengan kasus TPPU dan gratifikasi antara Sinar Mas dengan Kaesang-Gibran, kata Ubed, KPK sebetulnya sudah memahami konstruksi hukumnya. 

Namun, penyidik belum memiliki tekad kuat untuk menyelidikinya. “KPK sebenarnya punya kesimpulan sendiri yaitu harus memanggil presiden karena dugaan gratifikasi melalui kekuasaan presiden yang diterima anak-anaknya. Karena memanggil presiden itu enggak bisa karena revisi UU KPK yang mana KPK di bawah eksekutif. 

"Kami sulit memanggil presiden’ karena dalam kasus ini tidak ada penyelenggara negara. ‘Lalu saya bilang ini kan keluarganya dari penyelenggara negara,” lanjut Ubed. 

Soal Wilmar menjadi sponsor Persis Solo, Sania menjadi merek baru yang terpampang pada seragam tanding Persis Solo untuk musim kompetisi Liga 1 2024/2025. 

Kendati demikian, produsen Sania, Wilmar, adalah nama lama dalam sejarah Persis. Perusahaan yang juga bermarkas di Singapura ini menyokong Persis pada musim 2021/2022. 

Manajemen Persis Solo sempat menghentikan kerja sama dengan Wilmar pada 2022, seiring korporasi itu terlibat kasus korupsi minyak goreng yang diusut Kejaksaan Agung. Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor menjadi terpidana dalam kasus itu.

Adapun Kaesang mulai menguasai Persis Solo sejak 2021. Saat itu, terjadi peralihan kepemilikan dari pemilik sebelumnya yakni Vijaya Fitriyasa ke Kaesang. 

Putra Jokowi itu menguasai 40 persen saham Persis. Pemegang saham lain adalah Kevin Nugroho sebanyak 30 persen dan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir senilai 20 persen. Sisanya dimiliki 26 klub internal. Kaesang juga ditetapkan sebagai direktur utama, sementara Mahendra Agakhan Thohir (Putra Erick Thohir) sempat menjadi komisarisnya.

Selain Wilmar, banyak sponsor menghampiri Persis Solo selepas klub diambil alih Kaesang. Persis sempat memiliki 11 sponsor. Mulai dari Free Fire, Aladin, Vidio, ID Express, Hanamasa, Sang Pisang, Plevia, Tokopedia, Gojek, Gurih JPT hingga Indo Agro. Dengan komposisi sponsor tersebut, tim bisa membeli banyak pemain sehingga total nilai skuad Persis di musim 2024-2025 melebihi Rp70 miliar.

Dana Wilmar yang mengalir ke Persis Solo diduga merupakan jatah dana subsidi biodiesel yang disalurkan BPDPKS. Korporasi itu merupakah satu di antara korporasi sawit yang memproduksi biodiesel.

Terkait keterlibatan Gibran-Kaesang dalam korupsi dana BPDPKS maupun ekspor minyak sawit mentah atau CPO yang kini diusut Kejagung, dua putra presiden itu tidak disebutkan terlibat, baik dari fakta persidangan maupun konstruksi perkara yang dibangun penyidik.

“Tidak ada kami menemukan,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar saat dihubungi Kamis (19/9/2024).

Monitorindonesia.com mencatatkan bahwa setidaknya ada puluhan perusahaan yang sempat menerima dana sekitar Rp57,7 triliun sepanjang 2016-2020, adalah sebagai berikut:

1. PT Anugerahinti Gemanusa merupakan anak usaha dari PT Eterindo Wahanatama pada tahun 2016 menerima insentif biodiesel sebesar Rp49,48 miliar.

2. PT Batara Elok Semesta Terpadu menerima insentif dari BPDPKS senilai Rp1,13 trilun sepanjang 2017-2020. Rinciannya, pada tahun 2017 menerima Rp241 miliar, Rp109,83 miliar diterima pada 2018, Rp56,45 miliar pada 2019, dan Rp728 miliar diterima pada tahun 2020.

3. PT Bayas Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp3,5 triliun sepanjang 2016-2020. Pada 2016, perusahaan ini menerima Rp438 miliar. Selanjutnya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp866 miliar pada 2018, Rp487,8 miliar pada 2018, Rp129,9 miliar pada 2019, dan Rp1,58 triliun pada 2020.

4. PT Dabi Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp412,3 miliar pada 2017-2020. Rinciannya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp110,5 miliar pada 2017, Rp171,3 miliar pada 2018, Rp80,82 miliar pada 2019, dan Rp49,68 miliar pada 2020.

5. PT Datmex Biofuels menerima insentif biodiesel sebesar Rp677,8 miliar pada 2016. Lalu, Rp307,5 miliar pada 2017. Selanjutnya, perusahaan ini menerima insentif sebesar Rp143,7 miliar pada 2018, Rp27 miliar pada 2019, dan Rp673 miliar pada 2020.

6. PT Cemerlang Energi Perkasa mendapatkan insentif sebesar Rp615,5 miliar pada 2016, lalu Rp596 miliar pada 2017, lalu Rp371,9 miliar pada 2018, Rp248,1 miliar pada 2019, dan Rp1,8 triliun pada 2020.

7. PT Ciliandra Perkasa menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp2,18 triliun sepanjang 2016-2020. Rinciannya sebesar Rp564 miliar diterima pada 2016, Rp371 miliar pada 2017, Rp166 miliar pada 2018, Rp130,4 miliar pada 2019, dan Rp953 miliar pada 2020.

8. PT Energi Baharu Lestari menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp302,47 miliar sepanjang 2016-2018. Rinciannya, sebesar Rp126,5 miliar pada 2016, Rp155,7 miliar pada 2017, dan Rp20,27 miliar pada 2018.

9. PT Intibenua Perkasatama menerima insentif sebesar Rp381 miliar pada 2017. Kemudian, Rp207 miliar pada 2018, Rp154,29 miliar pada 2019, dan Rp967,69 miliar pada 2020.

10. PT Musim Mas mendapatkan insentif biodiesel sebesar Rp7,19 triliun sepanjang 2016-2020. Tercatat, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp1,78 triliun pada 2016, Rp1,22 triliun pada 2017, Rp550,3 miliar pada 2018, Rp309,3 miliar pada 2019, dan Rp3,34 triliun pada 2020.

11. PT Sukajadi Sawit Mekar menerima lebih dari Rp1,32 triliun sepanjang 2018-2020. Rinciannya, perusahaan mengantongi insentif sebesar Rp165,2 miliar pada 2018, Rp94,14 miliar pada 2019, dan Rp1,07 triliun pada 2020.

12. PT LDC Indonesia menerima insentif sekitar Rp2,77 triliun pada 2016-2020. Tercatat, BPDPKS mengucurkan insentif sebesar Rp496,2 miliar pada 2016, Rp596,68 miliar pada 2017, Rp231,1 miliar pada 2018, Rp189,6 miliar pada 2019, dan Rp1,26 triliun pada 2020.

13. PT Multi Nabati Sulawesi menerima insentif sebesar Rp259,7 miliar pada 2016. Begitu juga dengan tahun berikutnya sebesar Rp419 miliar. Lalu,  kembali mengantongi insentif sebesar Rp229 miliar pada 2018, Rp164,3 miliar pada 2019, dan Rp1,09 triliun pada 2020.

14. PT Wilmar Bioenergi Indonesia mendapatkan insentif biofuel dari BPDPKS sebesar Rp1,92 triliun pada 2016, Rp1,5 triliun pada 2017, dan Rp732 miliar pada 2018. Kemudian, perusahaan kembali menerima dana insentif sebesar Rp499 miliar pada 2019 dan Rp4,35 triliun pada 2020.

15. PT Wilmar Nabati Indonesia mendapatkan dana insentif sebesar Rp8,76 triliun selama 2016-2020. Rinciannya, Wilmar Nabati menerima insentif sebesar 2,24 triliun pada 2016, Rp1,87 triliun pada 2017, Rp824 miliar pada 2018, Rp288,9 miliar pada 2019, dan Rp3,54 triliun pada 2020.

16. PT Pelita Agung Agriindustri dalam periode 2016-2020 menerima dana insentif sekitar Rp1,79 triliun. Terdiri dari Rp662 miliar pada 2016, Rp245 miliar pada 2017, Rp100,5 miliar pada 2018, Rp72,2 miliar pada 2019, dan pada Rp759 miliar pada 2020.

17. PT Permata Hijau Palm Oleo menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS sebesar Rp2,63 triliun sepanjang 2017-2020. Angka itu terdiri dari Rp392 miliar pada 2017, 212,7 miliar pada 2018, Rp109,8 miliar pada 2019, dan Rp1,35 triliun pada 2020.

18. PT Sinarmas Bio Energy dalam periode 2017-2020 menerima sekitar Rp1,61 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp108,54 miliar pada 2017, Rp270,24 miliar pada 2018, Rp98,61 miliar pada 2019, dan Rp1,14 triliun pada 2020.

19. PT SMART Tbk dalam periode 2016-2020 menerima sekitar Rp2,41 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp366,43 miliar pada 2016, Rp489,2 miliar pada 2017, Rp251,1 miliar pada 2018, Rp151,6 miliar pada 2019, dan Rp1,16 triliun pada 2020.

20. PT Tunas Baru Lampung Tbk menerima insentif dari BPDPKS sekitar Rp2,08 triliun sepanjang 2016-2020. Angka itu terdiri dari insentif Rp253 miliar pada 2016, Rp370 miliar pada 2017, Rp208 miliar pada 2018, Rp143,9 miliar pada 2019, Rp1,11 triliun pada 2020.

21. PT Kutai Refinery Nusantara mendapatkan aliran dana dari BPDPKS sebesar Rp1,31 triliun sejak 2017 sampai 2020. Rinciannya, Kutai Refinery mengantongi insentif sebesar Rp53,93 miliar pada 2017, Rp203,7 miliar pada 2018, Rp109,6 miliar pada 2019, dan Rp944 miliar pada 2020.

22. PT Primanusa Palma Energi hanya mendapatkan insentif biofuel sebesar Rp209,9 miliar pada 2016.

23. PT Indo Biofuels menerima dana insentif biofuel sebesar Rp22,3 miliar pada 2016.

Dari jumlah perusahaan itu, berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, sudah ada beberapa yang masuk dalam daftar pemeriksaan Kejaksaan Agung (Kejagung). Misalnya, pada Selasa (31/10/2023) Kejagung memeriksa Manager Produksi PT Pelita Agung Agriindustri dan PT Permata Hijau Palm Oleo.

Selanjutnya, pada Kamis (2/11/2023), Kejagung memeriksa saksi dari pihak PT Multi Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Multimas Nabati Asahan. Pemeriksaan yang dilakukan pada kamis (2/11) itu melalui manager produksinya yakni inisial CADT.

Selasa (7/11/2023), Kejagung memeriksa Manager PT Cemerlang Energi Perkasa, FA dan PT Sari Dumai Sejahtera. Selain FA, Kejagung memeriksa dua saksi lainnya yakni, HM diduga Hartono Mitra selaku Manager Produksi PT Jhonlin Agro Raya (JARR) milik H. Isam dan AC selaku Operation Supply Chain PT Pertamina tahun 2014.

Kamis (9/11/2023) Kejagung masih terus mengulik perusahaan yang mengelola sawit yakni PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk. Saksi itu berinisial HIS selaku Manager Produksi PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk. Namun hingga saat ini tak kunjung lagi ada kabar pemeriksaan saksi-saksi dalam kasus tersebut.

Meski belum menetapkan tersangka, Kejaksaan Agung memastikan penyidikan kasus dugaan korupsi ini masih berjalan. Kalangan masyarakat sipil berharap penyidikan perkara tersebut tidak terpengaruh dengan proses pemilu kepala daerah 2024 yang kini tengah berlangsung.

Foto: Ilustrasi - Kelapa sawit - Gibran Rakabuming Raka - Kaesang Pangarep (Foto: Kolase MI/Diolah dari berbagai sumber)
Benarkah Duit Sawit Mengalir ke Gibran dan Kaesang? KPK dan Kejagung Bisa Apa? Benarkah Duit Sawit Mengalir ke Gibran dan Kaesang? KPK dan Kejagung Bisa Apa? Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar