Membongkar Nama-nama Besar di Balik Skandal Pagar Laut: Mengapa Pemerintah Terkesan Lambat?
Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Menteri dan Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusut dalang di balik pemasangan pagar laut ilegal sepanjang 30 kilometer di pesisir utara Tangerang, Banten. Arahan ini disampaikan saat memanggil Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono dan Wakil Menteri KKP Didit Herdiawan ke Istana Merdeka, Senin, 20 Januari 2025.
Trenggono melaporkan kepada Prabowo bahwa pemasangan pagar laut tersebut dilakukan tanpa izin resmi.
“Arahan bapak presiden, selidiki sampai tuntas,” ujar Trenggono.
Selain pagar laut, Trenggono mengungkap adanya sertifikat hak guna bangunan (SHGB) ilegal di kawasan Tanjung Pasir, Tangerang. Ia menegaskan bahwa dasar laut tidak boleh bersertifikat, dan pembangunan di ruang laut harus mendapat izin KKP sesuai PP Nomor 18 Tahun 2021, aturan turunan UU Cipta Kerja.
Trenggono menduga pemagaran laut bertujuan menaikkan tanah agar terlihat seperti reklamasi alami. Ia memperkirakan pemagaran sepanjang 30 kilometer itu berpotensi menciptakan 30 hektare daratan baru.
“Jumlahnya sangat besar. Tadi saya laporkan kepada bapak presiden,” jelasnya.
Skandal Besar
Sekjen AGRA, Saiful Wathoni, menyebut pemasangan pagar laut di pesisir utara Tangerang berkaitan erat dengan proyek strategis nasional (PSN) PIK 2. Proyek ini dikembangkan oleh PT Agung Sedayu dan Salim Group melalui PT PANI.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, pada 20 Januari 2025, mengungkap terdapat 263 bidang tanah berstatus SHGB di kawasan tersebut. Dari jumlah itu, 234 bidang milik PT Intan Agung Makmur, 20 bidang milik PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perorangan.
Selain itu, ada 17 bidang tanah berstatus SHM yang pemiliknya belum terungkap.
Menurut data AHU Kementerian Hukum yang didapat Suara.com, PT Intan Agung Makmur adalah hasil patungan PT Kusuma Anugerah Abadi dan PT Inti Indah Raya. Freddy Numberi dan Belly Djaliel, yang juga pengurus PT Multi Artha Pratama (anak usaha Agung Sedayu Group), tercatat sebagai komisaris dan direktur.
Freddy Numberi adalah purnawirawan TNI yang pernah menjabat Gubernur Papua, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta pada era Presiden SBY menjabat Menteri Perhubungan.
PT Multi Artha Pratama adalah pemegang saham PT PANI, pengembang PIK 2, yang dimiliki oleh Sugianto Kusuma (Aguan) dan Anthoni Salim.
PT Cahaya Inti Sentosa, yang bergerak di sektor real estate, memiliki modal Rp89,1 miliar. Pemiliknya termasuk PT Agung Sedayu Group, PT Tunas Mekar, Pantai Indah Kapuk 2, dan sejumlah individu. Nono Sampono—mantan Kepala Basarnas—menjabat sebagai direktur utama. Sementara Kho Cing Siong menjadi Komisaris Utama. Freddy Numberi juga terdaftar sebagai komisaris bersama Belly Djaliel dan beberapa nama lainnya sebagai direktur.
“Ini adalah skandal besar yang melibatkan banyak nama-nama besar,” kata Saiful kepada Suara.com, Selasa (21/1/2025).
Suara.com telah berupaya meminta tanggapan Corporate Secretary and Investor Relations PANI Christy Grasella. Namun hingga berita ini ditayangkan, yang bersangkutan belum memberikan jawaban.
Sementara Saiful menilai pemerintah seharusnya benar-benar serius menyelesaikan permasalahan ini. Bukan sebatas membatalkan penerbitan SHGB dan SHM serta membongkar pagar laut, tetapi juga harus memproses pidana para pelaku.
Keterlambatan pemerintah dalam menangani permasalahan ini, kata Saiful, secara tidak langsung menimbulkan kecurigaan bahwa ada hal yang terkesan ingin disembunyikan. Namun di satu sisi juga ada yang ingin dijadikan ‘tumbal’.
“Jadi ada yang ingin ditumbalkan, tapi di sisi lain ada yang ingin diselamatkan,” ungkapnya.
“Kalau memang pemerintah serius, Aguan dan Anthoni Salim itu kan harusnya juga dipanggil.”
Suara.com mencoba menghubungi Konsultan Hukum PIK 2, Muannas Alaidid untuk menjelaskan hal tersebut. Muannas berdalih bahwa sertifikat yang ada tidak untuk laut, tetapi untuk lahan warga yang terabrasi dan dialihkan menjadi SHGB atau SHM. Ia menjelaskan, bahwa beberapa SHM tersebut masih atas nama warga, dan lahan itu awalnya berupa tambak yang hilang akibat abrasi.
"SHGB yang dimaksud telah diterbitkan sesuai dengan proses dan prosedur yang berlaku. Lahan tersebut awalnya berupa SHM yang dibeli dari warga, kemudian dibalik nama secara resmi, dengan pembayaran pajak dan dilengkapi SK surat izin lokasi/PKKPR," ujar Muannas.
Pengamat perkotaan Elisa Sutanudjaja menduga sertifikat HGB diterbitkan melalui mekanisme rekonstruksi atau reklamasi atas tanah yang hilang, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No. 3/2024.
Tanah hilang atau tanah musnah merujuk pada lahan yang berubah bentuk akibat peristiwa alam, tidak lagi dapat dikenali, dan tidak bisa dimanfaatkan.
Dalam cuitannya di X, Elisa menjelaskan bahwa tanah musnah bisa terjadi akibat abrasi, seperti di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kondisi seperti itulah yang menurutnya bisa dianggap sebagai tanah musnah yang dapat direkonstruksi atau direklamasi.
Elisa menjelaskan bahwa citra satelit sejak tahun 1980-an menunjukkan garis pantai di wilayah yang dipersoalkan di Tangerang tidak mengalami perubahan. Karena itu, menurutnya, tidak ada tanah musnah di area tersebut yang dapat direkonstruksi atau direklamasi.
Tindak Pidana Tata Ruang
Penerbitan SHGB dan SHM di kawasan laut merupakan tindak pidana tata ruang yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN dan perusahaan-perusahaan pemegang sertifikat. Hal itu diungkap Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau WALHI Zenzi Suhadi.
Zenzi merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menyatakan, pemerintah dilarang memberikan hak pengusahaan atau konsesi agraria di perairan pesisir bagi para pengusaha.
Selain itu, kata Zenzi, Pasal 65 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan, hak atas tanah, satuan rumah susun, dan pendaftaran tanah juga menyatakan, pemberian hak atas tanah di wilayah perairan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh perizinan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
Pernyataan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono yang menyebut pagar laut tidak berizin dinilai Zenzi semakin menguatkan telah terjadinya pelanggaran hukum di balik pemasangan pagar laut dan penerbitan SHGB serta SHM di kawasan tersebut.
“Penerbitan SHGB merupakan pidana tata ruang yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN sekaligus oleh sejumlah perusahaan yang nama-nama telah disebutkan,” jelas Zenzi.
Di samping dinilai sebagai bentuk pidana tata ruang, Zenzi menyebut pemagaran laut di kawasan pesisir utara Tangerang sebagai bentuk perampasan ruang laut atau ocean grabbing yang berdampak terhadap sosial-ekologis. Karena itu, WALHI mendesak pemerintah untuk segera membatalkan PSN PIK 2.
“Karena dijalankan dengan praktik pelanggaran hukum yang terstruktur, sistematis dan masif,” ujarnya.
Skandal Pagar Laut. (Suara.com/Tim Desain Grafis)
Sebagaimana diketahui keputusan pemerintah memasukkan PIK 2 dalam daftar PSN berasal dari Rapat Internal di Istana Negara pada 18 Maret 2024 yang di pimpin Presiden RI ke-7 Joko Widodo atau Jokowi. PIK 2 adalah proyek patungan antara Salim Group dan Agung Sedayu Group.
Dalam PP 42/2021 dijelaskan, PSN adalah proyek dan atau program yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka upaya penciptaan kerja dan peningkatan kesejahteraan di masyarakat.
Selain tercatat sebagai pemilik PIK 2, Aguan juga merupakan Ketua Konsorsium Nusantara, kelompok perusahaan yang berkolaborasi untuk membangun Ibu Kota Nusantara (IKN), proyek besutan Jokowi di Kalimantan Timur. Konsorsium Nusantara merupakan salah satu investor lokal terbesar dalam pembangunan IKN. Konsorsium ini berencana membangun kawasan terpadu di IKN dengan nilai investasi mencapai Rp20 triliun.
Belakangan, Prabowo disebut akan melakukan evaluasi terhadap seluruh PSN di era pemerintahan Jokowi termasuk PIK. Evaluasi dilakukan untuk mengurangi PSN yang dinilai tidak lagi relevan atau kurang berguna bagi masyarakat.
“Semua dikaji,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai menghadiri acara Musyawarah Nasional atau Munas Konsolidasi Persatuan Kadin Indonesia di Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (16/1).
Sumber: suara
Foto: Sejumlah Personel TNI dan nelayan membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Membongkar Nama-nama Besar di Balik Skandal Pagar Laut: Mengapa Pemerintah Terkesan Lambat?
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar