Breaking News

Belum Ada Mens Rea dan Actus Reus Tindak Pidana Pagar Laut


POLEMIK pagar laut yang terpasang di sejumlah perairan Tangerang dan Bekasi hingga kini masih terus menjadi perhatian publik. Terakhir Polri, melalui Kakorpolairud Baharkam Polri Irjen Mohammad Yassin memastikan belum ada unsur tindak pidana dalam kasus tersebut. Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) disebut sebagai pihak yang memiliki kewenangan penuh untuk menangani permasalahan tersebut. Di sisi lain, Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Irvansyah menilai persoalan pagar laut dapat diselesaikan oleh KKP tanpa perlu melibatkan banyak pihak. 

Menurut Irvansyah, itu kewenangan KKP dan yakin mampu membereskan hal tersebut. Selanjutnya KKP juga telah melakukan penyegelan terhadap beberapa pagar laut yang terdeteksi di perairan Tangerang dan Bekasi. Langkah ini diambil sebagai bentuk pengawasan terhadap aktivitas ilegal yang berpotensi merugikan ekosistem laut dan aktivitas nelayan.

Sehubungan dengan masalah tersebut sesungguhnya dalam peristiwa hukum yang terjadi terkait “Pagar Laut di sekitar perairan Tangerang dan Bekasi”, apakah sudah termasuk ke dalam peristiwa pidana ataukah hanya sebatas pelanggaran administratif, yang penyelesaiannya menjadi kewenangan dari KKP?

Sebelum menjawab permasalahan tersebut, peristiwa hukum terkait “Pagar Laut”, merupakan peristiwa hukum yang masuk dalam ranah pelanggaran pidana/perbuatan pidana ataukah pelanggaran yang sifatnya administratif, maka perlu terlebih dahulu dikemukakan apa yang dimaksud dengan mens rea (niat jahat) terkait pemagaran tersebut dan actus reus yang sifatnya strafbaar yang menyimpang dari asas doelmatigheid. Mens rea (niat jahat) yaitu adanya kehendak atau niat jahat untuk melakukan suatu perbuatan pidana. Sedangkan actus reus yaitu merupakan perbuatan nyata yang sifatnya strafbaar (dapat dipidana) karena terdapat penyimpangan asas doelmatigheid (antara lain karena terkait perizinan dalam konteks administratif).

Untuk menjawab bahwa dalam peristiwa pagar laut di wilayah Tangerang dan Bekasi, perlu terlebih dahulu dikemukakan ketentuan beberapa peraturan perundang-undangan antara lain:

Pertama, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

Kedua, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang mengubah Pasal 42 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang berbunyi: “Pengelolaan ruang laut meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang laut yang merupakan bagian integral dari pengelolaan tata ruang.”

Ketiga, Pasal 16 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil:
“(1) Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki Izin Lokasi. 

“(2) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pemberian Izin Pengelolaan.”

Keempat, Pasal 101 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang: “Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) diberikan setelah dilakukan kajian dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer berdasarkan: 

a.    rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;  
b.    rencana tata ruang wilayah provinsi; 
c.    RTR KSN; 
d.    RZ KSNT; 
e.    RZ KAW; 
f.    RTR pulau/kepulauan; dan/atau 
g.    Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.”

Kelima, Pasal 2 dan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri KP Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan:
Pasal 2: “Sanksi administratif di bidang kelautan dan perikanan dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan:

a.    Perizinan Berusaha di sektor kelautan dan perikanan; b.    pemanfaatan ruang Laut; 
c.    kewajiban penyedia dan pengguna SPKP; dan 
d.    pelaksanaan impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman.

Pasal 4 ayat (1) Pelanggaran ketentuan pemanfaatan ruang Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b berupa:

a.    penggunaan dokumen persetujuan/konfirmasi KKPRL yang tidak sah; 
b.    tidak melaporkan pendirian dan/atau penempatan bangunan dan instalasi di Laut kepada Menteri;
c.    tidak menyampaikan laporan tertulis tentang pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang Laut secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali kepada Menteri;
d.    pelaksanaan dokumen persetujuan/konfirmasi KKPRL yang tidak sesuai dengan RTR, RZ, KAW, RZ KSNT;
e.    pelaksanaan dokumen persetujuan/konfirmasi KKPRL yang mengganggu ruang penghidupan dan akses nelayan kecil, nelayan tradisional, dan pembudi daya ikan kecil; 
f.    pemanfaatan ruang yang tidak memiliki dokumen persetujuan/konfirmasi KKPRL;
g.    pemanfaatan ruang yang tidak mematuhi ketentuan dalam dokumen persetujuan/konfirmasi KKPRL; dan/atau 
h.    menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum, baik berupa penutupan akses secara sementara maupun permanen.

Merujuk pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 jo Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang mengubah Pasal 42 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan jo Pasal 16 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dapat dimaknai bahwa “Setiap Orang” baik individu ataupun korporasi (swasta, koperasi ataupun lainnya) dapat melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil dengan terlebih dahulu mempunyai izin lokasi dan izin pengelolaan. 

Untuk dapat memanfaatkan ruang laut, maka dalam pelaksanaannya pemberian izin pemanfaatannya harus sesuai  ketentuan Pasal 101 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, yaitu: “Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) diberikan setelah dilakukan kajian dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer berdasarkan : rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, rencana tata ruang wilayah provinsi, RTR KSN, RZ KSNT, RZ KAW, RTR pulau/kepulauan; dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.”

Selanjutnya terkait peristiwa pagar laut di Tangerang dan Bekasi sebagaimana tersebut di atas, lebih tepat masih bersifat pelanggaran yang sifatnya administratif, karena belum terdapat adanya actus reus yang sifatnya strafbaar yang menyimpang dari asas doelmatigheid yaitu dalam pemberian izin pemanfaatan ruang laut. Oleh karena belum terdapat adanya actus reus yang sifatnya strafbaar yang menyimpang dari asas doelmatigheid, maka dalam peristiwa hukum terkait pagar laut tersebut yang lebih tepat diterapkan berupa sanksi administratif terkait ketentuan Pasal 2 huruf b Peraturan Menteri KP Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan: “Sanksi administratif di bidang kelautan dan perikanan dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan: b. pemanfaatan ruang Laut.” 

Sedangkan pelanggaran yang berkaitan pemanfaatan ruang laut dalam peristiwa pagar laut sebagaimana diuraikan diatas, terkait dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri KP Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan, yaitu berupa pelanggaran antara lain pada huruf e s/d h sebagai berikut:
e.    pelaksanaan dokumen persetujuan/konfirmasi KKPRL yang mengganggu ruang penghidupan dan akses nelayan kecil, nelayan tradisional, dan pembudidaya ikan kecil; atau
f.    pemanfaatan ruang yang tidak memiliki dokumen persetujuan/konfirmasi KKPRL; atau
g.    pemanfaatan ruang yang tidak mematuhi ketentuan dalam dokumen persetujuan/konfirmasi KKPRL; dan/atau 
h.    menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum, baik berupa penutupan akses secara sementara maupun permanen.

Oleh karenanya dalam peristiwa hukum terkait pagar laut sebagaimana diuraikan diatas, meski harus dipastikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, bentuk pelanggaran sebagaimana diuraikan di atas pada Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri KP Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan, harus dipastikan terlebih dahulu sehingga apabila terdapat pelanggaran administratif sebagaimana diuraikan di atas, maka bentuk sanksi administratif bagi mereka yang melakukan pelanggaran administratif dapat diberikan sanksi yang tepat agar penyelesaiannya komprehensif , sehingga dengan demikian tujuan akhirnya bahwa dalam pemanfaatan/pengelolaan ruang laut agar memberikan manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat di sekitar kawasan ruang laut tersebut yaitu di sekitar perairan Tangerang dan Bekasi, serta wilayah lainnya sebagaimana tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan ruang laut. 

Oleh: Prof. DR. Agus Surono, SH.,MH
Penulis adalah Guru Besar Hukum Pidana Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Belum Ada Mens Rea dan Actus Reus Tindak Pidana Pagar Laut Belum Ada Mens Rea dan Actus Reus Tindak Pidana Pagar Laut Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar