Breaking News

Pemberantasan Korupsi Menjadi Tujuan Negara?


USAHA pemberantasan korupsi sekarang sangat sering menjadi tema utama di pemerintahan maupun di masyarakat. Seolah olah pemberantasan korupsi itu adalah tujuan negara. Bukan lagi kemerdekaan, Pancasila, dan UUD 1945 yang menjadi tujuan dan strategi negara.

Apakah demikian? Coba kita lihat bagaimana sih usaha pemberantasan korupsi dijalankan selama ini?

Usaha pemberantasan korupsi di Indonesia memiliki ruang lingkup yang sangat terbatas dan kecil. Akibatnya hasil penyelamatan uang, aset dan kekayaan nilainya jauh lebih kecil dibandingkan ongkos yang dikeluarkan negara untuk pemberantasan korupsi.

Pemberantasan korupsi harus melingkupi perjalanan sejarah berbangsa dan bernegara Indonesia. Karena konstitusi dasar negara Indonesia dan semangat perjuangannya merupakan rangkaian perjalanan sejarah Indonesia, termasuk mengakhiri segala bentuk korupsi yang melekat dalam sistem penjajahan.

Dimensi pemberantasan korupsi harus mencakup semua aspek yang dapat mengembalikan harta, kekayaan, dan uang negara dari era kolonial sampai sekarang. Banyak harta kekayaan Indonesia yang disimpan di negara negara penjajah.

Indonesia memiliki kekayaan warisan kerajaan yang ada di luar negeri. Keberadaan harta kerajaan di luar negeri yang dirampas oleh kolonial dan menjadi bancakan sampai saat ini. Warisan kerajaan tersebut tidak dikembalikan pada saat Indonesia merdeka.

Indonesia berhak atas seluruh kekayaan warisan VOC, baik di dalam maupun di luar negeri dan belum dikembalikan sampai sekarang. VOC merupakan perusahaan yang beroperasi dengan hukum kolonial yang tidak beradab. Sehingga harus dipertanggungjawabkan.

Indonesia memiliki kekayaan dan uang warisan negara Hindia Belanda yang belum dikembalikan sampai sekarang. Praktek hindia Belanda seperti culture stelsel atau tanam paksa, rodi atau kerja paksa adalah tidak beradab dan harus dipertanggungjawabkan.

Indonesia berhak atas semua harta rampasan perang oleh Jepang terhadap Belanda yang belum dikembalikan sampai sekarang. Praktik kerja paksa atau romusha harus dipertanggungjawabkan secara kemanusiaan dan keuangan.

Indonesia berhak atas kekayaan, harta dan uang yang ditempatkan orde lama, orde baru di luar negeri dan belum dikembalikan sampai sekarang. Pada masa ini Indonesia mengalami surplus ekspor yang cukup besar.

Korupsi atas kebijakan serta kegiatan yang merugikan keuangan negara selama era reformasi berlangsung secara masif dalam sektor sumber daya alam (SDA). Namun ini belum menjadi orientasi utama UU pemberantasan korupsi. SDA Indonesia telah lenyap dalam jumlah besar. Namun nilai yang diterima sangat tidak sebanding dengan hilangnya SDA tersebut.

Korupsi SDA di Indonesia menumpang pada sistem lalu lintas devisa bebas. Membawa uang hasil pengerukan SDA Indonesia ke luar negeri telah dilakukan selama puluhan. Sampai saat ini aset, uang yang tempatkan di rekening luar negeri secara ilegal tidak dapat dikembalikan ke Indonesia.

Hasil kejahatan keuangan dengan segala bentuk dan manifestasinya seperti money laundry, transfer pricing, penempatan dana dalam jumlah besar di luar negeri, banyak belum dapat disentuh oleh UU pemberantasan korupsi dan belum tersentuh hukum sampai saat ini.

UU pemberantasan korupsi belum dapat menyentuh banyak aspek dan modus kejahatan keuangan seperti drug, money laundry, prostitusi, judi online, yang merugikan keuangan Indonesia.

Para koruptor SDA dan lainnya masih dengan leluasa menyimpan uang hasil korupsinya tanpa dapat disentuh oleh hukum positif Indonesia.

Momentum dibukanya skandal Panama Papers dan Pandora Papers yang dilakukan oleh banyak pengusaha dan pejabat Indonesia, namun belum dilakukan usaha hukum untuk mengadili dan mengembalikan semua uang, kekayaan, dan aset kepada negara.

Banyak penguasa dan pejabat Indonesia menyimpan uang mereka di rumah, di gudang-gudang bawah tanah, namun sistem Indonesia tidak dapat melacaknya. Demikian juga UU pemberantasan korupsi tidak dapat melacaknya. Padahal itu semua adalah harta kekayaan atau uang negara.

UU pemberantasan korupsi justru menjadi sarana oligarki SDA dan korupsi skala besar lainnya untuk tetap aman dan selamat. Di antara kasus yang paling besar adalah korupsi bantuan likuiditas bank Indonesia dan kredit likuiditas Bank Indonesia atau BLBI dan KLBI. UU pemberantasan korupsi harusnya secara spesifik memadatkan penyelesaian kasus korupsi BLBI dan KLBI sebagai induk segala macam korupsi di Indonesia.

Kementerian Keuangan yang seharusnya menjadi ujung tombak pembersihan segala macam kejahatan keuangan justru terlibat pencucian uang dalam jumlah besar mencapai Rp340 triliun. Hal ini tidak dapat terjangkau oleh regulasi pemberantasan korupsi.

UU pemberantasan korupsi harus dapat menuntaskan seluruh korupsi dan kejahatan keuangan oleh kementerian Keuangan. Sebagai pemegang data perpajakan semua pejabat negara, pihak kementerian keuangan sangat sulit tersentuh hukum.

Negara sudah memiliki UU 5/2020 yang menyediakan perangkat yang lengkap dalam rangka peradilan dan penyitaan aset, harta, uang hasil kejahatan keuangan. Namun penegak hukum enggan melaksanakannya.

Elite politik mengalihkan perhatian pada UU perampasan aset. Perampasan aset menjadi nama UU cukup bar bar yang orientasinya nanti bisa bisa merampas aset yang menunggak pajak. Kejahatan keuangan dalam skala besar tidak tersentuh. 

OLEH: SALAMUDDIN DAENG
Penulis adalah Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Pemberantasan Korupsi Menjadi Tujuan Negara? Pemberantasan Korupsi Menjadi Tujuan Negara? Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar