Mulai Berlaku 2025, Bangun Rumah Sendiri Kena Pajak 2,4%
Mulai tahun 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) umum akan meningkat menjadi 12 persen dari 11 persen. Perubahan ini juga akan berdampak pada PPN yang dikenakan terhadap kegiatan membangun rumah sendiri, sesuai dengan ketentuan dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Berdasarkan pasal 7 UU tersebut, tarif PPN sebesar 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022, dan akan meningkat menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Sejalan dengan perubahan tarif PPN ini, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 61/PMK.03/2022 menetapkan bahwa kegiatan membangun rumah sendiri juga dikenakan PPN. Pasal 2 peraturan tersebut mengatur bahwa:
1. PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri.
2. Kegiatan membangun sendiri mencakup pembangunan bangunan baru atau perluasan bangunan lama oleh individu atau badan yang hasilnya digunakan oleh mereka sendiri atau pihak lain.
3. Bangunan yang dimaksud meliputi konstruksi yang terpasang tetap di tanah atau perairan, dengan kriteria berupa konstruksi dari kayu, beton, batu bata, atau bahan sejenis, serta diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau usaha, dengan luas minimal 200 m².
4. Pembangunan dapat dilakukan sekaligus atau bertahap, dengan syarat setiap tahapan tidak melebihi 2 tahun.
Pajak untuk kegiatan membangun sendiri dihitung, dipungut, dan disetor oleh individu atau badan yang melakukan pembangunan, dengan besaran tertentu. Pasal 3 peraturan tersebut menjelaskan:
1. PPN dihitung berdasarkan hasil perkalian 20% dari tarif PPN yang berlaku (sesuai dengan UU PPN) dengan dasar pengenaan pajak.
2. Dasar pengenaan pajak adalah total biaya pembangunan, tidak termasuk biaya perolehan tanah.
Dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025, besaran pajak untuk kegiatan membangun rumah sendiri akan meningkat menjadi 2,4 persen dari sebelumnya 2,2 persen saat tarif PPN masih 11 persen.
PPN Bakal Naik 12 %, Mimpi Buruk bagi Rakyat?
Sebelumnya, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti mengatakan, kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dinaikkan menjadi 12 persen pada 2025 akan mengakibatkan kontraksi terhadap perekonomian Indonesia.
“Kami coba menghitung jika skenario kenaikan tarif itu PPN 12,5 persen, maka yang terjadi adalah ternyata kenaikan tarif ini membuat perekonomian terkontraksi,” kata Esther Diskusi Publik online bertajuk “Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat”, Kamis (12/9/2024).
Menurut Esther, kenaikan tarif PPN tersebut diproyeksikan berdampak negatif terhadap ekonomi baik pertumbuhan ekonomi, inflasi, upah riil, ekspor, dan impor, serta konsumsi masyarakat juga akan menurun.
“Artinya upah nominal itu juga akan turun, artinya income riil-nya juga turun, kemudian dari inflasi IHK juga akan terkontraksi menjadi minus, kemudian PDB juga atau pertumbuhan ekonomi juga akan turun, konsumsi masyarakat juga akan turun, ekspor dan impor pun juga akan turun,” ujar dia.
Adapun berdasarkan perhitungan INDEF, jika skenario kenaikan tarif PPN sebesar 12,5 persen, upah nominal minus 5,86 persen, IHK minus 0,84 persen, pertumbuhan GDP minus 0,11 persen, konsumsi masyarakat anjlok 3,32 persen, ekspor akan minus 0,14 persen, dan impor juga diproyeksikan minus 7,02 persen.
“Nah, ini sekali lagi ini angka skenario jika tarif PPN itu dinaikkan menjadi 12,5 persen. Tetapi pada saat pemerintahan Presiden terpilih Prabowo nanti, Januari 2025 kan tarif PPN rencananya akan dinaikkan 12 persen, jadi kurang lebih ya angkanya akan sekitar ini ya,” tutur dia.
Esther menegaskan kembali, jika skenario tarif PPN ini tetap dilaksanakan, pendapatan masyarakat itu akan menurun. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat perkotaan melainkan juga masyarakat pedesaan.
“Sehingga ini tidak hanya terjadi pada masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat pedesaan. Nah ini sekali lagi ini hitungan indef 2021 jika skenario kenaikan tarif PPN itu menjadi 12,5 persen,” pungkasnya.
Pengusaha Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 12%: Kasihan Kelas Menengah
Sebelumnya, Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, menyatakan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 diperkirakan akan mengakibatkan kontraksi dalam perekonomian Indonesia.
“Jika kita pertimbangkan skenario di mana tarif PPN naik menjadi 12,5 persen, maka dampaknya adalah perekonomian akan mengalami kontraksi,” ujar Esther dalam Diskusi Publik online bertajuk “Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat”, Kamis (12/9/2024).
Menurut Esther, kenaikan tarif PPN tersebut diproyeksikan berdampak negatif pada berbagai aspek ekonomi, termasuk pertumbuhan ekonomi, inflasi, upah riil, ekspor, impor, dan konsumsi masyarakat.
“Dampaknya adalah penurunan upah nominal, sehingga income riil juga turun. Inflasi IHK diperkirakan akan mengalami kontraksi menjadi minus, pertumbuhan GDP akan turun, konsumsi masyarakat menurun, serta ekspor dan impor juga akan terpengaruh,” jelasnya.
Berdasarkan perhitungan INDEF, jika tarif PPN dinaikkan menjadi 12,5 persen, dampak yang diperkirakan adalah: penurunan upah nominal sebesar 5,86 persen, inflasi IHK minus 0,84 persen, pertumbuhan GDP minus 0,11 persen, konsumsi masyarakat turun 3,32 persen, ekspor minus 0,14 persen, dan impor turun 7,02 persen.
“Ini adalah proyeksi jika tarif PPN naik menjadi 12,5 persen. Namun, pada pemerintahan Presiden terpilih Prabowo, tarif PPN rencananya akan dinaikkan menjadi 12 persen pada Januari 2025, sehingga angkanya diperkirakan akan mendekati nilai-nilai tersebut,” tambahnya.
Esther menegaskan bahwa jika skenario kenaikan tarif PPN ini diterapkan, pendapatan masyarakat akan menurun, yang akan berdampak pada baik masyarakat perkotaan maupun pedesaan.
“Jadi, dampak ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga oleh masyarakat pedesaan. Ini adalah hasil hitungan INDEF berdasarkan skenario kenaikan tarif PPN menjadi 12,5 persen,” tutupnya.
Kekhawatiran Pengusaha
Pihaknya mengkhawatirkan bahwa kenaikan PPN ini dapat membatasi konsumsi masyarakat di sektor ritel, berpotensi menurunkan daya beli.
Oleh karena itu, dia mengusulkan agar pemerintahan yang akan datang mempertimbangkan penundaan kenaikan PPN menjadi 12 persen. Jika kenaikan tidak bisa dihindari, dia berharap pemerintah memberikan insentif khusus untuk kelas menengah.
“Jika kenaikan PPN tidak bisa ditunda, maka kenaikan 12 persen tersebut sebaiknya dialokasikan untuk meningkatkan daya beli, misalnya melalui program kesehatan atau stimulan ekonomi lainnya,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Menko Airlangga menyatakan akan mempelajari usulan dari pelaku usaha tersebut, namun enggan menjawab apakah pemerintah akan menunda kenaikan PPN menjadi 12 persen tahun depan.
“Kita akan pelajari,” singkatnya.
Sumber: suara
Foto: Ilustrasi Rumah Subsidi - ist
Mulai Berlaku 2025, Bangun Rumah Sendiri Kena Pajak 2,4%
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar