Barang yang Tidak Diperdagangkan
MIGRASI risen adalah penduduk yang tempat tinggalnya saat pencacahan berbeda wilayah administrasi provinsi atau kabupaten/kota dengan tempat tinggal pada lima tahun yang lalu (BPS, 2024). Data migrasi keluar risen di Provinsi Banten sebanyak 207.358 orang dan di Provinsi Kepulauan Riau sebanyak 41.340 orang tahun 2000.
Data tersebut meningkat menjadi sebesar 232.470 di Provinsi Banten dan sebesar 83.164 orang di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022 (BPS, 2024).
Persoalannya adalah data migrasi risen keluar tersebut ternyata gagal dalam menjelaskan mobilitas penduduk di kedua provinsi tersebut, karena terdapat persoalan konflik mobilitas migrasi risen penduduk di antara dua kelompok yang sangat bertentangan dalam berbeda pendapat.
Misalnya, untuk persoalan menolak kegiatan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk Dua (PIK 2) dibandingkan proyek perumahan PIK 2, maupun migrasi risen keluar (pergeseran) penduduk dari kampung tua di Pulau Rempang Kepulauan Riau ke Tanjung Banon, yang berjarak 1 kilometer dari pemukiman semula.
Dalam hal ini terdapat kekakuan migrasi risen keluar, yaitu terdapat penduduk yang meyakini bahwa hak atas tanah merupakan barang yang tidak dapat diperdagangkan (non tradable goods) dalam sudut pandang mobilitas barang dan jasa menurut ilmu perdagangan internasional, walaupun sesungguhnya hak atas tanah pada kenyataannya tergolong sebagai barang yang dapat diperdagangkan, sebagaimana ditunjukkan oleh data migrasi risen keluar di atas.
Pertentangan mobilitas dan imobilitas hak atas tanah terkesan semakin runcing, atau diframing semakin diperuncing atas dua kelompok kepentingan yang secara ekstrim berbeda nyata. Kelompok pertama adalah kalangan investor, developer, pemda, pemerintah pusat, dan oligarki, yang menganut mobilitas.
Kelompok kedua adalah Muhammad Said Didu dan kawan-kawan, maupun penduduk kampung tua yang masih menolak pindah dari pergeseran kampung halamannya walaupun untuk jarak 1 kilometer jauhnya, penggarap tanah milik perhutani di PSN PIK 2 yang walaupun bukan menggarap di wilayah PSN PIK 2 namun menolak PSN.
Mereka ini adalah penganut imobilitas. Kelompok non tradable goods pada perdagangan hak atas tanah.
Demikian pula dengan nelayan yang menolak pengembalian program rehabilitasi mangrove ke perluasan tepi pantai yang direklamasi, atau rencana pembangunan tanggul laut lanjutan dari Giant Sea Wall dalam bentuk tahapan pemagaran tepi pantai. Tanggul tepi pantai yang telah direncanakan sejak periode kepemimpinan Presiden Soeharto di tepi pantai utara Tangerang.
Tanggul yang mempunyai payung hukum sebelum periode Orde Reformasi. Tanggul untuk meminimalisasi potensi dampak banjir rob, tenggelamnya daratan tepi tepi pantai, atau abrasi.
Kelompok pertama terkesan meyakini bahwa hak atas tanah senantiasa dapat diperdagangkan, dipertukarkan dengan kompensasi, dimigrasikan, atau minimal digeser-geser. Sebaliknya kelompok kedua meyakini yang sebaliknya.
Kelompok kedua meyakini bahwa hak atas tanah sebagaimana keyakinan barang siapa yang menghidupkan tanah mati, sekalipun itu adalah tanah milik perhutani, atau tanah milik Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, maka para penggarap adalah sebagai pemilik tanah abadi selama-lamanya.
Hak pakai atau hak garap sebagai hak atas tanah diyakininya bersifat abadi dan tidak dapat diperdagangkan.
Barang siapa yang lebih dahulu menghuni tanah dan air laut tersebut serta memanfaatkannya, maka merekalah yang diyakini menjadi pemilik sah dan bersifat abadi, serta hak tersebut mutlak tidak dapat diperdagangkan, sehingga usaha kelompok pertama yang bermaksud untuk melakukan relokasi tanah guna mengembangkan program investasi baru.
Namun oleh sudut pandang kelompok dua, itu diyakini terhadap kelompok pertama sebagai bentuk pengusiran, penggusuran paksa, pergeseran, penjajahan, dan pelanggaran dalam bentuk perilaku membangun negara dalam negara, pelanggaran kedaulatan nasional, atau memindahkan WNI keturunan China daratan sebagai rencana koloni jangka panjang.
Sekalipun angka harapan hidup di Indonesia sebesar 73,9 tahun pada tahun 2023, namun kelompok kedua menggunakan periode analisis yang melampaui angka harapan hidup menjadi menempati permukiman secara turun temurun selama ratusan tahun lebih awal dibandingkan kemerdekaan NKRI.
Artinya, kekakuan imobilitas hak atas tanah diharapkannya jauh melintasi angka harapan hidup beberapa generasi. Imobilitas yang sangat panjang.
Implikasi terhadap keyakinan dari kelompok kedua ini adalah imobilitas hak atas tanah senantiasa membuat kelompok kedua memasang harga jual tanah jauh di atas nilai jual objek pajak sebagaimana yang ditetapkan oleh tim penilai harga jual tanah dalam prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Hal itu, supaya tanah dan bangunan tidak terjual, namun juga terkesan menolak konversi hak atas menjadi sebagai pemilik saham.
Ini merupakan maksud untuk mengesankan melakukan daya tawar imobilitas tidak terhingga. Kelompok kedua terkesan ini bermukim seumur hidup dan dimakamkan di tanah kelahiran secara turun-temurun, ketika masih meyakini bahwa imobilitas tidak terhingga bersifat lebih nyaman sepanjang masa.
Menolak dinamika perubahan. Tidak percaya dengan prospek keberhasilan reengineering pembangunan nasional dan daerah di masa depan. Merasa senantiasa menjadi korban ekstrim potensi kegagalan pembangunan.
Konflik antara kelompok pertama dan kelompok kedua di atas, juga terjadi pada PSN-PSN lainnya, termasuk untuk PSN program lumbung pangan untuk swasembada pangan. Tidak kunjung terjadinya titik temu pada kedua kelompok kepentingan di atas, telah menimbulkan perlambatan terhadap program percepatan pembangunan nasional. Telah mengganggu dinamika perubahan sosial pada titik keseimbangan yang baru.
Masalah imobilitas ini sudah pasti menggagalkan program pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Untuk itu, pemerintah tidak cukup dengan lebih rajin melakukan sosialisasi secara lebih egaliter dan humanis, melainkan juga dilakukan ketegasan, sehingga persoalan imobilitas di atas dapat dilakukan rileksasi untuk memperbaiki kehalusan perubahan sosial.
OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Barang yang Tidak Diperdagangkan
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar