Masyarakat Adat Tuntut Setop Proyek PSN Food Estate di Merauke yang Belum Punya Amdal dan Brutal
Mega Proyek Strategis Nasional (PSN) food estate di Merauke tuai penolakan dari masyarakat adat asal Merauke, Papua Selatan. PSN disebut juga dengan ‘Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke di Provinsi Papua Selatan’.
Proyek ini membidik 2,29 juta hektare kawasan hutan dan lahan di Merauke.
“Proyek berlangsung brutal, tanpa ada sosialisasi dan tanpa didahului konsultasi mendapatkan kesepakatan persetujuan masyarakat adat,” kata Pastor Pius Manu usah unjuk rasa itu di Jakarta, Rabu 16 Oktober 2024.
https://tekno.tempo.co/read/1929538/masyarakat-adat-merauke-tolak-psn-food-estate-proyek-berlangsung-brutal
Belum Memiliki Amdal
Berdasarkan laporan Tempo bertajuk Proyek Food Estate Merauke Belum Pnya Amdal. Kok Bisa? dua pejabat di KLHK menyebut bahwa pembukaan hutan di Merauke ini belum memiliki analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal.
Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa setiap kegiatan yang berada di dalam atau berbatasan dengan hutan lindung wajib memiliki amdal sebelum dimulai.
Karena kejar-kejaran dengan investor, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Hanif Faisol Nurofiq bilang tak bisa menghentukan proyek tersebut. “Kami tak mungkin menolak karena bisa mengganggu kesinambungan investasi.” Dia juga bilang, sembari proyek berjalan, Kementerian Pertahanan menyusun dokumen amdal.
Proyek ini digadang-gadang akan menjadi lumbung padi dunia. Dilansir dari Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian Papua, Menteri Pertanian sebelumnya, Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa Merauke diproyeksikan menjadi sumber utama pemenuhan kebutuhan beras nasional dalam dua tahun kedepan.
Proyek lumbung pangan di Merauke sebenarnya bukanlah rencana baru. Empat tahun lalu, Mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo memerintahkan kementerian mengantisipasi ancaman krisis pangan. Salah satunya dengan mengusulkan Merauke sebagai food estate.
Jokowi kemudian menugaskan proyek ini berada di bawah Kementerian Petahanan. Prabowo Subianto kala –Menteri Pertahanan saat itu- ditunjuk sebagai pemimpin pelaksanaan proyek ketahanan pangan akbar.
Prabowo kemudian bekerja sama bersama Amran untuk membuka lahan. Akhir Juli lalu, Isam membawa 2.000 ekskavator untuk mega proyek ini. Pada praktiknya, PSN food estate Merauke terbagi menjadi dua. Pertama, proyek cetak sawah baru dan tanaman lain yang dikelola oleh Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pertanian, serta perusahaan swasta Jhonlin Group dengan lahan seluas total satu juta hektare.
Kedua, pengembangan perkebunan tebu dan bioetanol yang dikelola 10 perusahaan dengan lahan seluas lebih dari 500 ribu hektare. Bagian ini ditetapkan didukung Satgas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol.
Secara keseluruhan, Pastor Pius menerangkan, kawasan food estate Merauke itu terdiri dari lima klaster dan tersebar di 13 wilayah distrik. Seluruhnya berada pada wilayah masyarakat adat Malind, Maklew, Khimaima, dan Yei. Diperkirakan, ada lebih dari 50 ribu penduduk asli yang berdiam di 40 kampung di dalam dan sekitar lokasi proyek PSN Merauke.
Menurut Pastor Pius, kendaraan berat masuk ke wilayah adat lalu menggusur dan menghancurkan hutan alam, dusun, serta rawa. Pergerakan mereka dikawal aparat keamanan dari polisi dan TNI. Tanda adat yang sempat dibuat sebagai larangan malah dilabrak begitu saja.
“Kami terluka dan berduka karena tanah dan hutan adat, tempat hidup binatang dan tempat sakral Alipinek yang kami lindungi, yang diwariskan oleh leluhur kami, dihancurkan tanpa tersisa,” kata Yasinta Gebze, perwakilan masyarakat adat terdampak dari Kampung Wobikel, Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke, menambahkan.
Sumber: tempo
Foto: Presiden Joko Widodo memegang bibit tebu saat akan ditanam di area PT Global Papua Abadi, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, 23 Juli 2024. Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden
Masyarakat Adat Tuntut Setop Proyek PSN Food Estate di Merauke yang Belum Punya Amdal dan Brutal
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar