Program Makan Bergizi Gratis: Bisnis Kaya 'Gizi' Pemodal Besar
Uji coba makan bergizi gratis mulai berjalan awal pekan ini. Menimbang sama berat manfaat program unggulan Presiden Prabowo Subianto.
Sekitar 600 ribu orang yang tinggal di wilayah perkotaan dan kabupaten, menjadi sasaran uji coba program ini. Jumlah itu lebih banyak dari target uji coba Badan Gizi Nasional (BGN) yang semula membidik 306 ribu peserta didik dan non-peserta didik.
Berdasarkan petunjuk teknis BGN yang disusun November 2024, sebanyak 102 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) ditunjuk sebagai pelaksana uji coba.
Satuan Pelayanan sebagai markas dapur, mendapat tugas mengolah makanan sekaligus mendistribusikannya kepada 3 ribu peserta didik dalam radius terjangkau.
Uji coba dilakukan untuk menemukan masalah dan mencari solusi mengatasinya. Lumrah jika masih ditemukan banyak “bopeng” pada servis pelayanan makan bergizi gratis yang harus dievaluasi.
“Susu murni kemarin itu mungkin mengemasnya saat masih hangat atau bagaimana ya, jadi siang sebelum pukul 12 sudah basi. Tidak semuanya asam. Susu yang dikemas terakhir saat sudah dingin, nggak ada masalah (basi),” kata Pantja Riani Arianti, penanggung jawab sekolah untuk program makan bergizi di SD Negeri 1 Banyurojo, Mertoyudan.
Pantja Riani mengajar murid kelas 1. Selama pelaksanaan program makan bergizi gratis, dia menjadi semacam petugas penghubung sekolah dengan pengurus dapur pelayanan gizi.
Tugasnya antara lain melaporkan jumlah siswa yang hadir pada hari itu kepada pengurus dapur. Data kehadiran siswa menjadi patokan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi untuk mengirim jumlah porsi makanan.
“Kami juga melaporkan menu makan yang banyak sisanya. Misal kemarin yang dibelikan (untuk bahan sayuran) bukan caisim. Jadi banyak anak yang bilang sayurnya pahit.”
Menimbang Kecukupan Gizi
Ada 162 siswa SD 1 Banyurojo yang menerima bantuan makan bergizi gratis. Setiap hari, sebelum bel istirahat berbunyi, kotak makanan sudah siap tertata di depan masing-masing kelas.
Guru kemudian mengatur siswa untuk berbaris mencuci tangan dan mulai membagikan makan. Hari kedua uji coba di SD Banyurojo berjalan lancar.
No drama. Nol kegaduhan. Murid kelas 1 yang biasanya paling sulit diatur, sudah mulai paham apa yang harus mereka lakukan sebelum dan sesudah menerima makan.
Menu makan hari itu terdiri dari nasi, sayur taoge, sepotong tahu, dan ayam tepung. Begitu membuka kotak, kebanyakan murid langsung melahap jeruk yang disajikan sebagai pelengkap makan.
Menjawab pertanyaan apakah menu yang disajikan sesuai dengan kebutuhan gizi anak? Pantja Riani menjelaskannya panjang lebar.
“Kalau dari sana (Pusat Pelayanan Pemenuhan Gizi) kemarin mengutarakan (yang penting) anak belajar makan sehat. Jadi menunya sudah sesuai kebutuhan (gizi).”
Memastikan apakah sajian makan gratis sudah sesuai kebutuhan gizi masing-masing anak, tentu butuh kajian lebih lanjut. Termasuk menakar apakah menu sudah sesuai dengan kebutuhan asupan gizi untuk semua tingkatan usia anak.
Sebab menu dan porsi makan yang diberikan kepada siswa sekolah dasar, sama dengan makanan yang diberikan kepada siswa menengah atas. Selain ke SD 1 Banyurojo, makan bergizi gratis juga diberikan untuk siswa MTs Negeri 2 dan SMK Ma’arif Kota Magelang.
Acuan kebutuhan makanan, selama ini manut pada tabel angka kecukupan gizi yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI. Besarnya asupan karbohidrat, lemak, dan serat untuk menghasilkan kalori diukur berdasarkan berat, tinggi badan, dan jenis kelamin.
Laki-laki kelompok usia 16-18 tahun misalnya, membutuhkan asupan kalori, lemak, dan serat yang lebih banyak dibanding anak lelaki usia 7-9 tahun.
“Jika dihitung sesuai besarnya (kebutuhan gizi berdasarkan bobot dan usia anak), saya lihat porsinya sama. Jadi (tujuannya) tidak memenuhi kebutuhan gizi full. Intinya mengenalkan contoh makanan sehat yang tidak harus banyak dan tidak harus mahal.”
Program ini menurut Pantja Riani, juga mengajarkan pembiasaan baik untuk anak-anak. Anak belajar disiplin dan tanggung jawab menerima makanan dan menjaga kebersihan.
Soal penyediaan susu dalam porsi makan bergizi gratis, menurut Pantja Riani bukan menu wajib. Kandungan protein dan lemak dalam susu bisa digantikan oleh makanan lain.
“Susu itu kan harganya mahal. Mungkin untuk warga menengah kebawah jarang sekali terjangkau. Yang penting makanannya sudah memenuhi gizi.”
Bantuan makan bergizi kata Pantja Riani, sangat membantu siswanya yang kebanyakan berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Mereka tidak sarapan sebelum berangkat sekolah.
Meski ada orang tua yang tergolong mampu, rata-rata ibu yang anaknya bersekolah di SD 1 Banyurojo juga bekerja. Kebanyakan mereka bekerja sebagai asisten rumah tangga di perumahan instruktur Akademi Militer, Panca Arga.
“Manfaatnya paling dirasakan oleh anak-anak yang tidak biasa sarapan. Kondisi ekonomi atau karena kesibukan orang tua, anak jarang sarapan. Tapi kalau anak yang sudah terbiasa sarapan, mereka kurang excited.”
Membunuh Katering Sekolah
Isu pinggiran yang sering terkubur oleh berita positif bantuan makan bergizi gratis adalah dampak program ini terhadap usaha kecil menengah. Bagaimana proyek ini berpotensi membunuh usaha katering sekolah.
Para pengusaha katering kelas cere, megap-megap memburu nafas. Suara mereka lindap, ditelan riuh pesta perusahaan besar penyedia jasa makanan yang berebut tender.
“Dengan syarat-syarat yang diberikan, saya rasa UMKM nggak akan mampu. Walaupun sudah banyak penawaran-penawaran yang sifatnya halu (mengkhayal terlalu tinggi),” kata Melati.
Lewat pesan WhatsApp, Melati menyampaikan unek-unek. Identitasnya kami rahasiakan. Menurut dia, isu ini sensisitf karena berpotensi menyenggol pihak-pihak tertentu.
“Kami sudah sempat didata, (katanya) dapat porsi bagian. Tapi endingnya semua dikelola oleh ordal (orang dalam). Ya semata-mata tawaran tersebut biar UMKM adem ayem.”
Badan Gizi Nasional merancang 3 model pengelolaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG): Swakelola BGN, kerjasama lembaga negara atau pemerintah, dan kerjasama pihak ketiga (swasta).
Tahun ini Badan Gizi menargetkan terbentuk 5 ribu SPPG di 38 provinsi. Sebanyak 1.542 unit berstatus swakelola, sedangkan 3.458 lainnya diserahkan kepada instansi negara atau pengusaha.
Yang membuat ciut nyali usaha kecil saat mengajukan tender menjadi pengelola makan bergizi gratis, karena syarat pendirian satuan pelayanan yang mereka nilai tidak masuk akal.
Pihak ketiga boleh mengajukan kerjasama mengelola satuan pelayanan jika mampu menyediakan kantor dan dapur sesuai spesifikasi bangunan yang ditetapkan oeh Badan Gizi Nasional.
Ukuran luas bangunan kantor sekaligus dapur, minimum 300 meter yang berdiri di atas lahan seluas 600 meter persegi. Badan Gizi akan melakukan verifikasi jika luas bangunan lebih sempit dari ukuran minimum.
Bangunan dapur satuan pelayanan harus dilengkapi area loading dan unloading, distribution center, ruang food inspection, serta ruang cuci bahan makanan dan ruang penyimpanan produksi dingin (cooler).
“Kami diberi syarat yang tidak masuk akal. Waktu terima syarat ini saya cuma ketawa. Padahal awal (katanya) syaratnya yang penting punya NIB (nomer induk berusaha). Pembagian jatah masak dibagi untuk UMKM sekitar sekolah.”
Tapi rencana tinggal rencana. Program makan bergizi gratis jelas mengancam usaha Melati yang selama ini menjalankan katering skala kecil melayani beberapa sekolah di Magelang.
Bisnis Basah Bos Besar
SuaraJawaTengah.id memeriksa silang keterangan Melati ke orang yang sempat mengajukan tawaran menjadi pengelola pusat layanan makan bergizi gratis.
Mereka membenarkan bahwa pengajuan tender pusat pelayanan pada tahap awal ini, melibatkan orang-orang dalam. Hanya pemodal besar yang juga punya nyali besar, berani cawe-cawe program makan bergizi gratis.
“Butuh modal besar untuk membangunan dapur dan menyiapkan peralatan masak. Siapa yang punya modal besar kalau bukan pemain besar,” kata sumber anonim.
Sumber ini kemudian menyodorkan rencana modal awal yang dibutuhkan utuk set up dapur dan membeli perlengkapan masak baru. “Tadinya saya hitung Rp1,5 miliar sudah cukup. Tapi setelah dihitung lagi, pegang Rp2 miliar baru aman.”
Uang lebih dari Rp1,1 miliar dialokasikan untuk membeli peralatan dapur yang seluruhnya berbahan stainless steel. Peralatan dapur hanya bisa dipesan melalui perusahaan rekanan yang ditunjuk Badan Gizi Nasional.
Modal besar lainnya dipakai untuk membangun dapur dengan spesikasi lantai keramik dan tembok yang harus serba putih. Baru sekitar Rp300-an juta sisanya digunakan untuk belanja bahan baku dan gaji karyawan selama satu bulan.
Sumber kami menyebut program makan bergizi gratis menjanjikan untung besar. “Jangan dilihat dari nilai per pax yang hanya Rp10 ribu. Lihat perkaliannya. Ini kan jualan makanan yang sudah pasti pembelinya.”
Dia menyorongkan telepon genggam. Pada layar tertera rincian modal yang harus dikeluarkan untuk belanja menu isian per 1 kotak makan. Dari beli bumbu, gas, lauk, hingga upah tukang masak, akhirnya ketemu angka Rp8.350.
Berarti dari setiap porsi makan, pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) mengantongi untung bersih Rp1.650. Jika dikalikan dengan kuota 3.000 porsi per hari untuk 22 hari kerja, total keuntungan yang diraup mencapai Rp108.900.000 sebulan. “Dalam 20 bulan sudah kembali modal.”
Perhitungan ini tentu saja perkiraan di atas kertas. Menghitung pendapatan usaha tidak sama dengan cara kerja kalkulator yang serba pasti.
Tapi paling tidak, perhitungan itu cukup menggambarkan mengapa proyek basah bersakala nasional ini diincar banyak pihak.
Mengais Remah-remah
Dari hitung-hitungan yang melibatkan nominal 10 digit itu, bukan berarti pelaku usaha kecil dan menengah hanya dibiarkan melongo menonton. Badan Gizi Nasional tentu menyisihkan sedikit irisan kue keuntungan yang boleh jadi rebutan.
Menurut petunjuk teknis program makan bergizi gratis, Badan Gizi Nasional akan menggandengan koperasi, BUMDes, dan pengusaha kecil sebagai mitra penyedia bahan baku dan barang.
Tentu dengan mekanisme pembayaran tagihan lewat pintu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi sebagai pemegang tender. Padahal sudah jadi hukum umum di dunia katering, pemenuhan hak vendor oleh perusahaan operator sering tidak adil.
Mulai masalah tagihan molor, hingga harga beli yang ditekan serendah mungkin karena margin laba yang tipis, menjadi sederet masalah yang mengancam para vendor.
Melati mengusulkan, sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap usaha kecil dan menengah, mereka mendapat kesempatan untuk ikut ambil bagian menjadi pengelolaan satuan pelayanan program makan bergizi gratis.
Mengembalikan skema awal program saat namannya masih “sarapan gratis” yang mengalokasikan sebagian jatah mengolah makanan untuk siswa kepada UMKM di sekitar sekolah.
“Acuannya kami itu bukan ingin dapat vendor. Kalau bisa aturannya diubah menjadi semacam beasiswa (usaha) yang kesempatannya dibagi rata.”
Sumber: suara
Foto: Siswa SD Negeri 1 Banyurojo, Mertoyudan menerima makan bergizi gratis. (Suara.com/ Angga Haksoro Ardi).
Program Makan Bergizi Gratis: Bisnis Kaya 'Gizi' Pemodal Besar
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar