Rakyat Melarat vs Konglomerat Keparat
Proyek PIK 2 sebagai kelanjutan dari PIK 1 sangat menyakitkan rakyat. Berkedok sebagai obyek wisata yang diajukan statusnya sebagai PSN oleh Menteri Pariwisata saat itu Sandiaga Uno. Menko Perekonomian "pesakitan" Airlangga Hartato menetapkan PIK 2 sebagai PSN. Proyek di Teluk Naga itu naga-naganya bakal terus menuai masalah dan potensial menimbulkan konflik sosial.
Sementara itu Presiden Prabowo tidak bersuara atau sibuk dengan omon-omon sendiri seperti tidak peduli dengan nasib rakyat yang semakin melarat dibantai konglomerat. Semestinya cepat ia bersikap dengan mencabut PSN untuk PIK 2 dan evaluasi izin-izin PIK 2. Bila betul Prabowo ingin berbuat demi rakyat sebagaimana isi pidatonya, maka segera batalkan PIK 2.
Konglomerat pemilik Agung Sedayu Group A guan dan Salim Group Anthony Salim merasa jumawa sukses melobi Jokowi untuk mendapat fasilitas PSN. Perlu pemeriksaan seksama dugaan tejadinya kolusi antara kedua pengusaha naga itu dengan Uno, Airlangga dan Jokowi. Adakah suap atau bentuk korupsi lainnya ?
Peristiwa pembakaran truk dan perlawanan kepada aparat, meski diawali insiden, merupakan wujud dari kemarahan rakyat atas kesewenang-wenangan konglomerat. Pembuatan tembok hingga penutupan akses adalah cermin dari arogansi patung naga tinggi dan panjang. Kompleks pecinan yang mengindikasi betapa dalamnya kesenjangan yang terjadi. Perilaku ekslusif dapat berakibat kebencian bahkan kemarahan.
Nampaknya Jokowi mencanangkan jalur pesisir pantai utara untuk kawasan pecinan. Betapa bahayanya penggusuran tanah-tanah rakyat secara paksa lewat pembelian harga murah. Konglomerat akan beruntung banyak. Rakyat melarat terus diperas oleh konglomerat keparat yang dibantu pejabat.
PIK 2 mengancam disintegrasi sosial dan nasional. Rakyat Banten yang gelisah akan terus marah. Sulit meredam perlawanan. PSN yang memihak konglomerat adalah sumbu ledak dari kekesalan dan kemarahan. Ketidakadilan membuat rakyat berani bahkan nekad. Tidak peduli dengan aparat. Kasus terlindas truk bocah telah membuat tunggang langgang aparat akibat lemparan batu. Intifadah rakyat Banten.
Konglomerat di PIK 1, PIK 2, BSD, Rempang dan PIK lain memang semakin keparat. Mereka seenaknya berbuat tanpa peduli bahwa ada warga lain yang teraniaya. Konglomerat itu bukan sekedar mencari keuntungan ekonomis tetapi berusaha mengendalikan para pejabat. Aparat pun membekingi. Kekayaan telah berhasil mengatur kebijakan dan mengendalikan kekuasaan.
PIK 2 adalah bentuk kepercayaan diri konglomerat etnik China untuk membangun apapun tanpa takut reaksi baik resolusi, petisi, maupun demonstrasi. Bacalah kondisi di seluruh Indonesia betapa mengerikannya keadaan. Hampir semua kompleks perumahan menengah ke atas apalagi perumahan elit dihuni oleh mayoritas etnis China. Ada diskriminasi alami akibat "keuangan yang berkuasa".
Fakta ini patut untuk menjadi perhatian bagi para pengambil kebijakan baik tingkat pusat maupun daerah.
Rakyat pribumi jangan dibiarkan melarat akibat lahan-lahan miliknya hilang dimakan naga-naga kecil dan besar.
Jika kebijakan tetap dalam status quo dan kesenjangan sosial semakin tajam maka hukum dialektika akan berlaku yakni tesis berhadapan dengan antitesis. Keadaan yang mungkin terjadi itu adalah rakyat melarat akan berhadapan dengan konglomerat keparat.
PIK 2 mengajarkan serangan intifada yang bakal sulit untuk dikalahkan. (*)
Oleh: M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Kebangsaan
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Rakyat Melarat vs Konglomerat Keparat
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar